Pemerintah baru saja menurunkan harga gas industri menjadi US$6 per million british thermal units (mmbtu) melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 08 Tahun 2020. Penurunan harga gas industri tersebut ditujukan bagi tujuh sektor industri seperti pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. (PGN) selaku pelaksana Permen tersebut menjelaskan penurunan harga gas ini dilakukan dengan menargetkan penurunan harga gas di hulu menjadi US$4-US$4,5 per mmbtu. Sementara untuk biaya penyaluran di midstream dan downstream harus diturunkan US$1,5-US$2 per mmbtu.
Direktur Utama PGN Gigih Prakoso mengatakan dengan cara tersebut, baru bisa dipastikan pelanggan di plant gate dapat menerima gas dengan harga US$6 per mmbtu.
"Tapi saat ini biaya penyaluran PGN masih berkisar di US$2,6-US$3,2 per mmbtu," kata Gigih dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama komisi VI DPR RI.
Dengan demikian, PGN memperkirakan akan ada penurunan pendapatan PGN, dan penurunan margin usaha. Bahkan, lanjut Gigih, penurunan harga gas industri tersebut bisa membuat PGN mengalami kerugian.
Untuk itu, pihaknya saat ini akan melakukan penghitungan kembali potensi kompensasi atau insentif yang akan dimintakan ke pemerintah.
"Sesuai Permen 08/2020 memang akan ada insentif yang diberikan ke badan usaha di sektor hilir. Namun belum dilakukan pendalaman terhadap mekanisme dan penghitungan insentif," tuturnya.
Gigih pun mengharapkan adanya dukungan dari pemerintah dan Komisi VI DPR untuk memperjelas insentif tersebut. Sebab, jika insentif ini masih belum jelas, akan sangat sulit bagi PGN untuk mempertahankan keekonomian dengan menjual gas industri pada harga US$6 per mmbtu.
"Kami berharap kompensasi ini bisa diberikan dalam bentuk penggantian biaya seperti yang diterapkan di Pertamina dan PLN," ujar Gigih.