Ekonom Senior Faisal Basri mengatakan di sepanjang 2021, telah terjadi pelemahan institusi melalui politik dan ekonomi. Khusus di sektor ekonomi, pelemahan terjadi melalui kelahiran anak cucu Undang-Undang Cipta Kerja.
Misalnya, PP No 26 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian dan Kepmenperin No 23 Tahun 2021. Menurutnya aturan ini membunuh pabrik gula berbasis tebu, yang nantinya akan menghabiskan sejarah pergulaan di Indonesia.
Kemudian PP 96 Tahun 2021 tentang Minerba khususnya untuk batu bara. Di mana produksi batu bara boleh sampai habis, tidak perlu membayar pajak ekspor dan lain-lain.
Lalu, PP 34 Tahun 2021 tentang TKA. Tenaga kerja asing semua dibuka posisi asing kecuali personalia. Lalu RUU Energi Baru Terbarukan (EBT). Disusul dengan Putusan MK soal UU Cipta Kerja Inkonstitusional bersyarat.
"Semua di atas bermuara untuk memuluskan cengkeraman oligarki," paparnya dalam webinar 'Evaluas dan Outlook 2022 Ekonomi Politik Indonesia, Jumat (31/12).
Kemudian dari sisi politik terjadi penurunan indeks demokrasi. Pelemahan KPK yang membuat kemerosotan corruption perception index. Kemudian melahirkan gagasan amandemen UUD 1945.
Lalu wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Dan terakhir mempertahankan presidential threshold.
Lebih lanjut Faisal mengatakan, di tengah pelemahan institusi ini, pemerintah juga memberhalakan investasi. Bahkan pemerintah melalui Menteri LHK menyampaikan pembangunan besar-besaran di era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi.
"Dikumandangkan Siti Nurbaya, gak bisa berhenti atas nama emisi. Ini kan luar biasa, pembangunan besar-besaran artinya pertumbuhan ekonomi menguat," jelasnya.