Geliat staycation pengusir penat
Selama masa pandemi ini, Fadia (25) tak jarang merasakan kejenuhan. Sebagai anak kos yang bekerja dari rumah/work from home (WFH), ia mesti bekerja sekaligus tinggal di petak ruangan yang sama setiap hari. Aktivitasnya yang melelahkan sebagai karyawan di ibu kota Jakarta juga kerap memicu kepenatan. Bahkan, seringkali Fadia tak punya jadwal tidur yang teratur.
Sebelum pandemi, situasi ini bisa dia hadapi dengan pergi berlibur ke luar kota atau hang out bersama teman-temannya. Namun, di masa sekarang, kecemasan akan penyebaran Covid-19 menjadi penghalang.
Hal itulah yang menjadi alasan ia memilih staycation sebagai alternatif berlibur selama pandemi agar lebih aman. Meski bukan hal baru baginya, tinggal sejenak di hotel terdekat ini jadi aktivitas yang sering ia lakukan.
Dalam sebulan, dia bahkan pernah sampai dua kali menginap di hotel untuk staycation. Tidak tanggung-tanggung aktivitas itu bisa berlangsung hingga dua malam ketika hari kerja.
"Nge-recharge gitu, jadi selama pandemi ini bahkan mengambil staycation untuk kerja pas weekday di hotel. Somehow, ini jauh bikin lebih produktif kerjaan," kata Fadia kepada Alinea.id, Senin (30/11).
Selain untuk 'menyegarkan diri' di tengah aktivitasnya yang padat sehari-hari, staycation ini juga dia anggap sebagai kebutuhan hiburan. Maka dari itu, Fadia rela menganggarkan bujet setidaknya Rp200.000 hingga Rp1 juta untuk tiap staycation.
Namun, demi menghemat kantong ia seringkali memburu promo rate hotel yang bertebaran di aplikasi booking hotel. Beruntung, lulusan universitas di Jawa Barat ini bisa mendapatkan hotel berbintang tinggi dengan harga ratusan ribu rupiah saja.
"Dari yang Rp3,8 juta ada tuh yang bisa sampai Rp700.000-an. Ada yang Rp1 juta jadi Rp200.000-an, diskon ini jadi pertimbangan sih," ujarnya.
Disisi lain, Fadia bilang, protokol hotel dalam pencegahan Covid-19 menjadi hal yang tidak bisa diabaikan. Kemudian, akses menuju hotel yang juga mesti terjangkau. "Ini ngaruh banget soal lokasi strategis, gue nyarinya yang enggak terlalu jauh karena gue takut juga kalau menggunakan transportasi publik, enggak pengen terpapar Covid-19," imbuh dia.
Hal serupa juga dilakukan oleh Galatia (28). Lelaki asal Jakarta ini, menikmati staycation untuk berkumpul dengan teman-teman kerjanya secara lebih privat. Selama masa pandemi ini, setidaknya ia sudah ber-staycation hingga lima kali.
"Karena di masa pandemi ini, agar tidak banyak kerumunan. Ganti suasana baru gitu, mesti ada rumah di Jakarta. Tapi kan suasananya beda," ujar Galatia dihubungi Senin, (30/11).
Saat staycation itu, dia biasanya memang memilih hotel dengan fasilitas cukup lengkap dan nyaman untuk dinikmati bersama teman-temannya. Fasilitas ruang tamu, kulkas, pantry (dapur) hingga ruang merokok menjadi pertimbangannya memilih kamar.
"Kita bisa merokok bareng, bisa ngobrol atau bukan cuma biar aku bisa me-time ngerjain dokumen kerjaan. Tapi bisa juga lebih ke arah sama teman-teman chill bareng," ungkap praktisi hukum itu.
Menurutnya, ada keuntungan tersendiri melakukan staycation saat pandemi ini. Selain menyediakan fasilitas yang privat, berbagai tawaran diskon hotel juga menggiurkan. Dari semula harganya jutaan menjadi hanya ratusan ribu rupiah.
Sekali menginap untuk staycation misalnya, Gala hanya merogoh kocek sebesar Rp600.000-an hingga Rp1 juta. Tidak hanya di Jakarta, Ia juga mengambil staycation saat mengunjungi luar kota seperti Bandung dan Yogyakarta.
