PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. siap melebarkan sayap untuk menyebarkan implementasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Mikro. Program yang sedianya akan menggabungkan unsur Academy-Business-Community-Government (ABCG) ini, menggandeng universitas di berbagai daerah di Indonesia.
Langkah tersebut dilakukan perseroan untuk menciptakan pertumbuhan sektor properti yang positif dan berkelanjutan. Khususnya untuk menyasar kalangan masyarakat menengah ke bawah. Sebagai prototipe awal, Bank BTN mengajak Universitas Mulawarman untuk mengembangkan program kewirausahaan sosial di sektor properti tersebut.
Direktur Utama Bank BTN Maryono mengatakan, peluang bisnis properti di Indonesia masih sangat besar. Untuk itu, perlu ekosistem yang mampu menyokong sektor ini tumbuh positif dan berkelanjutan.
Salah satu yang bisa dimanfaatkan, lanjut Maryono, yakni kalangan perguruan tinggi. Apalagi, Indonesia memiliki sekitar 4.500 universitas yang bisa dikembangkan menjadi perguruan tinggi berkelas internasional.
Untuk menuju level internasional, imbuhnya, berbagai universitas tersebut perlu bertransformasi dalam bidang akademik maupun non-akademik, termasuk mengembangkan kewirausahaan. Salah satu program kewirausahaan yang disiapkan Bank BTN yakni socio-technopreneurship berupa KPR Mikro ABCG.
“Kami telah mengimplementasikan program KPR Mikro ABCG tersebut dengan Universitas Diponegoro di Kendal. Hal tersebut dapat menjadi peluang bagi Universitas Mulawarman untuk melakukan hal serupa di Samarinda dan sekitarnya. Kami pun siap menggajak universitas-universitas lain di seluruh Indonesia,” jelas Maryono dalam rilisnya, Minggu (30/9).
Adapun, KPR Mikro ABCG merupakan skema hasil kolaborasi empat pihak yang terdiri atas akademisi, dunia usaha, komunitas, dan pemerintah. Tujuannya, agar mereka mampu memiliki rumah swadaya.
Skema KPR ini menyasar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) unbankable di Indonesia yang masih hidup di rumah kontrakan dan lingkungan tidak layak huni.
Menurut Maryono, melalui program KPR mikro ABCG tersebut, sertifikat tanah yang ada bisa langsung dipecah, kemudian masyarakat kategori MBR bisa segera memiliki rumah dan tanah dengan harga murah dan jangka waktu lebih pendek. “Jadi ini yang memberikan kemudahan dan sangat ringan bagi masyarakat yang berpenghasilan tidak tetap,” imbuhnya.
Ia juga mengungkapkan skema KPR Mikro ABCG tersebut juga bisa diterapkan di semua daerah, termasuk juga di Samarinda. Nantinya, akan dibuatkan untuk komunitas dan teknis pendekatannya di universitas dan kabupaten yang siap.
Bank BTN, tambahnya, juga bisa memberikan kerja sama dengan universitas dalam hal menginisiasi membuat inovasi inkubator bisnis tingkat awal. Hingga saat ini, perseroan telah membuat BTN Zone dengan berbagai fasilitas di perguruan tinggi-perguruan tinggi di Indonesia.
“Kami pun akan kembangkan suatu pembinaan pada startup mahasiswa untuk diberikan binaan. Apalagi kami akan bekerjasama dengan plug and play yang ada di Amerika,” ujar Maryono.
Maryono memaparkan, perseroan pun tetap berkomitmen dalam mendukung program pengembangan perguruan tinggi di Indonesia. Beberapa langkah yang disiapkan mulai dari kerja sama penelitian dan pengembangan, program pendidikan dan pelatihan, hingga seminar yang berkaitan dengan perumahan.
“Selain itu, kami juga akan terus mengembangkan program-program kewirausahaan lainnya khususnya yang berbasis socio-technopreneurship," ungkapnya.
Maryono berujar, kewirausahaan dapat menjawab peluang bisnis yang masih besar di Indonesia. Di sektor properti misalnya, angka kebutuhan rumah pun tercatat naik 800.000 unit setiap tahun. Namun, jumlah ketersediaan rumah baru berkisar 250.000-400.000 unit per tahun. Angka backlog perumahan dari MBR unbankable pun mencapai 6 juta kepala keluarga di seluruh Indonesia.
Di sisi lain, dalam jangka panjang, yakni pada 2030, diperkirakan penduduk usia produktif Indonesia pun tercatat bisa mencapai di atas 60%. Pada 2030, kelas menengah di Tanah Air yang berpenghasilan di atas US$3.600 juga diproyeksi mencapai 135 juta jiwa.
Pertumbuhan tersebut juga kian didukung dengan literasi internet yang semakin meningkat serta kenaikan permintaan produk berbasis digital di pasar global.