close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Industri kelapa masih belum tergarap dengan baik. Hasil produksi komoditas kelapa di tingkat nasional masih didominasi oleh kopra atau barang mentah (raw material). Alinea.id/Nanda Aria
icon caption
Industri kelapa masih belum tergarap dengan baik. Hasil produksi komoditas kelapa di tingkat nasional masih didominasi oleh kopra atau barang mentah (raw material). Alinea.id/Nanda Aria
Bisnis
Selasa, 30 Juli 2019 14:38

Hilirisasi kelapa belum tergarap baik

Produk komoditas kelapa yang dihasilkan Indonesia masih berupa barang mentah.
swipe

Industri kelapa masih belum tergarap dengan baik. Hasil produksi komoditas kelapa di tingkat nasional masih didominasi oleh kopra atau barang mentah (raw material).

Ketua Umum Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI) Efli Ramli mengatakan, area tanam komoditas kelapa di Indonesia terluas dan terbesar di dunia, hanya saja produk yang dihasilkan masih berupa barang mentah.

Sudah saatnya, kata dia, jumlah produksi yang berlimpah tersebut dimanfaatkan seluas-luasnya untuk memproduksi barang jadi. Misalnya dengan memproduksi barang olahan dari sabut kelapa.

“Sudah saatnya industri kelapa kita didorong untuk memproduksi barang jadi berkualitas ekspor. Potensi ini harus dimanfaatkan sebesar-besarnya,” katanya dalam focus group discussion di Jakarta, Selasa (30/1).

Ia memaparkan, luas area tanam komoditas kelapa di Indonesia sebesar 3,8 juta hektare (ha), dengan total produksi tahunan sebesar 12,91 miliar butir. Akan tetapi pengolahan sabut kelapa hanya sebesar 0,6% saja.

Ia membandingkan, Srilanka dengan luasan area tanam hanya 0,4 juta ha dan produksi 2,63 miliar butir, pengolahan sabut kelapanya jauh lebih besar yaitu 50,3%.

Menurutnya, kenapa hal tersebut bisa terjadi, dikarenakan infrastruktur yang tidak memadai di daerah penghasil komoditas kelapa. 

“Akhirnya di Riau, sebagai daerah penghasil kelapa terbesar di dunia saya lihat bulat-bulat (buah kelapa) dimasukan ke dalam kapal. Karena harganya lebih mahal dibanding dijual di industri,” ucapnya.

Ia menjelaskan, jika pengolahan dilakukan di dalam negeri, selain infrastruktur yang tidak memadai, ongkos angkut juga sangat mahal.

“Ongkos angkut dari Manado ke Surabaya lebih mahal jika dari Manado ke Jepang,” ujarnya.

Ia mengatakan jika sabut kelapa tersebut diolah dengan baik maka dapat dimanfaatkan untuk memproduksi barang-barang seperti keset kaki, jok mobil, tali tambang, serta serbuk dari sabutnya juga dapat dimanfaatkan sebagai media tanam tanaman organik dan pupuk organik.

Ia menjelaskan, bahkan saat ini sudah ada produk olahan sabut kelapa dalam negeri yang memasok secara rutin untuk produk furniture dengan merek dagang IKEA.

“Di lampung sudah ada yang produksi olahan sabut kelapa dan memasok untuk barang-barang IKEA,” tuturnya. 

img
Nanda Aria Putra
Reporter
img
Laila Ramdhini
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan