Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup ambruk 1,52% di perdagangan sesi I, Selasa (10/1). Padahal, pada penutupan perdagangan Senin (9/1), IHSG berhasil ditutup di zona hijau atau naik 0,06% ke level 6.688 dengan nilai transaksi mencapai Rp9,88 triliun.
Dengan demikian, secara kumulatif sepekan ini, IHSG mencatatkan kinerja yang masih di zona merah, yaitu turun 4,38%. Tidak sendiri, performa bursa di Asia lainnya juga saat ini menunjukkan kinerja yang tidak positif, seperti Hang Seng Index (HSI) di Hong Kong yang turun 0,45% dan Straits Times Index (STI) di Singapura yang turun 0,99%.
Penurunan ke zona merah pada IHSG ini tak terhindar dari masih maraknya investor asing yang melepas kepemilikannya di pasar saham Indonesia. Tercatat, selama sepekan telah terjadi aksi net sell mencapai Rp1,89 triliun di seluruh market.
Net sell asing didominasi terjadi pada sektor perbankan, seperti saham BBCA yang selama sepekan mengalami net sell hingga Rp579,43 miliar di seluruh pasar, sehingga dalam satu minggu, harga saham BBCA terkoreksi 3,80%. Untuk perdagangan sesi I, BBCA juga masih di zona merah turun 2,66%.
Saham BBRI juga mengalami nasib yang sama, dalam sepekan, perbankan ini alami net sell Rp578,44 miliar di seluruh pasar dan dalam periode waktu yang sama, BBRI terkoreksi 8,45%. Saat ini juga terkoreksi 3,27%. Pada perdagangan sesi I hari ini, BBRI juga terkoreksi 3,27%.
Selanjutnya, disusul BMRI yang sahamnya juga diobral asing mencapai Rp145,76 miliar di seluruh market. Selama satu minggu, harga saham BMRI terkoreksi 6,78% dan di perdagangan sesi I merosot 4,63%.
Lalu, saham BBNI mengalami net sell sebanyak Rp102,4 miliar di satu minggu terakhir di semua pasar. Harga saham BBNI ini juga terkoreksi 6,47% selama sepekan dan pada perdagangan sesi I hari ini ada di zona merah 3,61%.
Kendati demikian, Analis Investindo Nusantara Sekuritas, Pandhu Dewanto menilai, di tahun ini sektor perbankan masih tetap menjadi sektor yang paling menarik.
“Kinerja solid sepanjang tahun lalu menjadi bekal yang bagus untuk menghadapi potensi perlambatan ekonomi ke depan. Mereka bisa perkuat pencadangan untuk antisipasi kenaikan Non Performing Loan (NPL) sebagai konsekuensi dari kenaikan suku bunga ,” ujar Pandhu saat dihubungi Alinea.id, Selasa (10/1).
Pandhu juga menyatakan, proyeksi pertumbuhan ekonomi masih positif. Sehingga, ia yakin pada 2023 sektor perbankan masih bisa melaju, meskipun ada tantangan dari terjadinya capital outflow seperti belakangan ini.
“Kami melihat hal ini menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan untuk buy on weakness pada sektor perbankan,” tutur Pandhu.