Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dinilai diskriminatif dalam menerapkan larangan ekspor mineral mentah. Sebab, 5 perusahaan, seperti PT Freeport Indonesia (PTFI) dan juga PT Amman Minerals Industri (AMNT), diizinkan mengekspor konsentrat tembaga dengan ketentuan khusus.
Sebagai informasi, larangan ekspor mineral mentah, utamanya bauksit, efektif berlaku pada 10 Juni 2023. Kebijakan ini sesuai mandat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
Kendati demikian, beberapa perusahaan diperkenankan mengekspor mineral mentah hingga 2024. Dalih Kementerian ESDM, progres pembangunan fasilitas pengolahan hasil tambang (smelter) sudah di atas 50%.
Ketua Umum Asosiasi Pemasok Batu Bara dan Energi Indonesia (Aspebindo), Anggawira, menyampaikan, pihaknya sepakat dengan kebijakan itu. Pangkalnya, diatur dalam UU Minerba dan wajib dipatuhi.
"Yang menjadi problem bukan soal implementasinya, tetapi soal keadilannya. Pemerintah melarang ekspor bauksit ditetapkan per 10 Juni kemarin dan menyusul mineral mentah lainnya. Tetapi, di sisi lain, ada mineral mentah lainnya yang masih diberikan izin untuk ekspor. Di mana letak keadilannya?" tuturnya.
"Kenapa relaksasi izin ekspor tembaga diberikan pada perusahaan besar, macam PTFI dan Amman? Seharusnya kalau pemerintah ingin membantu, bantulah pengusaha tambang yang kecil, bukannya memberikan 'karpet merah' bagi pemilik perusahaan besar," sambungnya.
Anggawira berpendapat, hilirisasi minerba mestinya tidak berhenti pada pembangunan smelter, tetapi dilanjutkan dan didukung penyerapan hasil olahan oleh industri dalam negeri. "Yang tidak kalah penting di sini adalah komitmen dan political will berkesinambungan dari pemerintah."
"Kami sebagai pengusaha butuh kepastian aturan main dalam industri agar bisa bergerak cepat dan memastikan comply pada peraturan yang ada. Kami siap bersama-sama dengan pemerintah untuk memajukan Indonesia, dalam hal ini khususnya melalui sektor minerba," katanya dalam keterangannya.