Indeks Performa Logistik Indonesia berada di peringkat ke-46 pada 2020. Posisi tersebut tertinggal dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Untuk memperbaikinya, diperlukan kemampuan membangun budaya maritim, seperti pengelolaan sumber daya laut, pengembangan infrastruktur, serta konektivitas.
Karenanya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, menyatakan, diperlukan pembangunan tol laut sebagai salah satu upaya penyedia jaringan angkutan laut secara tetap dan teratur serta menghubungkan pelabuhan besar dan kecil di Nusantara.
"Konsep tol laut yang sejalan dengan Nawacita Presiden, di mana kita mendapat arahan untuk visi Indonesia 2045, yaitu pembangunan dan pengembangan infrastruktur yang menghubungkan produksi ke distribusi dari wilayah barat sampai timur Indonesia," ujarnya dalam webinar, Selasa (23/11).
Erick sesumbar, pelabuhan di Tanah Air dapat menjadi super hub bagi kawasan ASEAN. Kilahnya, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA), terutama di lautan.
"Kita tidak mau pelabuhan Indonesia hanya menjadi hub, tapi kita mau Indonesia menjadi super hub di Asia Tenggara yang menuju Eropa dan lain-lain," lanjutnya.
Saat ini, terangnya, industri logistik Indonesia tengah menghadapi banyak tantangan, terutama dalam menghadapi persaingan global. Tantangan itu di antaranya kerentanan rantai pasok global seperti kekurangan kontainer, keterlambatan pengiriman, serta supply and demand gap.
Tantangan lainnya adalah kebijakan perdagangan global, seperti proteksionisme, perang dagang/harga, dan peningkatan pajak. Terakhir, global shock, di mana pelemahan ekonomi akibat pandemi Covid-19 berimbas pada penurunan demand di sejumlah komoditas, seperti bahan baku industri, produk jadi industri (otomotif dan elektronik), barang impor dan ekspor, serta pertambangan.
Sejak penyatuan Pelindo, papar Erick, BUMN menugaskan lima sasaran pengembangan industri pelabuhan nasional, yakni peningkatan daya saing global, peningkatan efisiensi opersional, peningkatan sinergi, peningkatan sinergi, dan pengembangan SDM.
"Selain itu, penyatuan ini dilakukan agar efektivitas tol laut berjalan sesuai dengan rencana sekaligus mengatasi berbagai kendala, terutama logistik dan biaya logistik yang tinggi," ucapnya.
Menurutnya, kemampuan mengatasi biaya logistik sangat berpengaruh dalam meningkatkan daya saing Indonesia. Saat ini, biaya logistik dalam negeri tergolong tinggi dibandingkan negara-negara lain, sekitar 23% dari GDP. "Singapura 8%, India 13%, Malaysia 13%."
Selain efisiensi biaya logistik nasional, manfaat lain yang akan diberikan Pelindo Terintegrasi adalah pengembangan jaringan pelayaran terintegrasi, peningkatan kapasitas pelabuhan dan percepatan standardisasi operasional, serta peningkatan akses dan kedalaman kolam pelabuhan.
"Efisiensi biaya logistik akan memberikan pengaruh terhadap meningkatnya perekonomian nasional, di mana memang Indonesia harus menjadi sentralnya dunia, terlebih lagi saat ini Indonesia menjadi Presiden G20," tuturnya.
Dia menambahkan, ada lima isu utama yang menjadi faktor tingginya biaya logistik nasional. Pertama, regulasi pemerintah tidak kondusif, seperti lamanya lead time clearance pelanggan di pelabuhan. Kedua, rendahnya efisiensi value chain darat, seperti kurangnya akses layanan jalan, kereta, dan trucking.
Ketiga, rendahnya efisiensi value chain maritim, seperti pelayaran yang sangat terfragmentasi dan tingginya penggunaan kapal kecil. Keempat, belum optimalnya operasi dan infrastruktur pelabuhan. Terakhir, supply-demand yang tidak seimbang, seperti permintaan yang terkonsentrasi di Jawa menyebabkan peti kemas kosong.
Sebagai informasi, merger Pelindo disebut sebagai langkah awal menjadi operator terminal peti kemas terbesar ke-8 di dunia. Di mana, dengan total throughout peti kemas sebesar 16,7 juta TEUs.
Tujuan lainnya, menjadi salah satu major player pelabuhan dunia dengan total aset gabungan sebesar Rp112 triliun serta menjadi salah satu perusahaan pelabuhan dengan profitabilitas tertinggi di dunia dengan laba gabungan Rp3 triliun.
Dengan demikian, kata Erick, dibutuhkan adanya kolaborasi lintas kementerian, pemerintah daerah (pemda), lembaga, swasta, dan komponen masyarakat untuk mewujudkan sebagai poros maritim dunia dan tol laut.
Sebagai bagian dari kolaborasi, Kementerian BUMN diklaim akan tetap menjadi mitra abadi bersama Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dalam membangun konektivitas logistik di jalur laut.
"Kita selalu berusaha bertukar pikiran apakah mengenai logistik laut, logistik udara juga yang challenging, serta tentunya hal-hal lain yang kita pastikan harus ada sinergi yang tentu tidak berdiri sendiri-sendiri," tutup Erick.