close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Tiga negara produsen karet terbesar di Asia, Indonesia, Malaysia, dan Thailand memutuskan untuk membatasi ekspor karet.  (Antara Foto)
icon caption
Tiga negara produsen karet terbesar di Asia, Indonesia, Malaysia, dan Thailand memutuskan untuk membatasi ekspor karet. (Antara Foto)
Bisnis
Selasa, 26 Februari 2019 07:42

Harga karet jatuh, tiga negara Asia batasi ekspor

Tiga negara produsen karet terbesar di Asia, Indonesia, Malaysia, dan Thailand memutuskan untuk membatasi ekspor karet.
swipe

Tiga negara produsen karet terbesar di Asia, Indonesia, Malaysia, dan Thailand memutuskan untuk membatasi ekspor karet. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan harga karet yang terus menurun setiap tahun. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, keputusan tersebut ditetapkan pada 22 Februari 2019 di Bangkok, melalui Special Ministerial Comittee Meeting of the International Tripartite Rubber Council (ITRC). 

"Pertemuan diadakan karena hasil evaluasi bersama, masing-masing negara melihat pergerakan karet tidak sesuai dengan supply-demand. Artinya, ada kelebihan supply terhadap demand, sehingga harga karet terus turun," kata Darmin di Jakarta, Senin (25/2). 

Berdasarkan data dari laman resmi International Rubber Consortium (IRCO), sejak 2017 harga karet sempat menyentuh kisaran US$2,27 per kilogram dan terus menurun menjadi US$1,37 per kilogram pada Desember 2018. 

Secara proporsional, produksi karet di Thailand sebesar 52%, Indonesia 38%, dan Malaysia berada pada kisaran 10%. 

Darmin mengatakan, dari pertemuan tersebut juga diambil tiga kebijakan yakni jangka pendek, menengah, dan panjang. 

Kebijakan jangka pendek melalui pengaturan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS), untuk mengurangi ekspor dari ketiga negara sebesar 200.000 - 300.000 Metric Ton (MT), untuk jangka waktu tiga bulan ke depan. 

Kemudian, para pejabat terkait dari masing-masing negara akan kembali menggelar pertemuan pada Maret mendantang untuk membahas implementasi kebijakan tersebut.

"Akan ada Senior Official Meeting (SOM) ITRC untuk membahas poin-poin implementasi AETS pada 4 Maret 2019 mendatang di Thailand," kata Darmin.

Sementara, kebijakan jangka menengah, yakni memaksimalkan penggunaan karet dalam negeri melalui Demand Promotion Scheme (DPS) di masing-masing negara. 

Menurut Darmin, implementasi AETS perlu dilanjutkan dengan mekanisme DPS guna meningkatkan konsumsi domestik secara signifikan di masing-masing negara. Artinya, dalam hal ini, Indonesia akan mulai melakukan penyerapan karet sebanyak-banyaknya di dalam negeri. 

"Di Indonesia, utilisasi karet alam terdapat pada proyek-proyek infrastruktur, seperti jalan provinsi dan kabupaten yang tersebar di seluruh negeri, damper jalur rel, pemisah jalan, bantalan jembatan, dan vulkanisir ban," kata Darmin. 

Harga karet di Indonesia / IRCO

Penanaman kembali 

Kemudian untuk jangka panjang, Indonesia, Malaysia, dan Thailand akan melakukan peremajaan karet alam melalui Supply Management Scheme (SMS). 

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Kasdi Subagyon  mengatakan inti dari SMS adalah penanaman kembali (replanting). Kementan saat ini sudah menyediakan lahan sekitar 60% dari total perkebunan di seluruh Indonesia. 

"60% itu ditanami karet, dan sisanya ditanami tanaman lain. Semisal kakao, hortikultura, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk mengatasi oversupply," tutur Kasdi. 

Untuk diketahui, Thailand berencana mengoptimalkan replanting pohon karet sebesar 65.00 hektar per tahun, Indonesia 50.000 hektar per tahun, dan Malaysia sebesar 25.000 hektar per tahun. 

Penyerapan karet dalam negeri

Untuk mendorong serapan karet, pemerintah telah menyiapkan anggaran senilai Rp20 miliar. Saat ini, pemerintah masih mendorong pelaku industri untuk memproduksinya. 

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan, penyerapan karet prroduksi dalam negeri akan digunakan untuk pembatasan jalan sampai rintangan jalan. 

Hingga saat ini, produksi fasilitas transportasi tersebut masih menggunakan bahan serupa plastik. Untuk itu, Kemenhub akan menggantinya dengan karet untuk mendorong penyerapan karet produksi dalam negeri.

“Karet juga lebih aman digunakan,” kata dia.

Selain untuk fasilitas transportasi, pemerintah juga sudah menyiapkan rencana serapan 2.000 ton karet untuk dijadikan bahan campuran pembuatan aspal. Saat ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sedang melakukan feasibility study untuk itu. 

Penggunaan karet untuk aspal akan dilakukan di beberapa daerah yang merupakan penghasil karet terbesar antara lain Sumatera Selatan, Jambi, Medan dan Kalimantan. 

“Harapnnya akan mendongkrak harga karet,” kata Budi.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Moenardji Soedargo mendukung adanya kebijakan yang dilakukan pemerintah saat ini. Menurut Moenardji, harga karet di pasar internasional bisa memberikan probabilitas untuk menguatkan harga fundamental karet di dalam negeri. 

"Kalau petani tidak sustain, kita juga pusing mau mengolah apa. (Kebijakan ini) bisa mengubah harga keret internasional," ujarnya. 

Menurut Moenardji, kondisi yang terjadi saat ini adalah persepsi di pasar yang tidak akurat, sehingga menyebabkan harga jatuh. Misalnya saja, pada bursa Shanghai, ada karet yang tidak digunakan secara mainstream atau biasanya 70% digunakan untuk industri ban. 

Realitanya, terjadi penumpukkan stok pada karet jenis kualitas tinggi untuk peralatan kesehatan, seperti sarung tangan. 

Saat ini, pemerintah sedang menyelesaikan standar penggunaan aspel dari karet melalui Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) bidang tersebut. Jadi, dalam jangka pendek, kebijakannya adalah pengaturan ekspor (AETS), namun juga dibarengi dengan kebijakan jangka menengah, uakni penggunaan karet dalam negeri. 


 

img
Cantika Adinda Putri Noveria
Reporter
img
Laila Ramdhini
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan