Penerimaan bea dan cukai Indonesia kian gemuk. Indonesia mencatat realisasi penerimaan bea dan cukai mencapai Rp 3,53 triliun hingga 31 Januari 2018 atau tertinggi selama enam tahun terakhir.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan jumlah itu mencapai 1,82% dari target APBN 2018 yang sebesar Rp 194,10 triliun. Penerimaan ini naik Rp 511,02 miliar atau lebih tinggi 16,92% dibandingkan capaian tahun lalu.
Pertumbuhan penerimaan ini dikontribusikan oleh peningkatan penerimaan di semua sektor, yakni bea masuk, bea keluar dan cukai. Penerimaan bea masuk pada Januari 2018 mencapai Rp 2,80 atau 7,85% dari target APBN 2018. Jumlah itu lebih tinggi 13,67% dibandingkan capaian tahun lalu. Pertumbuhan penerimaan bea masuk itu ditopang oleh pertumbuhan devisa yang mencapai double digit.
Sedangkan realisasi bea keluar mencapai Rp 369,64 atau 12,32% dari target dan tumbuh 28,42% dibanding capaian tahun 2017. "Penerimaan bea keluar masih didominasi oleh komoditas mineral dan tembaga yang dilakukan dua eksportir utama minerba yaitu PT Freeport Indonesia dan PT Aman Mineral Nusa Tenggara yang masih akan menghabiskan sisa kontrak ekspor tahun 2017," ujar Sri Mulyani, Jakarta, Selasa (20/4).
Penerimaan cukai dalam satu bulan pertama 2018 baru mencapai Rp356,60 miliar atau 0,23% dari target dan meningkat 48,34% dibanding capaian periode yang sama tahun 2017. Penerimaan cukai terdiri dari cukai minuman mengandung etil alkholol (MMEA) yaitu Rp 208,7 miliar, disusul cukai hasil tembakau (CHT) sebesar Rp 126,53 miliar, dan cukai etil alhokol (EA) Rp 17,15 miliar.
"Penerimaan cukai yang belum maksimal disebabkan karena CHT yang di bulan Januari 2018 ini sebagian besar hanya disumbang oleh perusahaan rokok golongan II dan golongan III yang melakukan pembelian pita cukai secara tunai," ujar Sri Mulyani.
Sementara itu, penerimaan negara pada periode yang sama tercatat sebesar Rp 101,4 triliun.