Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta pemerintah untuk mengkaji ulang proyek infrastruktur yang sedang dan akan berjalan. Kajian yang dimaksud agar pemerintah menjadwal ulang proyek-proyek tersebut.
Permintaan tersebut bukan tanpa sebab. Pasalnya, kondisi pasar keuangan global saat ini diliputi ketidakpastian dan rupiah terus mengalami pelemahan. Sementara itu, banyak proyek infrastruktur pemerintah bahan bakunya dipasok melalui impor.
“Ketidakpastian ini telah meningkatkan tekanan di pasar keuangan emerging markets, khususnya di negara-negara yang mengalami ketidakseimbangan eksternal,” kata Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik OJK, Anto Prabowo di Jakarta, Kamis, (27/9).
Anto mengatakan, dalam mengurangi dampak global, OJK mendukung penuh apabila pemerintah berupaya menjadwalkan ulang proyek infrastruktur non-strategis dengan konten impor tinggi. Selain itu, OJK juga mendukung penggunaan biosolar (B20), serta peningkatan tarif PPh impor produk konsumsi.
Menurut Anto, meski dibayangi ketidakpastian pasar keuangan global akibat berlanjutnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China, pihaknya menilai stabilitas sektor jasa keuangan dalam negeri masih dalam kondisi terjaga. Hal tersebut berdasarkan pantauan di pasar modal per September 2018 yang menunjukkan masih relatif stabil.
“Per 21 September 2018, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat pelemahan tipis sebesar 1,0% secara month to date (mtd) dengan investor non residen mencatatkan jual bersih sebesar Rp2,5 triliun,” katanya.
Secara year to date, IHSG terkoreksi sebesar 6,3% dengan investor non residen mencatatkan jual bersih sebesar Rp52,7 triliun.
Dari sisi penghimpunan dana di pasar modal, pada periode Januari sampai 21 September 2018 korporasi telah menghimpun dana mencapai Rp130 triliun, dengan emiten baru sebanyak 39 perusahaan. Total dana kelola investasi sebesar Rp740,69 triliun. Angka ini meningkat 7,58% dibandingkan akhir tahun 2017.
Sementara di perbankan, tumbuh sebesar 6,88% year on year (YoY). Premi asuransi jiwa dan asuransi umum/reasuransi per Agustus 2018 masing-masing mencatat sebesar Rp114,8 triliun dan Rp49,3 triliun.
Menurut Anto, dinamika di pasar keuangan diperkirakan masih akan berlanjut seiring masih tingginya downside risk di lingkup global.
"OJK memandang kemampuan sektor jasa keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi masih terbuka, namun tetap dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian," katanya.
Ia mengatakan beberapa faktor risiko yang menjadi perhatian di antaranya adalah perkembangan suku bunga dan likuiditas global, gejolak di pasar keuangan emerging markets, dan tensi perang dagang. (Ant)