PT GMF Aero Asia Tbk. (GMFI) menargetkan laba bersih sebesar US$500 juta pada 2019. Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama GMF Tazar Marta Kurniawan mengatakan target ini akan ditopang oleh bisnis perawatan mesin.
"Portofolio bisnis GMF pada tahun 2015, porsi pendapatan paling besar berasal dari line maintenance 31%, kemudian component 28%, dan airframe 24%. Tapi sekarang yang paling tumbuh revenue-nya adalah perawatan mesin sebesar 29%," kata Tazar di Menteng, Jakarta, Selasa (25/6).
Tazar melanjutkan, dalam sekali perawatan mesin pesawat, GMF akan memperoleh pendapatan sebesar US$5 juta hingga US$6 juta. Tazar pun menyebut bisnis perawatan mesin ini sebagai dominant opportunity bagi GMF.
"GMF punya rencana jangka panjang perusahaan (RJPP) sebagai top maintenance, repair, dan overhaul (MRO) dan ditandai dengan revenue (pendapatan perusahaan) sebesar US$1 miliar yang akan dicapai tahun 2021," ujar Tazar.
Selain itu, Tazar juga mengatakan emiten dengan kode GMFI ini tengah melakukan ekspansi di beberapa wilayah seperti kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, Indo-China dan Asia Timur, serta Australia.
Di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, ekspansi bisnis tersebut akan berupa kerja sama dengan MRO lokal yang direncanakan beroperasi pada 2020.
"Kemudian untuk ekspansi ke Australia, GMF akan membuka kantor cabang di tiga kota yaitu Sydney, Melbourne, dan Perth yang ditargetkan beroperasi di kuartal IV-2019 ini," tutur Tazar.
Untuk dikatahui, sebelumnya di Paris Air Show, GMF juga telah menjalin sejumlah kesepakatan bisnis. Kesepakatan tersebut adalah dengan AFI KLM E&M, anak usaha dari Air France-KLM, dan produsen mesin pesawat CFM International.
Selain kesepakatan bisnis tersebut, GMF juga telah mendapatan pasar baru dari luar negeri, yaitu Al-Salam yang berasal dari Saudi Arabia.
Sebelumnya, anak usaha Garuda Indonesia ini mencatatkan penurunan laba tahun berjalan dari US$7,35 juta kuartal I-2018 menjadi US$3,02 juta di kuartal yang sama tahun 2019 atau 58,97% year on year.
Sementara, untuk pendapatan usaha, perseroan mencatatkan kenaikan sebesar 4,16% atau sejumlah US$120 juta pada kuartal I-2019 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$115 juta.
Tazar pun menjelaskan porsi pendapatan yang berasal dari non-Garuda group kuartal tahun 2019 sebesar 38%, menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 44%.
Penurunan porsi pendapatan di luar Garuda ini disebabkan aksi korporasi Garuda yang mengakuisisi Sriwijaya Group yang sebelumnya menyumbang porsi pendapatan 12%.