Terus meroketnya harga minyak mentah dunia harus diimbangi dengan merevisi asumsi APBN 2018 yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Pada perdagangan Jumat (23/3), harga minyak dunia ditutup terkoreksi 0,8% menjadi US$68,91 per barrel. Meski turun tipis, harga tersebut masih terbilang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan asumsi APBN 2018 yang dipatok US$48 per barrel.
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, menjelaskan harga minyak dunia itu masih terlampau jauh bila dibandingkan dengan asumsi APBN yang hanya US$48 per barrel.
Menurut dia, apabila pemerintah masih mempertahankan harga acuan dalam APBN tersebut, maka yang dikhawatirkan adalah adanya kenaikan beban subsidi negara. Jika subsidi tidak mencukupi, maka beban tersebut akan berada di pundak PT Pertamina (Persero).
"Jadi, nanti Pertamina yang akan menanggung kerugian dari selisih harga pasar itu," ujar Bhima, Jum'at (23/3).
Bhima menyarankan agar pemerintah sudah saatnya untuk merevisi asumsi harga minyak mentah dalam APBN 2018. Revisi harga minyak itu juga akan diikuti oleh penyesuaian asumsi makro ekonomi.
Menurut dia, pemerintah seharusnya bisa menaikkan asumsi harga minyak menjadi US$55 - US$60 per barrel. Kemudian, bila APBN 2018 pemerintah hanya mematok nilai tukar rupiah pada kisaran Rp13.400 per dollar AS, sebaiknya pemerintah dapat menyesuaikannya menjadi di atas Rp13.700 per dollar AS.
Penyebabnya, kata dia, dua komponen itulah yang mempengaruhi pergerakan harga minyak dunia.
Ditilik dari data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia bisa mengimpor minyak mentah sebesar 500.000 barrel setiap harinya. Sehingga, jika harga terus berubah, otomatis biaya impor kian membengkak.
Selain itu, Bhima juga mendesak pemerintah untuk melakukan simulasi ataupun mitigasi risiko penambahan subsidi.
"Misalnya saja BBM subsidi mau ditambah berapa? Atau kalau Pertamina menanggung beban subsidi, maka Pertamina harus disuntik modal lebih besar. Penyertaan modal negara harus lebih besar ke Pertamina, biar Pertamina enggak terganggu investasi ke depannya," jelas Bhima.