Sebagai orang yang selama pandemi ini masih melakukan banyak aktivitas mobile, Gala memandang staycation begitu penting. Asalkan tetap mematuhi protokol pencegahan Covid-19.
"Kerjaan aku kan menguras pikiran, staycation itu menurutku satu hal yang penting banget. Untuk me-time dan tergantung juga sama teman-teman yang ngajak," katanya.
Tidak hanya bagi lajang seperti Fadia dan Gala, staycation juga banyak dinikmati keluarga. Ayu Azrina (26) misalnya. Ia terbiasa staycation bersama seluruh anggota keluarga di masa pandemi ini. Ibu dua anak ini menginap di hotel terdekat setidaknya sebulan sekali. Artinya, sekitar 6 kali staycation selama pandemi.
"Untuk menghilangkan kepenatan anak-anak, quality time bersama keluarga," ujar ibu rumah tangga ini saat berbincang dengan Alinea.id, Rabu (2/12).
Perempuan yang kini tinggal di Jawa Barat ini pun, memilih tempat staycation yang ramah untuk anak-anak dan keluarga. Ia pun mensyaratkan hotel setidaknya memiliki fasilitas kidz station, dekat dengan pusat kota hingga pelayanan yang nyaman.
Adapun, harga hotel yang keluarganya gunakan di kisaran Rp600.000 hingga Rp1,5 juta. "Yang paling penting, saat staycation itu mesti tetap mematuhi protokol kesehatan yaitu 3M (Memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak)," tegasnya.
Staycation sebagai peluang
Berdasarkan data internal aplikasi pemesanan tiket online, Traveloka, mencatat sejak Juni 2020 memang ada tren peningkatan untuk permintaan staycation di dalam kota. Utamanya di kota besar di Indonesia.
Melalui program Traveloka CleanAccommodation saja, tercatat ada peningkatan jumlah pencarian dan permintaan sebesar 220% sejak diluncurkan Juni 2020 di aplikasi Traveloka. Saat ini Traveloka menggandeng lebih dari 1,150+ mitra hotel, villa, apartemen, dan resort di lebih dari 90 kota di Indonesia.
Sejak Agustus 2020, pola peningkatan pemesanan ini lantas sejalan dengan tren staycation dan road trip yang ada di beberapa kota tujuan sepanjang jalur Trans Jawa, antara lain Bandung, Semarang, Solo, Yogyakarta, Malang, hingga Bali dan Trans Sumatera.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara tidak menafikan adanya geliat staycation yang kini terjadi di tengah masyarakat saat pandemi. Dengan tetap patuh protokol Covid-19, menurutnya, tren ini bisa menjadi momentum sebagai alternatif pemulihan kembali bisnis pariwisata. Terutama bisnis penginapan atau hotel.
Tidak hanya di Jabodetabek, Bhima menyebut minat staycation ini juga perlu dimanfaatkan di berbagai daerah. Sebab di masa pandemi, banyak orang yang ingin berlibur secara privat di sekitar tempatnya tinggal.
"Bukan dari Jakarta kemudian naik pesawat, orang kan takut kena Covid-19 saat di pesawatnya. Jadi, mereka lebih memilih pakai kendaraan pribadi yang dekat dan yang lebih familiar di lingkungan sekitarnya," ujar Bhima, kepada Alinea.id, Kamis (3/12).
Terkait hal ini, ia mengharapkan pemerintah tiap daerah bisa jeli melihat peluang dengan mendorong kebijakan yang efektif. Di saat yang sama, para pelaku bisnis pun dapat menyiapkan pelayanan dan ekosistem yang mendukung.
Ia mencontohkan, penginapan hotel atau villa di suatu daerah bisa dikembangkan dengan standar kesehatan ketat untuk meyakinkan konsumen. Selain itu, berbagai fasilitas dan sarana yang nyaman disiapkan secara adaptif.
"Sehingga, bisa jadi tren baru staycation itu digabungkan dengan penyewaan sepeda misalnya. Jadi, pengunjung bisa memutari dekat-dekat hotel. Ini jadi model rekreasi di dalam kota yang biaya transportasi relatif terjangkau," ujarnya.
