Lembaga pemeringkat Fitch mempertahankan peringkat atau rating utang Indonesia pada posisi BBB dengan outlook yang stabil. Meskipun demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa beberapa area masih perlu perbaikan.
"Meski kita favorable dari sisi growth maupun rasio utang, namun kita juga memiliki beberapa area yang masih perlu untuk diperkuat, yaitu dari sisi ketergantungan terhadap external financing," katanya dalam konferensi pers virtual APBN Kita, Selasa (23/3).
Dia menjelaskan, di situasi saat ini di mana 124 negara mengalami penurunan peringkat utang, Indonesia justru tumbuh stabil.
Penurunan rating tersebut dilakukan oleh tiga rating agensi, yaitu Fitch menurunkan peringkat 51 negara, Moody’s 35 negara, dan SMV 38 negara. Sementara itu, 133 negara mengalami revisi outlooknya menuju ke negatif.
"Jadi kalau dilihat dari 124 negara dan 133 negara itu, Indonesia masih pada posisi stable dan posisi ratingnya tidak di-downgrade, ini merupakan suatu pencapaian yang patut disyukuri, meski kita tetap waspada dan harus bekerja keras untuk memperbaiki faktor-faktor struktural yang disampaikan oleh rating tersebut," ujarnya.
Adapun, dari laporan Fitch, Indonesia dianggap mampu menahan guncangan akibat pandemi tanpa dampak negatif bagi arah perekonomian jangka menengah. Indonesia dinilai mampu menciptakan prospek pertumbuhan jangka menengah dengan rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang relatif terjaga.
Reformasi struktural yang dijalankan juga memberi harapan bahwa Indonesia akan beranjak mencapai level yang semakin kompetitif dibandingkan negara dengan kategori BBB lainnya, baik dalam indikator tata kelola maupun dalam tingkat PDB per kapita.
Dengan berbagai upaya yang dilakukan pemerintah, Fitch optimistis terhadap proses pemulihan ekonomi Indonesia. Fitch memproyeksikan pertumbuhan PDB sebesar 5,3% di tahun 2021 dan 6,0% di tahun 2022.
"Pemulihan ekonomi didukung belanja stimulus pemerintah dan peningkatan ekspor," tulis laporan tersebut.
Fitch memandang pembangunan infrastruktur menjadi kunci prioritas jangka menengah. Pembentukan Sovereign Wealth Fund atau Lembaga Pengelola Investasi (LPI) dinilai akan membantu membiayai pembangunan infrastruktur ke depan.
Fitch memproyeksikan konsolidasi fiskal akan berjalan secara gradual, defisit fiskal akan menyempit di 2021 menjadi 5,6% dari 6,1% di 2020. Konsolidasi fiskal juga disebut harus diteruskan di tahun 2022, setelah dampak pandemi mereda.
Dengan dukungan luas di seluruh spektrum politik dan rekam jejak akumulasi utang yang rendah dibandingkan negara selevel, rencana pemerintah kembali ke pagu defisit 3% pada tahun 2023 dinilai menjadi sangat rasional.