close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Mulai 28 Juli 2019, Giant menutup enam gerainya di wilayah Jabodetabek. Alinea.id/Oky Diaz.
icon caption
Mulai 28 Juli 2019, Giant menutup enam gerainya di wilayah Jabodetabek. Alinea.id/Oky Diaz.
Bisnis
Selasa, 25 Juni 2019 16:24

Giant tutup 6 gerai, kalah bersaing atau transformasi bisnis?

Pada 28 Juli 2019, enam gerai Giant di wilayah Jabodetabek akan tutup.
swipe

Senin (24/6) sore, tak seperti biasanya, parkiran mobil di pasar swalayan Giant Express, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, sangat padat. Nyaris tak ada tempat lagi untuk memarkir. Antrean mengular di depan pintu masuk ritel grup Hero itu.

Spanduk dan poster bertuliskan, “Kami Tutup Hanya di Toko Ini”, “Semua Harus Terjual Habis”, dan “Diskon Semua Harga” dipajang di luar maupun di dalam Gedung Giant.

Orang-orang seperti kalap memburu aneka barang di dalam supermarket itu. Seluruh produk diberi potongan harga antara 5% hingga 30%, yang berlaku dari 20 Juni 2019 hingga 28 Juli 2019.

“Setelah itu, kita tutup. Tapi, saya tidak tahu pasti alasannya,” ujar salah seorang karyawan Giant Express yang tak mau disebut namanya saat ditemui Alinea.id, Senin (24/6).

Usai ditutup, semua karyawan akan dirumahkan. Tak ada janji akan ditempatkan di perusahaan lain. "Cuma kita dapat pesangon," tuturnya.

Meski menjanjikan potongan harga, ternyata besaran diskon itu tak setinggi ekspektasi beberapa pelanggan yang datang.

"Harganya sama saja kayak di tempat-tempat lainnya, tidak banyak diskonnya," kata salah seorang pelanggan, Mamora.

Walau ada yang mengeluh, tetapi barang yang dijual di supermarket itu nyaris ludes setengahnya. Berbeda dengan Mamora, pelanggan lainnya, Kinasih, justru bersyukur.

"Ya walaupun diskonnya enggak besar-besar amat, lumayanlah untuk stok bulanan," ucap Kinasih.

Selain Giant Express Mampang Prapatan, ada lima gerai Giant lainnya yang akan tutup serentak, yakni Giant Express Cinere Mall, Giant Express Pondok Timur, Giant Extra Jatimakmur, Giant Extra Mitra 10 Cibubur, dan Giant Extra Wisma Sari.

Poster diskon di gerai Giant Express Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Senin (24/6). Alinea.id/Soraya Novika.

Merugi?

Dilansir dari situs RTI Businees, hingga 31 Mei 2019, pemegang saham mayoritas PT Hero Supermarket Tbk. ialah Mulgrave Corp BV asal Hongkong, sebesar 63,59%. Sepanjang 2018, PT Hero Supermarket Tbk. sudah menutup 26 gerai jaringan ritel Giant Supermarket dan melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap 532 karyawannya.

Berdasarkan informasi yang dilansir dari situs resmi perusahaan, di seluruh Indonesia, PT Hero Supermarket Tbk. kini memiliki 32 gerai Hero Supermarket, 125 gerai Giant (per Mei 2019), 272 gerai Guardian Health & Beauty, dan satu gerai IKEA.

Menanggapi tutupnya enam gerai Giant yang ada di wilayah Jabodetabek itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan induk perusahaan Hero sedang melakukan upaya efisiensi keuangan.

“Dan, keenam gerai tersebut dianggap tidak menjanjikan, jadi itu yang mereka tutup,” kata Tutum saat dihubungi, Senin (24/6).

Berdasarkan laporan keuangan, PT Hero Supermarket mencatat kerugian sebesar Rp3,5 miliar pada kuartal I 2019. Sebenarnya, jumlah kerugian itu turun bila dibandingkan dengan kerugian pada periode yang sama tahun lalu, sebesar Rp4,13 miliar.

Sementara pendapatan bersih perseroan hanya naik sedikit, dari Rp3,04 triliun pada kuartal I 2018 menjadi Rp3,06 triliun pada kuartal I 2019.

Beban pokok penjualan juga ikut naik, dari Rp2,18 triliun pada kuartal I 2018 menjadi Rp2,19 triliun pada kuartal I 2019. Begitu juga dengan beban usaha yang naik, dari Rp944 miliar pada kuartal I 2018 menjadi Rp956 miliar pada kuartal I 2019.

Sedangkan untuk pembukuan rugi bersih, sepanjang tahun lalu, Hero mencatat kerugian sebesar Rp1,25 triliun. Nilai ini melonjak, dari kerugian pada 2017, sebesar Rp191 miliar.

Kenaikan angka rugi bersih ini terutama terjadi akibat biaya restrukturisasi yang muncul pada 2018, sebesar Rp1,38 triliun.

Saat keterbukaan informasi publik beberapa waktu lalu, pihak Hero Supermarket mengaku, dua unit bisnisnya, yakni Giant Supermarket dan Hypermarket membukukan penurunan penjualan dan peningkatan kerugian.

Namun, untuk bisnis nonmakanan, perusahaan mengalami pertumbuhan signifikan, dengan penjualan naik 21% menjadi Rp2,63 triliun. Penjualan itu ditopang oleh bisnis IKEA dan Guardian.

