close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Pemusnahan rokok ilegal di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Pabean Bengkulu, Bengkulu. Foto Antara/dokumentasi
icon caption
Ilustrasi. Pemusnahan rokok ilegal di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Pabean Bengkulu, Bengkulu. Foto Antara/dokumentasi
Bisnis
Rabu, 09 November 2022 18:19

GAPPRI: Peredaran rokok ilegal merupakan kejahatan luar biasa

Pemberantasan rokok ilegal cukup sulit, dan beberapa penegak hukum dari Bea Cukai justru menjadi korban.
swipe

Sekjen Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Willem Petrus Riwu mengungkapkan, struktur peredaran dan perdagangan rokok ilegal di Indonesia saat ini sudah sangat kuat. Meski demikian, data akurat mengenai peredaran rokok ilegal tidak bisa dipublikasi, kecuali untuk Badan Pusat Statistik (BPS).

“Terkadang pabrik hanya melihat saja, dan memberi informasi jika diminta. Pengalaman saya malah akhirnya jadi merugikan dan menyulitkan pihak pabrik. Kami melihat itu tupoksi pembina industri, pembina tenaga kerja, dan pembina petani. Seharusnya mereka punya data (peredaran rokok ilegal) itu,” kata Willem dalam keterangan resminya, diterima Rabu (9/11).

Sehingga Willem menegaskan, untuk pemberantasan rokok ilegal sepenuhnya harus menjadi tanggung jawab dan kewenangan Ditjen Bea dan Cukai. Namun ia mengingatkan, pemberantasan rokok ilegal harus dilakukan secara extraordinary atau luar biasa, karena peredaran rokok ilegal merupakan kejahatan luar biasa.

Bahkan Willem juga menilai pemberantasan rokok ilegal cukup sulit, dan beberapa penegak hukum dari Bea Cukai justru menjadi korban.

"Usul kami cara memberantas rokok ilegal yang aman, jangan menaikkan tarif cukai terlalu tinggi, agar perbedaan harga tidak terlalu besar antara rokok legal dan ilegal," tambahnya.

Tingginya tarif cukai menurut Willem justru akan membuat pabrik rokok legal harus membayar pungutan pajak yang lebih tinggi, sehingga keuntungan yang diperoleh menjadi sedikit. Sedangkan rokok ilegal dengan menjual harga murah tanpa membayar pajak, sudah berhasil memperoleh profit yang lebih tinggi.

"Bayangkan pabrik rokok legal harus membayar pungutan pajak, cukai dan pajak daerah sekitar 73%-82% dari nilai yang dijual. Jadi rokok ilegal menjual dengan harga 80% di bawah harga rokok legal sudah bisa profit dan berkembang, dan negara pasti kehilangan penerimaan serta mengancam UU APBN dan berdampak negatif bagi bangsa karena makin banyak yang beroperasi ilegal," tandas Willem.

Lebih lanjut, menurut Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Ditjen Bea dan Cukai Nirwala Dwi Heryanto, Bea dan Cukai terus meningkatkan pengawasan peredaran rokok ilegal dengan operasi “Gempur Rokok Ilegal”.

Berdasarkan data dari bea cukai, pada periode 2018 hingga 2022 terus meningkat dalam jumlah penindakan, namun barang hasil penindakan (BPH) cenderung menurun tiap tahunnya.

"Pada 2020, jumlah penindakan berjumlah 9.018 dengan kerugian negara mencapai lebih dari Rp662 miliar. Di 2021 jumlah penindakan naik menjadi 13.125 dengan kerugian negara mencapai Rp293 miliar. Sedangkan di  2022 hingga saat ini total penindakan meningkat menjadi 18.659 dengan total kerugian negara mencapai Rp407 miliar," kata Nirwala.

Sehingga Nirwala mengimbau perlunya kerja sama seluruh pihak dari pemerintah dan masyarakat untuk memberantas peredaran rokok ilegal ini. 

img
Erlinda Puspita Wardani
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan