close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Tren memasak meningkat seiring imbauan #dirumahsaja untuk menghindari penyebaran Coronavirus. Alinea.id/Dwi Setiawan.
icon caption
Tren memasak meningkat seiring imbauan #dirumahsaja untuk menghindari penyebaran Coronavirus. Alinea.id/Dwi Setiawan.
Bisnis
Sabtu, 30 Mei 2020 10:24

Gemar memasak demi hemat dan sehat semasa pandemi

Kecenderungan untuk tetap di rumah membuat banyak rumah tangga lebih sering memasak untuk kebutuhan pangan sehari-hari.
swipe

Pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda berakhir. Penularan antar manusia masih terus berlangsung hingga kini, bahkan sudah banyak memakan korban jiwa. Kondisi ini membuat banyak orang cenderung memilih menghabiskan waktu #dirumahsaja. Pola kebiasaan masyarakat pun turut bergeser.

Seperti halnya dilakukan oleh Duanti Oktarani Tisadewi. Wanita berusia 24 tahun ini mengaku lebih banyak memasak di rumah lantaran kantornya menerapkan kebijakan bekerja dari rumah (WFH). Dia beruntung hanya masuk kantor seminggu sekali semenjak terjadinya pandemi.

Kebiasaannya pun berubah dari semula makan di luar berganti jadi mengolah sendiri bahan pangan. Kegiatan ini berimbas pada pengeluaran wanita lajang ini yang jadi lebih hemat.

“Gue kan (sebenarnya) enggak suka masak. Biasanya beli pulang kantor, mal jajan ke resto. Itu jatuhnya lebih mahal. Sekali makan 20 ribu paling murah,” ungkap karyawan swasta tersebut kepada Alinea.id beberapa waktu lalu.

Duanti memilih untuk belanja bahan pangan secara daring (online) sambil sesekali membeli dari pedagang sayur keliling atau minimarket. Bahan pangan yang kerap dibelinya adalah beras, daging, sayuran, buah-buahan, dan bahan pangan lainnya. 

Sesekali dia juga memesan makanan secara daring. Namun, ia mengaku masih takut berbelanja di pasar maupun supermarket karena banyaknya kerumuman pengunjung yang berpotensi menularkan Coronavirus.

“Daripada antri lumayan panjang, mending online aja dan bisa dianter juga. Sama aja ongkos ke supermarket dan online. Jadinya kalau bisa sampai, lebih baik diantar. Pasar deket sini masih buka, cuma gue takut,” jelas warga Kemayoran, Jakarta Pusat tersebut.

Hal serupa juga diterapkan Kundalini Shakti (36). Ibu rumah tangga ini rutin berbelanja sembako, daging segar dan beku, sayuran, serta buah melalui supermarket dan tukang sayur. Tak hanya makanan utama, sesekali dia membuat kudapan bagi suami dan kedua anak perempuannya. Ia juga lebih sering memasak lantaran mengikuti anjuran pemerintah untuk tetap berada di dalam rumah. 

“Seminggu bisa belanja dua kali. Kalau enggak Covid gini bisa tiap hari. Nyetoknya lebih banyak kan, gitu,” ungkapnya kepada Alinea.id, Kamis (28/5).

Belum lagi, anak-anaknya kerap meminta jajanan sebagaimana anak seusia mereka. Anak tertua yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) tengah menjalani School From Home (SFH) sebagaimana anak-anak lain. Imbasnya, ia perlu memberikan snack di sela kegiatan sang buah hati yang semula sering jajan di waktu sekolah.

Meskipun lebih sering memasak, pengeluaran rumah tangganya justru semakin membengkak sebesar 25-30% tiap bulannya. “Malah lebih boros karena selama ini di rumah aja kayak makan, nyemil, dan lainnya. Kayaknya agak sedikit boros deh karena mungkin enggak ada aktivitas,” ujar warga Jatinegara, Jakarta Timur tersebut.  

Di sisi lain, Kunda mengaku penghasilan keluarganya terbilang seret lantaran suaminya baru dipindahtugaskan ke sebuah hotel di Bali. Sang suami masih belum sempat masuk kerja dan mengalami pemotongan gaji. Hal ini memaksanya bersiasat agar kebutuhan pangan sekeluarga tetap terpenuhi.

