Perusahaan konstruksi PT Hutama Karya (Persero) menjadi salah satu perusahaan yang mendapatkan tambahan dana penyertaan modal negara (PMN). Rencananya, pemerintah akan mengucurkan dana Rp7, 5 triliun untuk penyelesaian proyek Tol Trans Sumatera.
Ekonom Faisal Basri menyebut PMN itu salah sasaran. Alasan pemberian PMN bagi Hutama Karya dinilai terlalu dipaksakan.
Faisal membeberkan, di dalam rapat bersama dengan Komisi XI DPR, pemerintah menyebutkan alasan pemberian PMN karena proyek jalan tol Hutama Karya menyerap banyak tenaga kerja. Padahal, menurutnya, pembangunan jalan tol saat ini lebih banyak menggunakan mesin, seperti excavator dan alat berat lainnya. Tidak tepat jika dikatakan proyek padat karya.
"Masya Allah ini sudah keterlaluan, jalan tol sekarang sedikit tenaga kerjanya, semua adalah alat-alat berat. Ini alasan yang dipaksakan sekali," kata Faisal dalam video conference, Rabu (10/6).
Faisal menuturkan, saat ini satu-satunya pembangunan jalan yang banyak melibatkan tenaga kerja adalah pembangunan jalan desa untuk akses ke sawah warga dan perkampungan.
"Tol ini tidak padat karya sama sekali. Tidak pernah melihat ada sekumpulan orang bekerja bahu-membahu di jalan tol. Jadi terlalu dipaksakan," ujarnya.
Dia menduga, PMN tersebut terpaksa disalurkan pemerintah karena terganggunya cashflow Hutama Karya akibat utang pemerintah sebesar Rp2,3 triliun yang telat bayar. Ketika krisis seperti masa pandemi Covid-19, maka cashflow perusahaan semakin terganggu. Pemerintah mau tidak mau harus menyuntikkan modal untuk menolong Hutama Karya dari seretnya modal usaha.
"Jadi ini mencerminkan BUMN selama lima tahun terakhir harus menanggung beban di luar kemampuannya. Dalam situasi tambal sulam, masih bisa di carry over. Di masa krisis (pandemi), tak ada kemewahan itu, muncul ini semua," ucapnya.
Faisal mengatakan, situasi krisis yang dipantik oleh pandemi Covid-19 ini hanya menunjukkan wajah pemerintah dalam mengelola ekonomi dan betapa tidak disiplinnya pengelolaan fiskal nasional.
"Sekali lagi, krisis ini menunjukkan betapa ada yang salah dalam pengelolaan ekonomi kita. Ini sangat mengganggu, sehingga menimbulkan penilaian betapa ada kemunduran dalam disiplin fiskal. Jangan coba-coba membuat program yang membuat moral hazard yang lain," tuturnya.