close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pemilik dan pendiri KaIND, Melie Indarto dalam acara Peluncuran Tokopedia Hijau, di Jakarta, Rabu (14/12/2022). Alinea.id/Erlinda PW
icon caption
Pemilik dan pendiri KaIND, Melie Indarto dalam acara Peluncuran Tokopedia Hijau, di Jakarta, Rabu (14/12/2022). Alinea.id/Erlinda PW
Bisnis
Kamis, 15 Desember 2022 08:08

Fesyen berkelanjutan asal Pasuruan, berhasil ciptakan fabrikasi serat sutra

KaIND merupakan satu-satunya merek fesyen di Indonesia yang bisa memproduksi serat eri menjadi benang fabrikasi.
swipe

KaIND yang merupakan salah satu merek fesyen berkelanjutan atau sustainable fashion adalah produk fesyen dengan memanfaatkan sumber daya alam, sehingga diklaim menggunakan bahan yang seratus persen organik dan biodegradable. Lahir di tahun 2015, ide fesyen berkelanjutan ini berawal dari tiga keresahan utama pendiri sekaligus pemiliknya, Melie Indarto asal Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

Keresahan pertama dari Melie yakni siklus industri fesyen berjalan sangat cepat yang menimbulkan jejak emisi karbon terbesar kedua di dunia, baik dari proses pewarnaan, menjahit, hingga pascaproduksi. Kedua, Melie mengaku jumlah pembatik dan penenun di sekitar daerah asalnya memiliki jumlah yang menurun drastis selama 20 tahun ke belakang dan menyisakan sekitar 10% pengrajin berusia lanjut. Bahkan menurutnya, desa penenun di Pasuruan terbilang mati karena tidak memiliki penerus.

Kemudian keresahan ketiga yaitu menurutnya, Indonesia belum bisa menjadi negara penghasil sutra. Seluruh kebutuhan sutra dalam negeri, 95% diperoleh dari impor.

“Keresahan-keresahan ini lah yang mendorong saya untuk mencari solusi dengan membuat sebuah brand fashion  yang menerapkan sustainable. Jadi semua proses dan bahannya kita benar-benar zero waste dan turut serta melestarikan budaya membatik dan menenun,” kata Melie kepada Alinea.id usai menjadi pembicara dalam Peluncuran Tokopedia Hijau, di Jakarta, Rabu (14/12).

Melie menyebutkan, brand miliknya berhasil memberikan solusi dari tiga kecemasannya, yaitu pertama ia menggunakan bahan yang ramah lingkungan atau biodegradable yang 100% organik. Merek KaIND, kata Melie, menggunakan ulat sutra eri dari para petani ulat sutra di Pasuruan. Petani-petani tersebut merupakan hasil bimbingan KaIND yang semula sekadar komunitas petani dan kini berubah menjadi koperasi petani kupu sutra.

“Petani ini bukan under KaIND. Jadi mereka ini di bawah koperasi sendiri. Kita di awal hanya membina, dari dulu awalnya sutra yang dihasilkan seratnya masih kotor, sekarang sudah putih bersih dan bisa masuk mesin pintal fabrikasi. Ini bentuk kita turut memberdayakan petani sutra eri lokal,” cerita Melie.

“Budi daya kepompong yang dilakukan petani juga secara etis. Kita tidak membunuh pupa yang di dalam kepompong, tetapi kami keluarkan pupa yang sudah mature dengan digunting satu-satu kepompongnya. Jadi pupa ini bisa evolve menjadi kupu-kupu, siklus hidupnya penuh tidak ada yang kita potong,” sambungnya.

Ia juga mengklaim, KaIND merupakan satu-satunya merek fesyen di Indonesia yang bisa memproduksi serat eri menjadi benang fabrikasi, bukan sekadar benang pintal. Sehingga produk yang dihasilkan bisa jauh lebih murah yaitu seperlima dari harga sebenarnya yang mencapai sekitar Rp2 juta per meter.

“Fabrikasi kita berhasil cut cost production, dengan kita bisa menyerap hasil panen petani lebih banyak lagi. Jadi kita kumpulkan hasil panen serat sutra di Pasuruan, kita bawa ke Tegal di PT Lakumas untuk dipintal jadi fabrikasi. PT Lakumas ini yang mengeblend dengan serat tencel atau serat organik dari wood pulp atau kulit kayu yang bersertifikasi ramah lingkungan. Setelah difabrikasi, dikirim lagi ke Pasuruan untuk ditenun dan dibatik,”ungkapnya.  

Solusi permasalahan kedua yaitu regenerasi pengrajin tenun dan batik di Pasuruan yang dilakukan KaIND melalui pelatihan gratis bagi pemuda di sekitar lokasi produksi mereka atau empower village. Pembinaan diberikan bagi siapa saja yang ingin belajar, yang secara umum dilakukan selama dua minggu. Mereka yang belajar akan diberi kesempatan menenun dan membatik dengan motif asli kekayaan alam dan budaya di Jawa Timur. Tak hanya itu, mereka pun diberikan upah belajar.

“Jadi kita rekrut teman-teman sekitar, ada yang supir truk, kuli bangunan, belum kerja, siapapun dengan latarbelakang apapun kita ajak yang mau belajar, semua diajak ke workshop KaIND,” katanya.

Keresahan ketiga dijelaskan Melie melalui keberhasilannya memproduksi benang fabrikasi dari serat sutra eri yang telah ia kembangkan sejak setahun lalu.

Dalam proses produksinya, Melie juga menegaskan tidak menyisakan bahan sama sekali. Setiap bahan yang tersisa kemudian di upcycle menjadi produk baru dengan nilai jual yang sama seperti produk sebelumnya.

“Kalau ada bahan sisa atau gagal produksi nih dari temen-temen yang ikut latihan, itu kita upcycle lagi jadi produk yang nilai jualnya sama, jadi tidak menurunkan nilai produk itu. Kalau untuk kain sutra, kita gunakan cuttingan fashion yang zero waste atau jadi scarf,” tandas Melie.

Adapun produk KaIND tersedia dalam beragam model, seperti scarf, baju, sandal, dompet, pillow cushion, sleep mask, dan banyak lainnya. Kata Melie, produknya pun laris pasar ekspor dengan penjualan 50% merambah Singapura, Hawai, Amerika, Jepang, Kanada, dan Australia. 50% penjualan lainnya berhasil dipasarkan di dalam negeri.

KaIND sendiri menjadi salah satu produk yang tersedia di Tokopedia Hijau. Platform Tokopedia Hijau merupakan inisiasi Tokopedia guna mendorong masyarakat untuk lebih memakai produk yang ramah lingkungan. Dalam Tokopedia Hijau, terdapat beragam program, antara lain Edukasi Seller Hijau yang menjadi wadah untuk memandu dan membangun bisnis ramah lingkungan seperti webinar yang bisa diakses penjual secara gratis.

Ada juga program Inkubasi Seller Hijau yang merupakan rangkaian proses seperti kelas intensif dan kampanye daring, untuk lebih memberdayakan penjual ramah lingkungan. Program ini juga melibatkan social enterprise The Local Enablers yang menyasar penjual dengan produk dan kemasan ramah lingkungan, serta usaha berkelanjutan yang berdampak ada sosial dan lingkungan.

img
Erlinda Puspita Wardani
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan