Setelah ekspansi di Asean, PT Aplikasi Karya Anak Bangsa atau lebih dikenal dengan Go-Jek, akan merambah bisnis produksi film.
Perusahaan on-demand berbasis aplikasi, Gojek, memperluas bisnis ke industri hiburan dengan membuat unit khusus, Go Studio untuk melakukan pendanaan terhadap produksi film.
Presiden Direktur Go Studio Christopher Smith mengatakan bahwa unit bisnis ini mulai terbentuk pada awal tahun ini.
"Kami merasa dengan Go Studio, bekerja bersama pembuat film, sutradara, penulis Indonesia, kami memiliki kemampuan untuk memberi dampak pada industri hiburan di Indonesia," ujar Christopher ditemui usai gelaran Docs By The Sea, di Kuta, Bali, Kamis (9/8).
"Kami mencari cerita yang berkualitas yang benar-benar membutuhkan bantuan apakah itu secara finansial atau memperkenalkan film maker pengalaman lebih, sehingga dapat mengangkat film Indonesia," sambung dia.
Go Studio telah terlibat dalam sejumlah produksi film Indonesia, termasuk film yang baru saja dirilis "Ku Lari Ke Pantai" dan yang segera meluncur "Keluarga Cemara". Tidak hanya film bergenre keluarga, Go Studio juga telah berada di balik film laga "Buffalo Boys" dan film karya Garin Nugroho yang masuk dalam Venice Film Festival "Kucumbu Tubuh Indahku". Go Studio juga bahkan melirik film dokumenter. "Kami bekerja dengan beragam proyek," kata Christopher.
Terlibat dalam Docs By The Sea, Go Studio terlibat dalam penyelenggaraan forum film dokumenter Docs By The Sea dengan berkolaborasi bersama Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan lembaga nirlaba yang mendedikasikan diri untuk ekosistem film dokumenter Indonesia, In-Docs.
Go Studio menciptakan skema pendanaan untuk film dokumenter, yang diberi nama Docs By The Sea Co-Production Fund. Sebanyak 13 dari 22 proyek film dokumenter Indonesia yang memiliki fase produksi berbeda-beda, terpilih untuk mendapatkan dukungan berupa bimbingan, pendanaan, dan distribusi.
"Setiap project punya kebutuhan sendiri-sendiri, ada yang masih di tahap awal, ada juga yang sudah di tahapan akhir produksi. Ada yang butuh finansial ada yang butuh mentoring. Kami akan melihat sesuai kebutuhan mereka," ujar Christopher.
Meski terlibat dalam pendanaan, Christopher mengatakan bahwa Go Studio tidak terlibat dari sisi kreativitas.
Go Studio juga berkeinginan untuk membuat 13 proyek ini dapat dilihat oleh lebih banyak dengan mencoba membawa ke festival film di luar negeri.
"Kebanyakan ceritanya sangat universal, tentang inovasi, cinta, kegigihan, yang tidak hanya orang Indonesia tapi cerita itu mungkin semua budaya di seluruh dunia bisa melihat dan dapat terpengaruhi dengan ini," kata Christopher.
Tidak hanya berinvestasi pada karya sineas Indonesia, Go Studio juga memproduksi original stories sendiri. "Go Studio memiliki fungsi layaknnya rumah produksi," ujar Christopher.
Sayangnya, saat ditanya soal platform yang akan menjadi wadah konten yang telah diproduksi Go Studio, Christopher enggan berbicara banyak.
Dengan singkat dia menjawab. "Spoiler Alert!" "Kemungkinan selalu ada, namun terlalu dini untuk berbicara tentang hal itu," dia menambahkan.
Christopher melihat banyaknya layanan video on-demand di Indonesia, seperti Netflix, Iflix Hooq dan Viu, sebagai hal yang positif di mana para pemirsa Indonesia dapat memiliki lebih banyak pilihan tontonan.
"Saya menonton berbagai platform karena satu platform ada sementara yang lainnya tidak ada, demikian sebaliknya. Memiliki akses untuk berbagai pilihan itu penting," ujar Christopher.
Sumber: Antara