close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) BAKN DPR RI di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (8/7/2020). Foto: dpr.go.id/Arief/Man
icon caption
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) BAKN DPR RI di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (8/7/2020). Foto: dpr.go.id/Arief/Man
Bisnis
Selasa, 04 Mei 2021 16:10

Misbakhun: Formulasi THR ala Sri Mulyani, amputasi hak pegawai

THR Lebaran 2021 dinilai kecil karena hanya berupa gaji pokok (gapok) plus tunjangan melekat, tanpa menyertakan tunjangan kinerja (tukin).
swipe

Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun, menyoroti munculnya petisi dari para aparatur sipil negara (ASN) yang mengeluhkan nilai tunjangan hari raya (THR) pada tahun ini. 

THR Lebaran 2021 dinilai kecil karena hanya berupa gaji pokok (gapok) plus tunjangan melekat, tanpa menyertakan tunjangan kinerja (tukin).

Pencairan THR ASN 2021 dilaksanakan melalui formulasi yang berbeda, antara Peraturan Pemerintah (PP) dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Menurut Misbakhun, pencairan ini modus baru yang dibuat oleh Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan. 

"Ada perbedaan antara keinginan Presiden Jokowi di PP dengan PMK yang dibuat Sri Mulyani sebagai Menkeu. Saya tidak tahu apa motivasi Menkeu membuat formulasi yang berbeda. Ini jelas kontroversial," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (4/5).

Menurut legislator Partai Golkar ini, sangat masuk akal dan rasional protes para ASN bahkan sampai membuat petisi penolakan THR ini. 

Pasalnya, itu adalah bagian suara hati dan suara batin para ASN yang merasa diperlakukan tidak adil karena apa yang sudah menjadi hak mereka menurut PP tetapi diamputasi di PMK. 

"Terlepas soal perjuangan mendapatkan haknya sebagai ASN. Petisi ini juga bagus supaya Bapak Presiden Jokowi tahu bahwa di kalangan ASN ada suara-suara yang merasa diperlakukan secara tidak adil oleh Sri Mulyani," ujarnya. 

Soal kementerian sultan yang disinggung oleh petisi, menurut Misbakhun, itu mengarah kepada Kementerian Keuangan. Karena selama ini dari sisi Tukin, IPK dan insentif lainnya Kementerian Keuangan memang lebih besar jumlah nilai nominal rupiah dan grading-nya. 

Sedangkan unit eselon 1 di Kemenkeu yang diduga sudah menerima empat kali tukin, dugaan Misbakhun, adalah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai. 

Sehingga di Kemenkeu ada istilah 'Anak Tiri' dan 'Anak Kandung'. Kemudian lahir istilah 'Anak Pungut'. Karena perlakuan yang berbeda-beda antar Direktorat Jenderal di Kemenkeu. 

"Perlakuan tidak adil soal pembayaran tukin di antara Direktorat Jenderal di Kemenkeu ini sudah lama saya dengar rumornya bahkan pembayaran tukinnya dilakukan secara sembunyi-sembunyi hanya disebarkan lewat WA group. Sehingga saat tertutup dan beredar di kalangan yang terbatas," tukasnya. 

Sebelumnya, beredar petisi di Change.org yang mempertanyakan kebijakan Kemenkeu terkait dengan pemberian THR yang hanya didasarkan pada gapok tanpa tukin. Petisi itu pun telah ditandatangani oleh 19.004 orang dan membutuhkan 25.000 tandatangan. 

img
Nanda Aria Putra
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan