Lembaga pemeringkat global Fitch Ratings menegaskan peringkat utang Indonesia pada level BBB dengan prospek stabil atau investment grade.
Bank Indonesia memandang penegasan peringkat utang Indonesia dari Fitch Ratings menjadi BBB dengan prospek (outlook) stabil merupakan pengakuan atas ketahanan eksternal ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global. Fitch menegaskan peringkat sovereign credit rating RI pada level BBB prospek stabil (Investment Grade/Layak Investasi) per 14 Maret 2019.
"Itu merupakan keyakinan lembaga pemeringkat utang atas perekonomian Indonesia dan resiliensi sektor eksternal Indonesia di tengah kondisi ekonomi global yang masih dipenuhi ketidakpastian," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (14/3).
Ke depan, Bank Sentral akan tetap konsisten menempuh bauran kebijakan untuk memperkuat stabilitas eksternal dan mendorong momentum pertumbuhan ekonomi.
"Untuk itu, koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait juga akan terus dipererat," kata Perry.
Beberapa faktor yang mendukung keputusan tersebut, ujar Perry, adalah prospek pertumbuhan ekonomi yang baik dan beban utang pemerintah yang relatif rendah di tengah tantangan ketergantungan terhadap sumber pembiayaan eksternal dan juga penerimaan pemerintah yang rendah.
Perry memandang prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menunjukkan penguatan dibandingkan dengan negara-negara dengan kapasitas ekonomi serupa (peers).
Permintaan domestik diperkirakan tetap baik di tengah kinerja ekspor yang terbatas karena permintaan global yang melambat. Konsumsi dan investasi tetap menjadi sumber utama pertumbuhan seiring dengan adanya bonus gaji pegawai negeri sipil (PNS), peningkatan dana bantuan sosial, dan pelaksanaan berbagai proyek infrastruktur khususnya oleh BUMN.
Dari sisi eksternal, sovereign credit Indonesia diyakini tetap aman dan memadai dalam menghadapi kemungkinan terjadinya pergerakan nilai tukar yang cukup signifikan. Hal itu bisa saja terjadi jika otoritas moneter Amerika Serikat kembali melakukan pengetatan kebijakan moneter pada akhir tahun.
Dia menambahkan rendahnya beban utang pemerintah dibanding negara-negara lain menjadi faktor peredam tekanan sementara.
Inflasi Indeks Harga Konsumen secara rata-rata diperkirakan mencapai 3,4% di 2019 dan suku bunga kebijakan diperkirakan tidak akan berubah.
Hal ini sejalan dengan tujuan BI untuk memperkuat stabilitas eksternal dengan mengendalikan defisit neraca berjalan dan menjaga daya tarik aset keuangan Indonesia. Perry menuturkan BI akan menempuh pelonggaran kebijakan makroprudensial dalam waktu dekat.
Pada sisi fiskal, pengurangan defisit fiskal menjelang pelaksanaan Pemilu 2019 menunjukkan sikap konservatif Indonesia di bidang kebijakan fiskal.
"Defisit fiskal tercatat 1,8% dari PDB pada tahun 2018 atau lebih rendah daripada defisit fiskal pada 2017 yang mencapai 2,3%, sebagian besar ditopang pertumbuhan penerimaan yang tinggi serta upaya untuk memperbaiki penerimaan pajak," ujar dia. (Ant).