Tutum menuturkan, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan Giant babak belur dan menutup gerai mereka.

"Mungkin gerai-gerai itu letaknya tidak strategis dan gedungnya sudah berusia 20 sampai 30 tahun, jadi ditutup adalah alasan yang tepat bagi mereka," kata Tutum.

Selain lokasi dan usia gedung, Tutum mengatakan persaingan sesama ritel dan permasalahan manajemen menjadi faktor tutupnya enam gerai Giant.

Pelanggan menyerbu gerai Giant Express di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Senin (24/6). Alinea.id/Soraya Novika.

Kalah bersaing dengan minimarket?

Perkara menutup gerai, PT Hero Supermarket Tbk. tak sendiri. Sejumlah ritel modern di Indonesia juga pernah mengalami nasib serupa.

PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk pada 2017 menutup delapan gerai yang ada di Surabaya, Bulukumba, Banjarmasin, Pontianak, Gresik, dan Bogor. Pihak Ramayana mengungkap, aksi tutup gerai itu dilakukan lantaran perusahaan mencoba transformasi format usaha.

Pada Mei 2019 lalu, Ramayana juga menutup gerainya yang ada di Jalan Sabang, Jakarta.

Penutupan gerai juga dilakukan PT Matahari Department Store Tbk pada 2017, di antaranya gerai di Manggarai, Taman Anggrek, dan Blok M. Pada 2018, Matahari juga menutup dua gerainya. Alasan penutupan ini karena masa kontrak sudah berakhir dan belum maksimalnya kinerja gerai dalam hal penjualan.

Yang paling besar ialah penutupan seluruh gerai 7-Eleven yang bernaung di bawah PT Modern International Tbk pada akhir Juni 2017. Emiten berkode saham MDRN itu pada kuartal I-2017 mengalami kerugian sebesar Rp447,9 miliar.

Menurut Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto, fenomena tutupnya ritel itu merupakan dampak dari daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah yang tak juga mengalami peningkatan.

"Sebab, segmen ritel-ritel tersebut memang di kelas menengah, tapi pendapatan kelas menengah cenderung stagnan, sementara kelas bawah bergantung belanja sosial," ujar Eko ketika dihubungi, Senin (24/6).

Dilansir dari data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata pendapatan orang Indonesia sepanjang 2018 mencapai Rp56 juta per tahun, atau hanya naik 7,92% dari 2017, sebesar Rp51,89 juta per tahun.

Menurut Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung, masalah pendapatan juga ikut memengaruhi perilaku konsumsi masyarakat, dari belanja bulanan dalam jumlah besar ke belanja sesuai kebutuhan jangka pendek, yang bisa didapatkan di minimarket tak jauh dari rumah.

"Dulu orang-orang cenderung belanja melihat harga, makanya borong sekaligus banyak. Kalau sekarang lebih kepada apa yang mereka butuhkan di depan mata," ujar Ignatius saat dihubungi, Senin (24/6).

Belum lagi, kata Eko Listyanto, menjamurnya minimarket di berbagai tempat. Minimarket ini menawarkan harga yang lebih murah. Hal ini membuat masyarakat beralih.

"Minimarket ini ada di mana-mana, yang semakin mendekatkan produk sejenis dengan yang dijual ritel besar ke masyarakat," katanya.

Di samping itu, kehadiran e-commerce ikut membuat ritel besar mati kutu. "E-commerce juga memengaruhi perubahan perilaku belanja di masyarakat, tetapi bukan penyebab utama," tutur Ignatius Untung.

Indonesia memang menjadi negara paling pesat pertumbuhan e-commerce-nya. Lembaga riset asal Inggris, Merchant Machine melaporkan, pertumbuhan e-commerce di Indonesia pada 2018 mencapai 78%, dengan pengguna internet sebesar 103,03 juta orang.

Berbagai produk di gerai Giant Express di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, dibeli pelanggan, Senin (24/6). Alinea.id/Soraya Novika.

Transformasi bisnis

Direktur PT Hero Supermarket Tbk Hadrianus Wahyu Trikusumo membantah penutupan enam gerai Giant disebabkan karena kerugian, kalah saing dengan minimarket, dan serbuan e-commerce.

“Kami sedang melakukan transformasi bisnis, dan akan berdampak pada beberapa toko kami,” kata Hadrianus saat dihubungi, Selasa (25/6).

Hal ini, kata Hadrianus, perlu dilakukan untuk merespons perilaku konsumen yang berubah dengan cepat. Menurut dia, ritel makanan di Indonesia mengalami peningkatan persaingan dalam beberapa tahun terakhir karena perubahan pola belanja konsumen.

“Kami harus mengubah dan menyegarkan kembali penawaran untuk pelanggan guna memastikan kualitas, serta meningkatkan produktivitas toko untuk keuntungan pelanggan dan keamanan rekan kerja kami,” tutur Hadrianus.

Mengenai pemutusan hubungan kerja yang dilakukan Giant, Hadrianus mengungkapkan, hal itu memang bukan sesuatu yang mudah. Pihaknya pun memahami pengaruh yang akan ditimbulkan terhadap karyawan yang terdampak PHK.

“Mengatur ulang bisnis makanan kami, artinya memungkinkan perubahan peran rekan kerja saat kami membentuk kembali dan re-energize. Di masa mendatang, jika memungkinkan, kami akan berupaya memberikan peluang di bisnis kami yang lain, seperti di Guardian Healthy & Beauty dan IKEA,” katanya.

img
Soraya Novika
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan