Bank Dunia resmi mengumumkan Indonesia kembali masuk dalam negara lower middle income (negara dengan penghasilan menengah ke bawah). Assessment Bank Dunia menyatakan, gross national income (GNI) per kapita Indonesia pada 2020 turun menjadi US$ 3.870.
Padahal, pada 2019 Indonesia naik kelas menjadi negara upper middle income (negara berpenghasilan menengah ke atas) dengan GNI per kapital berada di level US$ 4.050. GNI dipengaruhi berbagai faktor, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, dan pertumbuhan penduduk.
Menanggapi hal itu, Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz menyebut, Indonesia turun kelas bukan semata-mata disebabkan resesi imbas pandemi Covid-19.
“Ini adalah buah dari kebijakan upah murah, seperti adanya pembatasan kenaikan upah dan dihapuskannya Upah Minimum Sektoral (UMSK),” ucapnya dalam keterangan tertulis, Rabu (7/7).
Banyak daerah sudah tidak menetapkan UMSK sejak 2020. Misalnya, Jawa Barat. Bahkan, hampir semua daerah tidak menetapkan UMSK pada 2021. Ini diperparah dengan kegagalan pemerintah memberikan perlindungan terhadap buruh di masa pandemi Covid-19. Banyak buruh dirumahkan, dipotong gajinya, hingga terjadi PHK besar-besaran dalam kurun waktu 2020-2021. Dampaknya, daya beli terpukul dan melemahnya pertumbuhan ekonomi.
Solusinya, kata dia, pemberlakuan UMSK 2021 dan penetapan upah minimum merujuk kebutuhan hidup layak. Jika upah semakin layak, maka daya beli masyarakat membaik.
“Sekarang ini serba susah. Mau berjualan juga jarang ada yang membeli, karena kita semua sedang susah,” ucapnya.
Saat ini, buruh sedang berkonsolidasi untuk mendesak kepala daerah di seluruh Indonesia kembali memberlakukan UMSK tahun 2021.
“Kan boleh kepala daerah membuat kebijakan yang lebih baik untuk rakyatnya. Masa berbuat baik dilarang,” tutur Riden.
Omnibus Law UU 11/2020 tentang Cipta Kerja telah menghapus UMSK/UMSP. Omnibus Law UU 11/2020 tentang Cipta Kerja melahirkan rezim murah yang memicu negara Indonesia masuk pendapatan menengah bawah. Selain itu, PP 78/2015 juga memperburuk daya beli masyarakat, karena mengatur kenaikan upah tidak lagi berdasar pada kebutuhan hidup layak.