Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank telah mengucurkan utang kepada Duniatex Group Rp3,04 triliun.
Direktur Eksekutif LPEI Sinthya Roesly mengatakan bahwa pihaknya akan mencari solusi terbaik terkait adanya kesulitan keuangan yang tengah dialami perusahaan tekstil Duniatex Grup.
“Kita akan lihat dan cari solusi terbaik dengan sesuaikan cashflow agar bisnis Duniatex tetap bisa berlanjut,” katanya saat ditemui di Kawasan SCBD, Jakarta, Rabu (31/7).
Sinthya menjelaskan, Eximbank sudah menyalurkan pembiayaan kepada Duniatex Group sejak 2007 dan saat ini telah menyalurkan total pinjaman sebesar Rp3,04 triliun.
Total dana tersebut dibagi dalam beberapa bagian, seperti Rp2,12 triliun untuk Kredit Modal Kerja (KMK) pinjaman jangka pendek, Rp755,88 miliar untuk pinjaman jangka panjang, serta Rp173,19 miliar untuk porsi jangka pendek dari pinjaman bank jangka panjang.
Pembiayaan tersebut digunakan untuk 8 pabrik dengan 50 ribu pegawai dari total 26 pabrik yang dimiliki oleh Duniatex sehingga LPEI telah menerjunkan tim independen serta berkoordinasi dengan pemilik Duniatex Group.
“Kita masih ingin memastikan, selain restrukturisasi yang berjalan, keberlanjutan bisnis ini ke depan juga penting,” ujarnya.
Sinthya melanjutkan, sebenarnya ia tidak pernah menyangka bahwa debiturnya sedang mengalami kasus gagal bayar obligasi karena selama ini pembiayaan yang disalurkan kepada Diniatex Group terbilang lancar.
“Selama bekerja sama dengan LPEI tidak pernah terjadi tunggakan, selalu tepat waktu. Kinerja pembayaran mereka sangat baik, tidak pernah missed,” katanya.
Pembiayaan UMKM
Eximbank menganggarkan 15,09% dari total dana pembiayaan atau sekitar Rp15,89 triliun untuk membantu sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Usaha Menengah Berorientasi Ekspor (UMBE).
“Total dana untuk pembiayaan dan piutang kita Rp105,3 triliun, nah 15,09%-nya untuk UMKM karena kita ingin membantu pemerintah untuk meningkatkan daya saing pelaku ekspor khususnya pada UMKM,” kata dia.
Sinthya menjelaskan bahwa hal tersebut berkaitan dengan pemerintah yang telah menerbitkan PP 43/2019 tentang Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional (KD PEN) sehingga LPEI mempunyai tanggung jawab sebagai fasilitator dan agregator untuk kegiatan ekspor.
“Kami memberikan fasilitas yang tepat bagi mereka (pelaku UMKM) untuk bisa menghasilkan produk yang berkualitas dan memiliki daya saing yang kompetitif,” ujarnya.
Fasilitas pertama yang diberikan oleh LPEI kepada para pelaku UMKM adalah dengan membangun Coaching Program For New Exporter (CPNE) yang akan mengajarkan berbagai pengetahuan mulai dari pemilihan produk, pengemasan, memperkenalkan produk, perizinan, keuangan, legal, hingga risiko asuransi.
“Program kita berikan selama setahun agar memiliki pengetahuan tentang itu dan memahami siklus ekspor dari suatu produk karena ekspor itu tidak hanya sekali jualan tapi akan terus berkelanjutan,” katanya.
Sinthya melanjutkan, LPEI tidak membatasi jenis UMKM yang ingin bergabung karena menurutnya setiap wilayah mempunyai karakteristik produk untuk ekspor yang berbeda, seperti Makassar yang fokus pada sektor perikanan, Bali untuk bahan baku kecantikan, dan makanan ringan dari Surabaya.
“Banyak yang sudah berhasil lalu melakukan ekspor, seperti produk snack berbahan ikan teri dari Surabaya berhasil keluar sampai Jepang,” katanya.
Ia pun menargetkan bisa membantu menyukseskan sekitar 50 sampai 60 UMKM per tahun agar bisa mengekspor dagangan para pelaku usaha tersebut.
“Kita juga ada indikator yang harus kita capai yaitu membangun sekitar 50 sampai 60 UMKM, itu menjadi misi kita,” ujarnya.
Laba ambrol
Dari sisi kinerja, Eximbank pada Semester I-2019 membukukan laba sebesar Rp43,8 miliar. Capaian itu tercatat ambrol hingga 89,14% dibandingkan dengan Juni 2018 lalu yaitu Rp403,34 miliar.
“Kita memang memiliki fokus dalam mendorong pembiayaan ekspor dari pada mengejar keuntungan,” kata Sinthya.
Ia mengaku saat ini pihaknya sedang melakukan berbagai perbaikan seperti revitalisasi model bisnis, pemantapan pelaksanaan mandat, penguatan internal proses, serta perbaikan kualitas aset.
Ia melanjutkan, LPEI mencatat aset dengan total Rp118,39 triliun untuk semester I-2019 serta penyaluran dana untuk pembiayaan dan piutang sebesar Rp105,03 triliun.
Pembiayaan ekspor itu diberikan untuk sekitar 1.300 pelaku ekspor dengan produk dan jasa yang disebar ke 160 negara. Hal itu secara tidak langsung juga membantu penyerapan tenaga kerja sebesar 2,42%.
“Ya otomatis kemiskinan juga tertekan sekiranya sekitar 0,717% karena angka penganggurannya menurun meskipun hanya sedikit,“ ujarnya.
Bahkan, ia menuturkan bahwa pihaknya menganggarkan 15,09% dari total dana pembiayaan atau sekitar Rp15,89 triliun untuk membantu sektor UMKM dan Usaha Menengah Berorientasi Ekspor (UMBE).
Sinthya melanjutkan, pada paruh pertama tahun ini bisnis untuk penjaminan pada LPEI bernilai Rp11,72 triliun dan asuransi mencapai Rp8,46 triliun.
Berbagai dana pembiayaan tersebut dialirkan kepada beberapa sektor perekonomian, seperti 49,03% untuk perindustrian, pertanian sebesar 16,04%, pertambangan 9,96%, konstruksi 7,84%, pengangkutan 5,18%, dan sektor lainnya yang memiliki jatah 11,95%.
“Kita masih membutuhkan berbagai perbaikan agar bisa berperan lebih jauh ke depan bagaimana kita bisa membantu ekspor nasional,” katanya. (Ant)