Masalah kesehatan seperti batuk, pilek, dan demam dapat menyerang siapa saja. Meskipun tergolong ringan, namun bisa mengganggu produktivitas seseorang.
Mengutip riset Jakpat, batuk dan pilek merupakan sakit yang paling banyak diderita masyarakat, dengan persentase 70%. Disusul dengan sakit kepala (64%) dan masuk angin (57%).
Apabila dilihat dari generasinya, milenial menjadi generasi yang paling banyak merasakan batuk, pilek, dan sakit kepala; sementara generasi X paling sering masuk angin. Adapun generasi Z lebih sering mengalami demam apabila dibandingkan dengan generasi lainnya.
Head of Research Jakpat Aska Primadi mengatakan tiap generasi memiliki persepsi yang berbeda terkait "masuk angin". Masuk angin, meskipun bukan istilah medis, masih populer di Indonesia untuk menggambarkan kondisi tidak enak badan dengan beberapa gejala seperti flu, demam, sakit kepala, dan perut kembung. Namun, ketika dibandingkan antar-generasi, data menunjukkan persentase generasi Z yang mengidentifikasi dirinya mengalami masuk angin jauh lebih rendah dibandingkan generasi X.
"Kemungkinan istilah masuk angin telah mengalami pergeseran makna bagi generasi Z dibandingkan generasi sebelumnya," tuturnya, Rabu (14/8).
Menyembuhkan penyakit
Generasi Z cenderung lebih memilih metode nonmedis sebagai langkah awal untuk memulihkan gejala masuk angin. Jika cara tersebut tidak efektif, mereka memilih langsung berkonsultasi dengan dokter dan menggunakan obat resep dibandingkan dengan obat bebas maupun herbal.
Penelitian juga menunjukkan sekitar 60% responden memilih untuk banyak beristirahat dan mengonsumsi makanan yang membuat mereka nyaman selama sakit ringan. Selain itu, hampir setengah dari mereka memilih untuk mengonsumsi obat yang dijual bebas di pasaran.
Jakpat juga mengungkapkan obat yang paling sering digunakan oleh responden pada setiap penyakitnya. Survei yang dilakukan kepada 1.175 responden itu memperlihatkan 3 dari 5 orang mengonsumsi obat herbal saset saat masuk angin. Ketika menyebutkan mereknya, 92% responden memilih Tolak Angin, disusul dengan Antangin dengan 60%, dan Bejo Bintang Toedjoe sebesar 27%.
Untuk sakit kepala, 52% responden memilih Panadol, disusul Bodrex sekitar 45%, dan Paramex sebesar 34%. Sedangkan ketika demam, sebanyak 68% responden mengobatinya dengan obat generik Paracetamol, sebanyak 39% responden mengonsumsi Panadol, dan 28% lainnya mengonsumsi Bodrex.
Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) Inggrid Tania mengatakan dalam mengatasi demam, seringkali diperlukan kombinasi antara pengobatan konvensional dan penggunaan ramuan herbal. Salah satu contoh kombinasi yang efektif adalah dengan menggunakan parasetamol bersama dengan ramuan herbal.
Salah satu ramuan herbal yang efektif untuk mencegah batuk dan gangguan pernafasan adalah ramuan dari habbatussauda. Habbatussauda atau jintan hitam telah lama dikenal memiliki beragam manfaat kesehatan, termasuk untuk sistem pernapasan.
Bubuk habbatussauda kering bisa dikombinasikan dengan bahan-bahan seperti kayu manis, kembang lawang, jahe, kemukus, dan jeruk nipis yang memberikan cita rasa segar.
“Jika dibarengi dengan obat konvensional, misalnya obat penurun demam bisa minum parasetamol dan bila ingin dikombinasi dengan ramuan maka diberi jeda selama satu sampai dua jam,” ujar Inggrid, dikutip dari Antara.
Inggrid menganjurkan ramuan herbal diminum sebelum makan untuk meningkatkan efektivitasnya. Namun, bagi yang mengalami gangguan lambung seperti nyeri ulu hati, dapat dikonsumsi setelah makan untuk mengurangi risiko iritasi lambung.