“Ayam dipotong-potong, ya sebisa-bisanya aja deh yang penting dia makan. Di irit-irit tapi enggak bikin kelaparan juga. Karena berhemat jangan kelaparan. Kalau bisa disulap-sulap deh bikin kudapan apa,” ungkap warga Rawamangun, Jakarta Timur tersebut.

Duanti maupun Kunda adalah potret masyarakat kekinian yang turun ke dapur selama masa pandemi ini. Hasil survei Nielsen Consumer Study menunjukkan sebanyak 49% responden di Indonesia lebih sering memasak di dalam rumah. Peningkatan ini telah mendorong pertumbuhan penjualan bahan baku dan produk segar, seperti telur yang naik 26%, daging naik 19%, daging unggas naik 25%, dan buah dan sayuran naik 8%. 

Menurut survei McKinsey Asian Consumer Sentiment During Covid-19 pada 28-29 Maret 2020 lalu, pengeluaran konsumen Indonesia untuk membeli bahan pangan juga meningkat sebesar 47%.

Panen cuan selama pandemi

Statqo Analytics mencatat pengguna aktif tiga aplikasi e-commerce yang menjual kebutuhan pokok rata-rata mengalami kenaikan sebesar 24,89% selama periode 6-26 Maret 2020 seiring dengan kecenderungan masyarakat untuk lebih banyak di rumah. Bagaimana dengan sekarang?

Chief Executive Officer dan Co-Founder Tani Hub Group Ivan Arie Sustiawan mengatakan penjualan buah, sayur mayur, sembako, dan hasil tani lainnya baik secara business-to-business/B2B dan business-to-consumer/B2C mengalami peningkatan tiap bulannya. Di sisi lain, selama Maret hingga April terdapat hampir 100.000 pengguna baru aplikasi TaniHub.

“Jika di-break down, terdapat peningkatan penjualan yang tajam di segmen B2C (pembeli individu & rumah tangga), yang hampir mencapai 150% dari Februari ke Maret, dan lebih dari 100% dari Maret ke April,” terangnya melalui pesan singkat, Rabu (27/5).

Peningkatan tersebut terutama disumbang oleh produk tanaman herbal, produk yang meningkatkan imun tubuh, serta berbagai jenis sembako. Produk daging ayam beku dan olahannya juga mengalami peningkatan. 

Arie menegaskan pihaknya memastikan pengantaran maksimal dilakukan dalam 48 jam untuk mempertahankan pelanggan ketika wabah berakhir dan kembali ke situasi normal. Selain itu, TaniHub juga melakukan berbagai promosi melalui konten edukasional, cashback melalui berbagai saluran pembayaran, donasi paket sembako ke sejumlah kota-kota besar, serta donasi pakan satwa.

“Kami berharap pelanggan dapat lebih terbiasa dengan perubahan perilaku belanja dari offline ke online, sehingga mereka dapat menjadi pelanggan setia kami meskipun situasi kembali normal,” ujarnya.

Direktur TaniSupply Sariyo menambahkan TaniHub melakukan sejumlah prosedur di gudang untuk menjaga proses pengemasan dan pengiriman tetap lancar, cepat, dan mulus melalui proses quality control (QC) yang tepat. Pihaknya juga berkoordinasi dengan perusahaan jasa penyedia logistik dan pemerintah daerah setempat.

“Kami selalu berkesinambungan menganalisa kondisi di pasar. Krisis seperti saat ini telah mengubah perilaku konsumen menuju dimensi baru atau new normal yang juga menambah tantangan di keseluruhan supply chain pangan. Kondisi ini mau tidak mau akan memaksa kita untuk mengetahui bagaimana perilaku pelanggan kita terbentuk,” jelasnya.

Ilustrasi belanja online. Foto Shutterstock.

Kondisi serupa juga terjadi pada platform e-commerce Sayurbox. Chief Executive Officer dan Co-Founder Sayurbox Amanda Susanti Cole mengungkapkan penjualan produk-produk hasil panen petani mitra mereka mengalami kenaikan selama pandemi Covid-19. Perusahaannya mencatat kenaikan pemesanan hingga lima kali lipat dibandingkan sebelum merebaknya pandemi. 

