Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Timur mensinyalir pengurangan pupuk subsidi hingga 50% oleh pemerintah, merupakan skenario agar dapat melakukan impor beras. Berkurangnya pupuk subsidi, membuat petani kesulitan bercocok tanam.
Wakil Ketua HKTI Jawa Timur Noer Sutjipto, mempertanyakan tujuan pemerintah melakukan pengurangan pupuk subsidi. Pemerintah seharusnya peka terhadap pengurangan pupuk subsidi.
"Saya pengin tahu target Menteri Pertanian meningkatkan produksi tanaman pangan di Indonesia seperti apa?" tanya Sutjipto di Surabaya, Jumat (7/2).
Kebijakan itu membuat Sutjipto pesimistis target produksi pangan bisa terpenuhi. Dia menganalogikan situasi ini seperti orang diupayakan sehat, tetapi tidak diberi vitamin dan makanan bergizi.
Ketua umum Asosiasi Produsen Pupuk Kecil Menengah Indonesia (AP2KMI) itu, menegaskan, tanaman membutuhkan dua jenis pupuk, yakni kimia dan organik. Jika tidak diberikan pupuk, tanaman akan kesulitan tumbuh dan berkembang.
"Di sini saya lihat pupuk kimia dikurangi 50%. Terus bagaimana tanaman bisa berbuah? Bagaimana tanaman padi tumbuh kalau energinya tidak ada?" katanya.
Di sisi lain, petani juga mengalami kesulitan mendapatkan pupuk organik. Padahal untuk meningkatkan produksi pertanian, penggunaan pupuk NPK dan urea TSP harus sesuai dengan dosis anjuran. Dimana dosis anjurannya untuk satu hektare sawah menggunakan urea 200 kilogram, KCL- 75 kilogram, dan SP 36 sebanyak 50 kilogram.
Jika kurang, akan berdampak pada panen padi dan berujung pada kurangnya stok beras, sementara permintaan banyak. Untuk memenuhi kekurangan itu, maka pemerintah melakukan impor. Jika seperti itu skenario yang diharapkan Pemerintah, maka HKTI sangat menyayangkan. Mengingat 80% area Indonesia merupakan agraris sehingga potensi yang ada harus dapat dimaksimalkan.
"Kalau begini skenarionya, saya yakin ke depan pemerintah akan semakin banyak impor ke dalam Indonesia. Ini belum bicara masalah gagal panen," tegasnya.
Dengan langkahnya pupuk, petani harus mengambil jatah April untuk kebutuhan Februari. Sementara jatah April diambilkan stok Juli.
"Itu kondisi yang ada sekarang, apa lagi dipotong 50%. Pertanyaannya kapan? Di mana? Solusi apa untuk mewujudkan swasembada pangan? Rumusnya apa?" tuturnya.
Upaya untuk dapat swasembada pangan tidak dapat hanya dengan retorika saja. Dengan berkurangnya sarana, peningkatan produksi pangan sulit terealisasi. Maka HKTI berharap agar kebijakan pengurangan pupuk subsidi dikaji ulang oleh pemerintah.