Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia atau Indonesia Commodity and Derivates Exchange (ICDX) meluncurkan kontrak fisik timah murni batangan (ex-warehouse). Melalui kontrak ini, penyimpanan timah beralih ke gudang Pusat Logistik Berikat (PLB) yang berpusat di Bangka Belitung.
Chief Executife Officer (CEO) ICDX Lamon Rutten mengatakan penggunaan fasilitas PLB dalam transaksi ekspor timah ini merupakan yang pertama dilakukan di Indonesia.
"Dengan adanya PLB ini, timah yang diekspor akan memiliki kepastian hukum dan penyampaian dilakukan dengan sistem gudang bertaraf internasional," kata Lamon di Kantor ICDX, Jakarta, Senin (4/3).
Sebagai informasi, penyimpanan cadangan komoditas pada gudang PLB merupakan inisiatif Presiden Joko Widodo. Pada 2016, Presiden menegaskan, para pengusaha PLB diharapkan mampu memindahkan penimbunan barang ekspor yang semula di luar negeri kembali ke Indonesia.
Menurut Lamon, penggunaan gedung PLB untuk menyimpan timah yang akan diekspor juga akan meningkatkan efisiensi biaya logistik bagi para pengusaha maupun pembeli. Selain itu, kata Lamon, adanya PLB ini juga bertujuan untuk memindahkan penumpukan stok timah di Singapura. Pasalnya, ekspor ke Singapura mencapai 70% sementara konsumsinya sedikit.
Nantinya timah yang sudah terjual akan disimpan di PLB dan mendapat kepastian hukum. Diharapkan, pelaku pasar timah global merasa lebih aman dan nyaman dalam bertransaksi timah di Indonesia baik dari segi pembiayaan maupun logistik.
Selain itu, dengan adanya kepastian pembayaran royalti dan penerimaan Devisa Hasil Ekspor (DHE), serta fluktuasi harga timah yang stabil mencipatkan pasar kompetitif dan transparan. Apalagi, fasilitas penyimpanan timah dengan sistem pergudangan bertaraf internasional dapat mendorong perwujudan visi ICDX menjadikan Bangka Belitung sebagai pusat penyimpanan timah dunia.
Direktur Utama PT ICDX Logistik Berikat (ILB) Petrus Tjandra mengatakan PLB ini dapat menyimpan hingga 6.000 ton timah setiap bulannya. "Sebanyak-banyaknya timah yang bisa kita timbun di PLB. Bisa menimbun 6.000 ton per bulan diharapkan bisa di jual kira-kira US$ 20 ribu per ton, ya perbulan bisa US$ 120 juta ," kata Petrus.
Adapun penyerap ekspor terbesar adalah Jeman, Jepang, Korea dan China. "Kami akan perluas lagi, intinya siapapun orang yang memmbutuhkan atau menciptakan elektronik maka dia butuh timah," ujarnya.
Menurutnya, dengan adanya PLB tersebut nantinya ada banyak keuntungan yang akan diperoleh negara maupun pengusaha seperti biaya penampungan lebih murah dan bertambahnya lapangan kerja bagi warga lokal.
Sementara itu, menanggapi perang dagang antara Amerika Serikat dan China, Petrus mengatakan, Indonesia sebagai eksportir terbesar timah tidak ada pengaruhnya dengan perang kedua negara tersebut. "Justru dengan perang dagang ini kita bisa meningkatkan eskpor kami," ucapnya.