Pemerintah dinilai setengah hati dalam melaksanakan pengembangan ekonomi berkelanjutan (green economy) atau pemulihan hijau. Ini tecermin dari sikap PT PLN (Persero) membatasi pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap hingga 15%.
Kebijakan tersebut disesalkan Gubernur Bali, I Wayan Koster, yang mendukung adopsi PLTS atap dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pemanfaatan PLTS Atap. Padahal, publik sangat antusias.
"Respons masyarakat sangat bagus. Namun, saat ingin digenjot, ada kebijakan dari PLN yang membatasi pemasangan PLTS atap hanya sampai pada 15% saja," katanya dalam webinar "Sustainable Economic Recovery by Promoting Solar PV Development", Selasa (9/8).
Wayan pun berjanji akan membahas lebih lanjut ihwal kendala pemasangan PLTS atap di tingkat nasional. Pangkalnya, bagi dia, pengembangan energi bersih harus dilihat secara utuh. Oleh karena itu, PLN disarankan mengubah skema bisnisnya jika khawatir dirugikan dengan kehadiran PLTS atap.
Peneliti dan spesialis teknologi & material fotovoltaik di Institute for Essential Services Reform (IESR), Daniel Kurniawan, juga menyoroti sikap pemerintah yang belum menjadikan pemulihan hijau dalam rangka pemulihan ekonomi nasional (PEN) pascapandemi sebagai program prioritas. Ini terlihat dari alokasi anggaran PEN yang masih didominasi energi fosil, penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca di Indonesia. Padahal, pemerintah menargetkan zero nett emission (ZNE) pada 2060.
"Alokasi anggaran untuk inisiatif pengembangan rendah karbon ini masih sangat rendah, hanya di bawah 1% atau sekitar Rp7,63 triliun dari alokasi PEN 2021 sebesar Rp747,7 triliun," ungkapnya.
Daniel berpendapat, ada beberapa alasan yang membuat pemerintah lambat untuk menyelaraskan PEN dengan pemulihan hijau. Misalnya, anggapan inisiatif pemulihan hijau belum mendesak dilakukan karena bersifat jangka panjang dan keterbatasan anggaran fiskal.
Baginya, penyelarasan PEN melalui pemulihan hijau dapat dilakukan dengan mendorong adopsi PLTS atap. Pangkalnya, dapat dipasang lebih cepat dibanding PLTS skala utilitas serta berperan penting dalam dekarbonisasi sektro ketenagalistrikan dan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan.
"Pemasangan 2.000 unit (9,1 MegaWatt peak) PLTS atap setidaknya akan menciptakan 270 pekerjaan langsung, 270 pekerjaan tidak langsung, dan 170 pekerjaan baru," ujarnya.
Agar adopsi PLTS atap dapat berlangsung cepat, Daniel mendorong pemerintah melakukan beberapa langkah. Pertama, melaksanakan pengadaan umum pemasangan PLTS atap di bangunan milik negara. Biaya pengadaan PLTS atap dapat ditekan menggunakan skema pembiayaan jangka panjang yang hanya membayar biaya operasional.
Kedua, melaksanakan program pengadaan umum PLTS atap yang ditujukan bagi rumah tangga bersubsidi atau yang IESR sebut sebagai Program Surya Nusantara. Manfaat ekonominya berupa pemotongan subsidi listrik.
"Program Surya Nusantara ini akan menghemat subsidi listrik dari APBN sebesar Rp1,3 triliun per tahun atau Rp32,5 triliun selama 25 tahun umur ekonomis PLTS atap. Selain itu, program ini juga dapat menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 1,05 juta tCO2 per tahun untuk instalasi 1 GWp PLTS atap," paparnya.
Ketiga, mendorong adopsi skala kecil dengan memberikan insentif finansial berupa subsidi maupun pemasangan kWh meter yang gratis atau insentif fiskal, seperti pembebasan pajak dan langkah lainnya agar masyarakat tertarik memasang PLTS atap.
Sementara itu, Perencana Ahli Utama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Jadhie Judodiniar Ardajat, menyampaikan, adopsi PLTS atap harus terus didorong. Alasannya, menjadi alternatif sumber energi baru terbarukan (EBT).
"Sekalipun tantangan, kendala, maupun potensi risiko yang dihadapi ke depan masih relatif cukup besar, akan tetapi pengembangan solar rooftop ini merupakan langkah terpilih, yang diproyeksikan dan diyakini merupakan salah satu langkah prioritas dan optimal dalam rangka pengembangan penyediaan energi baru terbarukan dan merupakan bagian dari kegiatan prioritas nasional dalam kerangka transformasi energi nasional," urainya.