Harga batu bara acuan (HBA) mengalami penurunan pada Februari 2023 sebesar US$28,16 per ton dibandingkan Januari 2023. Dengan demikian, HBA saat ini tercatat US$277,05 per ton. Penurunan ini dipengaruhi oleh menghangatnya cuaca di benua Eropa.
"Penurunan harga batu bara ini dikarenakan menurunnya permintaan batu bara dari Eropa yang disebabkan cuaca di Eropa sudah mulai menghangat," ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Agung Pribadi, dalam keterangan resminya, Senin (13/2).
Faktor berikutnya, sambung Agung, pelemahan harga gas alam Eropa. "Sehingga, semua indeks yang mempengaruhi HBA turun."
Sebelumya, pada Januari 2023, HBA sempat naik ke harga US$305,21 per ton, yang dipicu gangguan distribusi batu bara di Australia pada awal tahun ini. Australia adalah salah satu negara pemasok batu bara global.
Agung mengungkapkan, ada 2 faktor turunan yang menjadi pengaruh pergerakan HBA, penawaran (supply) dan permintaan (demand). Turunan penawaran dipengaruhi cuaca, teknis tambang, kebijakan negara penyuplai, hingga teknis supply chain, seperti kereta, tongkang, hingga loading terminal.
Adapun turunan permintaan dipengaruhi kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro.
HBA adalah harga yang ditentukan berdasarkan rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Necastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kilo kalori (kcal) per kilogram (kg) GAR, total moisture 8%, total sulphur 0,8%, dan ash 15%.
"Nantinya harga ini akan digunakan secara langsung dalam jual beli komoditas batu bara (spot) selama satu bulan pada titik serah penjualan secara free on board di atas kapal pengangkut (FOV vessel)," tutur Agung.