Teka - teki nama calon Gubernur Bank Indonesia (BI) yang diajukan Presiden, akhirnya terkuak. Ini setelah Presiden Jokowi mengirimkan surat resmi kepada DPR pada Jumat (23/2) sore. Melalui suratnya, Presiden Jokowi hanya mencantumkan nama Perry Warjiyo sebagai calon Gubernur BI.
Seperti apa perasaan Perry terhadap kepastian itu? Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo itu hanya tersenyum dan tidak berkomentar apapun terkait penunjukan dirinya sebagai Calon Gubernur BI periode 2018-2023.
Menariknya, Perry merupakan calon Gubernur BI dari internal Bank Sentral yang diusulkan Presiden sejak 2003. Burhanuddin Abdullah merupakan calon Gubernur BI terakhir yang berasal dari internal.
Nampaknya Presiden memiliki keinginan memperkuat dan menjaga stabilitas kerja BI. Mengingat, tantangan BI di masa mendatang akan semakin kuat, khususnya dalam pengendalian inflasi.
Di era rezim ekonomi yang semakin bebas seperti saat ini, ancaman krisis bukan hanya berasal dari dalam negeri. Ada juga ancaman lain yang harus diwaspadai. Misalkan saja meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global terkait ekspektasi kenaikan Fed Fund Rate (FFR) yang lebih tinggi dari perkiraan dan peningkatan harga minyak dunia.
Itulah sebabnya pemimpin BI di masa depan harus sudah berpengalaman dalam menghadapi krisis. Kondisi krisis seperti itu bisa terjadi kapan saja dan dimulai dari negara mana saja. Khususnya sejumlah negara yang mendominasi perekonomian dunia.
Di luar itu, ternyata sebagian dari kita memiliki kekhawatiran siklus krisis setiap 10 tahun yang mendera Indonesia. Apakah benar? Iya, kita pasti masih ingat, pada 1998 dan 2008 lalu, Indonesia dihadang krisis yang cukup mengganggu perkembangan ekonomi.
Pada 1998, Indonesia mengalami krisis moneter yang dimulai dengan merosotnya secara tajam nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Kemudian pada 2008, Indonesia terseret krisis yang berasal dari kondisi global, yakni kolapsnya perbankan di Amerika Serikat dan Eropa.
Mungkin itulah sebabnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani setuju anggapan perlunya BI dipimpin sosok berpengalaman, dan hal itu diyakini ada didiri Perry. Mengingat selain saat ini menjabat posisi Deputi Gubernur, Perry juga pernah menjadi Executive Director di IMF.
“Beliau sudah banyak memiliki banyak pengalaman dan kesempatan untuk menyiapkan peranan dari Gubernur Bank Indonesia seperti yang dibutuhkan," terang Sri Mulyani, Selasa (27/2).
Perry memiliki karir panjang di BI, yakni sejak 1984 dengan fokus pada riset dan pengembangan kebijakan moneter. Sebelum menjabat sebagai Deputi Gubernur, Perry dipercaya sebagai Asisten Gubernur Kebijakan Moneter, Makro Prudensial dan Internasional. Sebelumnya lagi, menjabat sebagai Direktur Eksekutif Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter di BI.
Hubungan antara BI dengan Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang selama ini sudah sangat baik, diharapkan menjadi lebih baik jika DPR menyetujui Perry menjadi Gubernur BI. Mengingat keempat Lembaga / institusi ini memiliki peranan yang penting ketika terjadi krisis.
Mengutip dari website BI, dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.
Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
“Pengalaman Perry yang panjang dalam bidang perekonomian dan moneter diharapkan dapat bermanfaat dalam menghadapi situasi ekonomi yang dinamis pula,” kata Sri Mulyani lagi.