Pesona Go-Jek Indonesia memang kuat, belum lama disuntik dana segar oleh Google Inc. Pekan ini, Go-Jek kembali mendapat guyuran segar dari dua perusahaan besar sekaligus.
Nilai investasi fantastis didapat Go-Jek dari PT Astra International Tbk sebuah perusahaan dengan berbagai tentakel bisnis. Kolaborasi dua perusahaan lokal yang bergerak di bidang transportasi ini menandaskan era ekonomi kreatif saat ini.
Paul Romer, ekonom asal Amerika yang terkenal dengan teori pertumbuhan endogen ini menyebut bahwa sejalan dengan ekonomi yang terus berkembang, maka penciptaan ekonomi kreatif terus berlanjut. Orang akan berfikir bagaimana menghasilkan uang dari sebuah gagasan. Sebab ekonomi kreatif tercipta dari penciptaan nilai sebuah gagasan.
Lewat ide baru kata Romer, sektor ekonomi masuk dalam fase baru yakni persaingan yang semakin sengit. Dalam hal ini, teknologi menjadi hal mutlak yang harus dimiliki sejumlah perusahaan demi mempertahankan eksistensi bisnisnya.
Go-Jek berada di posisi kuat yang harus menjadi teman bagi sejumlah perusahaan yang bergerak di sektor ritel. Bergabungnya Astra pada komposisi bisnis Go-Jek sangat menarik untuk dibahas. Astra dengan tentakel bisnis mulai dari transportasi hingga jasa keuangan, tentu bisnisnya bakal terus menguat seiring dengan kepemilikan saham di Go-Jek.
Apa itu? Astra mendapat tambahan data pelanggan dari Go-Jek dan layanan bisnis. Go-Jek memang punya pelbagai jenis jasa mulai dari transportasi, pengantar makanan, kurir barang, jasa kebersihan dan kecantikan. Hingga jasa perbelanjaan. Tentu itu semua bakal menjadi aset bagi Astra yang pun bergerak di sektor ritel.
Data pelanggan dan pengemudi Go-Jek bisa menguntungkan bagi anak usaha Astra yang bergerak di sektor keuangan seperti perbankan dan asuransi. Rantai bisnis Astra pun berputar di Go-Jek.
Pengemudi yang butuh kendaraan baru baik dalam: motor atau mobil bisa ditawarkan dari sejumlah produk kendaraan bermotor Astra. Selanjutnya, untuk mencicil kendaraan dapat menggunakan lembaga kredit Astra. Terakhir, perlindungan risiko kredit kendaraan baik berupa kendaraan dan pemilik berasal dari perusahaan asuransi Astra.
Hal ini diakui oleh Chief Executive Officer (CEO) Go-Jek Indonesia Nadhiem Makarim. "Bisa saja, asal berguna dan mensejahterakan pengemudi kami serta bisnis kami, tentu terbuka peluang kerjasama seperti itu," tukas Nadhiem pada Senin (12/2).
Nadhiem punya alasan kenapa Go-Jek membuka peluang kawin secara bisnis dengan banyak investor lokal. Katanya, sebagai benteng menghadapi persaingan bisnis teknologi dengan luar negeri.
Seperti diketahui, sejumlah investor lokal dan luar telah menanamkan uang ke unicorn asli Indonesia ini. Sebut saja PT Global Digital Niaga (GDN) yang merupakan anak usaha dari PT Global Digital Prima (GDP) dari grup milik Djarum, secara resmi mengumumkan investasinya kepada Go-Jek.
Meski sambil berkelakar, Nadhiem serius mengatakan bahwa misinya ingin agar seluruh founder bisnis Indonesia bersatu lewat Go-Jek. Hal ini pula lah yang mendorongnya mengakuisisi fintech pada Desember 2017.
"Fintech yang baru diakuisisi masuk dalam tim nasional atau Timnas. Sesama founder asal Indonesia harus bersatu, kalau tidak kita bisa terpecah belah," tukas Nadhiem.
Nah, pertanyaannya di tengah guyuran dana-dana segar tersebut kapan dan dimana rencana Go-Jek untuk menjadi perusahaan terbuka atau Initial Public Offering (IPO)? Tentu harapan masyarakat Indonesia kalaupun akhirnya Go-Jek memilih untuk menjadi perusahaan terbuka, bisa dilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Lebih hebat lagi jika saham Go-Jek bisa dimiliki oleh para pengemudinya. Tentu bukan sekedar menaikan derajat tukang ojek atau supir kan? Tapi membuka peluang mereka untuk lebih melek soal keuangan.
Harapan terakhir, semua masyarakat juga menunggu agar Go-Jek bisa segera mungkin listing di BEI. Mungkin tahun ini, tahun depan atau tahun berikutnya.