Pelibatan berbagai aplikasi digital untuk pemesanan dan pembayaran, menurut dia juga penting saat ini. Bukan saja menggaet pengunjung dengan promo menarik, tapi juga mencegah antrean karena bisa serba online.
"Ada inovasi-inovasi seperti orang bisa merencanakan staycationnya tahun depan di hari mengambil cuti tertentu. Book now, stay later. Bisa juga pay later, jadi bayarnya pas sudah gajian," kata Bhima.
Menyoal itu, VP Marketing Traveloka Accommodation, Shirley Lesmana mengakui pihaknya memang telah melakukan berbagai inisiatif. Di antaranya, fleksibilitas penggunaan produk seperti fitur Easy Reschedule dan Pay Upon Check-In (PUCI) untuk bayar langsung saat check-in di hotel, hingga layanan Buy Now Stay Later untuk voucher hotel.
Traveloka juga menghadirkan inovasi strategi promosi melalui Traveloka LIVEstyle Flash Sale, sebuah program yang menggabungkan konsep flash sale dengan kanal pemasaran berupa siaran langsung (live stream) yang dikemas dalam format bincang santai.
"Ragam inovasi yang kami jalani tersebut tentunya berfokus pada perjalanan domestik atau masyarakat Indonesia, guna dapat mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional," ungkapnya kepada Alinea.id, Kamis (3/12).
Oleh karena itu, ia melihat bahwa tren staycation ini akan terus berkembang hingga akhir tahun dan tahun depan saat para pengguna mulai menjalani kegiatan di masa Adaptasi Kebiasaan Baru.
Sementara itu, Public Relations Manager tiket.com, Sandra Darmosumarto menambahkan, berdasarkan data internal perusahaannya, kota-kota yang masih paling diminati untuk berlibur di hotel, di antaranya Jabodetabek, Bandung, Bali dan Yogyakarta.
Pihaknya pun lantas menghadirkan kampanye Liburan Dekat Rumah (LDR). Tujuannya, agar selain menginap masyarakat juga terdorong untuk menjelajahi pariwisata lokal.
Guna menjamin keamanan protokol Covid-19, tiket.com juga meluncurkan fitur tiketCLEAN dan tiketFLEX. Fitur ini menjamin mitra (akomodasi, transportasi dan atraksi/wahana wisata) tiket.com telah menerapkan protokol kesehatan sesuai standar dan anjuran pemerintah.
Sedangkan, tiketFLEXI adalah fitur untuk pelanggan memesan tiket hotel dan tiket hiburan atraksi tanpa harus menentukan tanggal di awal yang berlaku hingga satu tahun ke depan.
Ia tidak memungkiri bahwa promo diskon memang masih menjadi pendorong bagi customer membuat rencana liburan. Oleh sebab itu, pihaknya baru saja mengeluarkan kampanye Online Tiket Week (OTW) Lokal, yang merupakan festival diskon tahunan tiket.com.
"Selama 1 minggu yang lalu, tiket.com memberikan promo harga spektakuler untuk hotel, pesawat dan Things To Do (atraksi dan tempat wisata) di destinasi lokal," katanya kepada Alinea.id, Kamis (3/12).
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta, Krishnadi mengatakan pihaknya kini terus berupaya agar tren staycation di tengah pandemi ini bisa menguntungkan. Setidaknya, memulihkan kembali bisnis perhotelan yang sempat ambruk saat awal-awal pandemi.
"Saat ini okupansinya 30%. Hitungannya naik, meskipun perlahan. Kemarin pas masih diperketat, itu ya di bawah 10%," ujarnya, Kamis (3/12).
Bertindak sebagai asosiasi pelaku usaha perhotelan, pihaknya pun mengaku tengah mendorong agar bisnis perhotelan tetap bisa berjalan. Termasuk, bersinergi dengan pemerintah dalam penerapan kebijakan pencegahan Covid-19. Misalnya dalam hal mekanisme protokol kesehatan (prokes) Covid-19 dari regulator hingga dijalankan oleh para pelaku usaha dan masyarakat.
"Harapannya, pelaku usaha tidak melanggar dan pengunjung juga tanggung jawab atas kesehatannya," pungkasnya.