“Kita yang pasti setelah ada Covid dan imbauan (bekerja) dari rumah memang ada peningkatan. Peningkatan paling besar terjadi pada sayuran,” kata wanita yang masuk dalam salah satu anak muda terkaya versi Forbes 30 Under 30 2019 tersebut kepada Alinea.id, Sabtu (9/5).

Tak hanya platform digital saja yang panen cuan semasa pandemi. Pedagang pasar pun turut menjemput bola dengan menghadirkan inovasi kepada pelanggannya. Tanpa perlu berkunjung ke lapak, pembeli kini bisa berbelanja hanya melalui pesan WhatsApp. 

Hal ini dilakukan Nardi Endarto Wiyono (40), pelapak sayur-mayur di Pasar Ciputat, Tangerang Selatan. Ia jeli memanfaatkan peluang dari imbauan agar masyarakat di rumah saja. "Ini kita lakukan demi keselamatan pelanggan dan mencegah penularan virus corona," ujarnya kepada Alinea.id melalui pesan singkat.

Setiap harinya, Nardi dibantu sang istri akan memposting status stok sayur-mayur serta buah-buahan. Istrinya juga yang membantu menerima berbagai pesanan dari para pelanggan via WhatsApp. Esok paginya, pesanan akan diantar ke rumah pelanggan dengan ongkos kirim berkisar antara Rp10 ribu sampai Rp20 ribu.

"Kita menawarkan melalui media online dan untuk pelanggan kita tawarin di kirim sampai rumah atau rumah makan free ongkir untuk pembelanjaan di atas Rp300 ribu," katanya yang sudah menggelar lapak sayur selama 12 tahun ini.

Menurutnya, aksinya menjemput bola ini mampu menambah pelanggan hingga 10% sejak wabah Corona muncul di Tanah Air. Hal ini juga terjadi lantara Nardi tak menerapkan kenaikan harga sayur meski diantar sampai ke pintu rumah pelanggan. 

"Kendalanya itu ketepatan waktu antar sama kecocokan barang yang dipesan. Alhamdulih respon lumayan bagus jadi tambah pelanggan," ujarnya yang juga tetap membuka lapak secara offline.

Soal keuntungan dan omzet, Nardi mengaku angkanya berbeda-beda setiap hari. Namun, yang pasti setidaknya ia merogoh modal belanja hingga Rp15 juta setiap harinya kala mengambil stok jualan di Pasar TU Kemang, Bogor.

Inovasi digital adalah kunci

Pandemi Covid-19 juga turut mengubah gaya hidup sebagian orang. Salah satu indikatornya terlihat dari perubahan pola belanja dengan menggunakan dompet digital. Salah satunya terlihat pada penggunaan Hasanah Card milik BNI Syariah.

Kartu kredit syariah ini mengalami penurunan transaksi selama pandemi Covid-19. Penggunaan transaksi yang semula didominasi aktivitas pelesiran, kini beralih pada peningkatan transaksi di kategori e-commerce dan groceries.

Pemimpin Divisi Kartu Pembiayaan PT Bank BNI Syariah, Rima Dwi Permatasari mengungkapkan, pada kuartal I 2020 telah terjadi peningkatan jumlah transaksi di sektor e-commerce hingga 49% dan groceries 47%. Sejauh ini, total transaksi untuk kebutuhan pokok sudah menyentuh Rp36 miliar.

Usage groceries 2019 kurang-lebih Rp100 miliar sementara e-commerce kurang-lebih setengahnya (Rp50 miliar),” tutur Rima kepada Alinea.id.

Peningkatan jumlah transaksi pada e-commerce dan groceries ini juga sejatinya tidak lepas dari promo yang kerap diberikan Hasanah Card. Beberapa diskon yang diberikan antara lain; 10% di Lemonilo, Rp50.000 di iLotte.com, JD.id maksimal Rp300.000, dan banyak promo lainnya.

“Selain itu, bisa juga memanfaatkan promo groceries dari Hasanah Card. Free voucher Rp60 ribu di Tiptop. Dan juga Free voucher Rp25.000 di Super Indo seluruh Indonesia,” terang ia.

Peningkatan jumlah transaksi daring ini juga diakui oleh Sinta Setyaningsih, Head of Public Relations PT Visionet Internasional (OVO). Sinta mengatakan, sejak tiga bulan terakhir telah terjadi pergeseran mencolok terhadap perilaku masyarakat dalam memanfaatkan platform daring untuk transaksi sehari-hari.

