close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Foto iStock
icon caption
Ilustrasi. Foto iStock
Bisnis
Rabu, 20 Juli 2022 20:20

ICDX ungkap tren komoditi di tengah gejolak inflasi tinggi dunia

Konflik geopolitik yang masih terjadi antara Rusia-Ukraina juga masih menjadi penyebab harga komoditas yang tinggi dan terus meningkat.
swipe

Beberapa negara seperti Amerika, Australia, Inggris dan lainnya tengah mengalami inflasi. Bagi beberapa negara, inflasi yang terjadi pada tahun ini menjadi inflasi tertinggi dalam dekade terakhir. Inflasi domestik yang terus mengalami peningkatan disebabkan karena tingginya tekanan sisi penawaran, seiring dengan kenaikan harga komoditas dunia. 

Selain itu, konflik geopolitik yang masih terjadi antara Rusia-Ukraina juga masih menjadi penyebab harga komoditas yang tinggi dan terus meningkat. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya produksi serta impor yang berasal dari negara tersebut. Seperti yang diketahui bahwa Ukraina merupakan salah satu negara pemasok gandum terbesar di perdagangan dunia, dan Rusia yang merupakan negara kedua terbesar di dunia pemasok minyak mentah. 

“Konflik geopolitik Rusia-Ukarina masih memiliki dampak yang besar bagi supply energi, seperti pasokan energi dari Russia ke Eropa yang memberikan dampak terhadap pihak luas. Konflik ini berdampak pada kenaikan harga bahan bakar yang berimbas pada tinggi dan naiknya harga komoditas global, yang merupakan kebutuhan masyarakat sehingga pada akhirnya mengakibatkan inflasi pada setiap negara“ ujar Vice President of Research and Development Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) Isa Djohari, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (20/7).

Berdasarkan analis dari tim Research and Development ICDX, nilai dari minyak mentah sendiri akan tetap mengalami peningkatan sehingga hal tersebut menjadi daya tarik untuk bertransaksi. Pada kuartal II-2022 sebelumnya, harga minyak mengalami peningkatan sebesar 15,04%. Diperkirakan pada kuartal III-2022 ini, harga minyak akan tetap mengalami penguatan, meskipun ada beberapa faktor yang bisa menahan penguatan harga tersebut.

“Melihat dari beberapa katalis yang ada, di kuartal III-2022 ini pergerakan harga minyak masih mengalami bullish. Namun tidak akan menutup kemungkinan bahwa akan ada sentimen-sentimen yang akan menahan pergerakan harga tersebut. Salah satunya adalah mengenai Pakta Produksi Opec+ yang hingga saat ini tidak ada sinyal untuk berlanjut, di mana hal ini akan mempengaruhi pasokan yang ada di pasar,“ jelas Research & Development ICDX Girta Yoga.

Harga komoditas emas juga menjadi suatu yang sangat diperhatikan dan diperbincangkan belakangan ini. Inflasi yang terjadi di berbagai negara membuat harga emas belakangan ini menurun hingga mencapai nilai support US$1689,93. Namun, dalam beberapa hari terakhir Research and Development ICDX mencatat bahwa harga emas mengalami penguatan. Hingga Senin (18/7), harga emas naik menyentuh zona US$1712,82. Fluktuasi yang terjadi terhadap harga emas disebabkan oleh kondisi geopolitik dan juga penyebaran Covid-19.

“Berdasarkan data riset ICDX, harga emas saat ini menunjukan tren penurunan. Namun, tetap ada potensi harga emas tetap naik apabila ada kebijakan The Fed untuk mengembalikan kondisi ekonomi semula,“ tambah Research and Development ICDX Taufan Dimas Hareva.

Selain minyak mentah dan emas, di awal kuartal III-2022 ini forex juga menarik perhatian. Berdasarkan Research and Development ICDX, beberapa harga mata uang mengalami perubahan dan cenderung menurun. Semenjak dihadapkan dengan inflasi yang tinggi, nasib Dolar AS kian tidak menentu. Demi menekan inflasi, indeks Dolar AS menyentuh titik tertinggi yaitu di zona 108. Selain itu, inflasi juga terjadi di salah satu negara Asia yaitu Jepang. Inflasi di Jepang mencapai angka 2,5%, dimana angka tersebut dirasa cukup tinggi untuk Jepang. Inflasi ini juga berdampak terhadap kurs Yen yang mengalami kelemahan.

“Meskipun telah dilakukan berbagai kebijakan, inflasi yang tinggi di Amerika Serikat tetap tidak terhindarkan. Sehingga hal tersebut memunculkan potensi bahwa akan tetap ada agresitivitas The Fed untuk memerangi inflasi melalui kebijakannya yang populer yaitu menaikan suku bunga. Selain itu, Jepang juga sedang mengalami inflasi dan hal ini berdampak kepada nilai kurs Yen. Inflasi ini mengakibatkan pelemahan pada kurs Yen. Imbas dari pelemahan kurs Yen ini sendiri bagi Jepang akan mengakibatkan harga komoditas impor, biaya manufaktur dan barang-barang menjadi mahal “ ujar Research and Development Revandra Aritama.

Selain komoditas-komodtas di atas, isu perdagangan karbon global juga menarik untuk diperhatikan. Indonesia sendiri saat ini belum menjalankan perdagangan karbon yang terorganisir, namun negara-negara di Eropa telah mengimplementasikan Cross Border Adjustment Mechanism (CBAM).

“Secara bertahap, CBAM ini akan menjadi sebuah mekanisme alternatif untuk mencegah kebocoran karbon. Selain itu yang diharapkan dari mekanisme ini adalah perlakuan yang sama antara produsen dari domestik Uni Eropa serta luar negeri yang mengarah pada internalisasi biaya pemanasan global“ ujar Research and Development ICDX Allysea Subagja.

img
Hermansah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan