International Finance Corporation (IFC) menerbitkan surat utang untuk Indonesia senilai US$134 juta, setara Rp2 triliun.
IFC yang merupakan anggota kelompok Bank Dunia, menerbitkan surat utang berwawasan lingkungan atau Green Komodo Bond berdenominasi rupiah. Dari penerbitan obligasi di pasar internasional itu, IFC memperoleh dana segar sebesar US$134 juta.
Penerbitan Komodo Bond ini merupakan yang pertama kalinya dilakukan oleh bank pembangunan multilateral. Dana yang diserap akan disalurkan untuk investasi proyek-proyek terkait perubahan iklim di Indonesia.
Wakil Presiden IFC untuk Asia dan Pasifik Nena Stoilijkovic mengatakan, minat yang kuat dari investor internasional adalah bukti meningkatnya ketertarikan akan investasi yang bertanggung jawab sosial di Indonesia.
"Obligasi hijau berjangka lima tahun yang akan didaftarkan ke Bursa Efek London dan Bursa Efek Singapura ini akan mendukung pasar mata uang lokal di Indonesia dan mendanai obligasi berwawasan lingkungan pertama yang diterbitkan di Indonesia oleh klien IFC, yaitu Bank OCBC NISP," kata Nena dalam keterangan resmi yang diterima Alinea.id, Senin (8/10).
Penerbitan Komodo Bond ini sekaligus menegaskan komitmen IFC untuk mendukung Indonesia dalam mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang ramah lingkungan.
"Obligasi ini memungkinkan kami untuk memobilisasi pendanaan internasional ke dalam proyek-proyek ramah iklim di Indonesia. Kami bermaksud untuk mereplikasi dan meningkatkan skala dari model ini guna mengatasi tantangan iklim negara ini," jelasnya.
Wakil Presiden dan Bendahara IFC Jingdong Hua menuturkan Green Komodo Bond yang pertama kali diterbitkan dalam mata uang rupiah ini ialah tonggak penting bagi IFC dan bagi Indonesia.
"Penerbitan obligasi ini juga membantu sektor swasta mengelola risiko valuta asing melalui pembiayaan dengan mata uang lokal, sekaligus menumbuhkan bisnis yang cerdas iklim," ujar Jingdong Hua.
Sementara Kepala SSA DCM J.P Morgan John Lee Tin mengklaim bahwa investor bereaksi positif terhadap transaksi Komodo Bond rupiah perdana ini. Hal itu terbukti dari permintaan yang lebih besar dari yang ditargetkan. Mengingat tingkat volatilitas di pasar negara berkembang, kelebihan permintaan dianggap keberhasilan.
"Selain itu, IFC memperluas cakupan investor dari obligasi hijau menggunakannya sebagai peluang untuk menambah denominasi mata uang baru. Dengan demikian, menambah basis investor baru, untuk upaya kesadaran iklim penerbit obligasi," pungkasnya.