Maskapai penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. masih mencatatkan rugi bersih Rp898 miliar selama tiga bulan.
Emiten bersandi saham GIAA itu mencatatkan kerugian senilai US$64,3 juta setara Rp898 miliar pada kuartal I/2018. Kerugian menyusut 36,5% atau sekitar US$36,9 juta jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu senilai US$101,2 juta.
Direktur Utama Garuda Indonesia Pahala N. Mansury mengatakan, kinerja perseroan pada kuartal I/2018 turut dipengaruhi oleh kondisi musim liburan. Rute internasional juga masih tertekan akibat travel warning erupsi Gunung Agung.
Kinerja rute internasional khususnya sektor penerbangan menuju Bali dari Jepang, Korea, dan China, masih belum pulih hingga akhir Februari 2018.
"Namanya juga triwulan I, paling sulit dan enggak ada peak season atau musim liburannya," ujarnya dalam paparan publik di Gedung Garuda Indonesia, Jakarta, Kamis (3/5).
Meski mengalami kerugian, maskapai pelat merah tersebut membukukan pendapatan operasional senilai US$983 juta, naik 7,9% year-on-year (yoy) dari US$910,7 juta.
Pada kuartal I/2018, Garuda mencatat jumlah penumpang sebanyak 8,8 juta atau meningkat 5% yoy. Sedangkan, angkutan kargo yang diangkut juga naik 3,2% menjadi 111.900 ton.
Kondisi itu membuat pertumbuhan pendapatan kargo pada kuartal I/2018, meningkat 9,1% menjadi US$61,3 juta, setara Rp827,5 miliar.
"Pertumbuhan pendapatan tersebut ditopang oleh efesiensi perusahaan, peningkatan jumlah penumpang, peningkatan angkutan kargo, peningkatan utilisasi pesawat, serta peningkatan kinerja anak perusahaan," jelas Pahala.
Pahala menambahkan, melalui momentum pertumbuhan kinerja yang berhasil dicapai perusahaan menumbuhkan sikap optimistis kinerja operasional dan keuangan akan terus tumbuh positif dan sesuai proyeksi.
Meski hingga tiga bulan pertama masih menderita kerugian, manajamene GIAA berharap dapat mencatatkan keuntungan sebesar US$8,7 juta hingga akhir tahun 2018.