OVO mencatat, selama masa pandemi, tren belanja daring tumbuh signifikan hingga 110%) jasa pengiriman makanan naik 15%, dan pencairan dana pinjaman 50%.

“Tidak hanya itu, kami juga melihat pertumbuhan pengguna baru OVO yang substansial, yaitu sebesar 267%,” terang Sinta melalui pesan singkat, (28/5).

Dengan tingginya permintaan akan transaksi daring itu, kata Sinta, pihak OVO pun telah secara terus menerus melakukan peningkatan pelayanan terhadap konsumen. Tujuannya, agar masyarakat dapat menikmati sistem pembayaran digital yang aman dan nyaman kendati mereka tidak bisa keluar dari rumah.

Hemat tapi seimbang

Terlepas dari itu, perubahan gaya hidup yang terimplikasi pada tumbuhnya ekonomi rumahan rupanya juga kerap dikeluhkan oleh sebagian orang. Mereka merasa bahwa semasa pandemi, pengeluaran justru semakin boros dan tidak terkontrol.

Untuk itu, Ahli Perencana Keuangan Safir Senduk mengingatkan bahwa tren berbelanja atau bahkan memasak di rumah perlu juga memiliki batasan. Setiap orang, katanya, perlu mengatur kapan mereka harus memasak di rumah dan kapan mereka bisa beli makan di luar.

“Saran saya sih kalau mau beli makanan dari luar ya dibatasin maksimal sekali sehari. Sisanya bisa masak sendiri di rumah. Kalau sehari 3 kali beli makan di luar, ya boros,” beber Safir saat dihubungi Alinea.id, (28/5).

Total belanja makan di luar itu, sambung ia, sebaiknya dibatasi maksimal 30% dari pengeluaran sehari-hari. Jadi misalnya, biaya hidup sehari Rp100.000, maka biaya beli makan di luar cukup Rp30.000 per hari.

Cara ini dapat dilakukan agar pola pengeluaran semasa pandemi tetap seimbang dan terukur. Selain itu, cara ini juga disarankan Safir agar unsur rekreasi yang selama ini telah menjadi kebutuhan untuk milenial misalnya tetap terpenuhi.

Kebiasaan berpelesir seperti kongkow di mal atawa pergi ke tempat hiburan bisa tetap terlaksana meski harus tersubtitusi dengan aktivitas atau belanja lainnya.

“Jadi konteksnya ktia belajar cari barang pengganti. Bukan berarti saya ngajarin hidup susah. Tapi kita ini harus hidup prihatin sementara karena kondisinya seperti ini,” tutur ia.

Di luar itu, Safir mengingatkan, agar saat ini para pekerja atau individu yang terdampak pemotongan gaji juga bisa lebih mawas diri untuk melakukan penghematan. Pos-pos pengeluaran yang kurang mendesak, seperti belanja barang elektronik atau barang-barang lain yang sifatnya impulsif, sebaiknya dihindari sementara waktu.

Pos-pos yang tidak mendesak ini bisa dialihkan untuk persiapan dana cadangan dan investasi agar kelak masyarakat bisa bertahan jika situasi semakin buruk, semisal terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau kehilangan penghasilan.

Sebaliknya, pos utama yang diprioritaskan dalam kondisi seperti sekarang adalah belanja kebutuhan pokok, internet, dan kebutuhan pekerjaan lainnya.

“Untuk living cost itu kalau bisa dibatasi maksimal 50% dari penghasilan bulanan. Jadi sisanya masih bisa untuk yang lain,” katanya.

Sementara pos pengeluaran lain di luar biaya hidup harian masih bisa diarahkan untuk urusan yang sifatnya penghematan dan kewajiban. Idealnya, kata ia, pengeluaran bulanan dialokasikan untuk biaya cicilan (30%), tabungan dan investasi (10%), dan asuransi (10%).

“Itu minimal (biaya tabungan dan investasi) 10%. Kalau mau cepat kaya bisa 30%, biaya hidupnya dikurangi kalau bisa. Kalau tidak ya jangan,” pungkas dia.
 

img
Syah Deva Ammurabi
Reporter
img
Fajar Yusuf Rasdianto
Reporter
img
Kartika Runiasari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan