Indef: Kedodoran defisit migas kian menghawatirkan
Terus merosotnya produksi minyak dan gas (migas) Indonesia membuat sektor ini kedodoran membuat angka defisit kian menghawatirkan.
Insitute for Development of Economics and Finance (Indef) menyebut Indonesia memiliki sejumlah tantangan dalam pengelolaan minyak dan gas (migas) dalam negeri seperti defisit perdagangan migas.
Padahal, migas merupakan komoditas vital yang berperan penting untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik sebagai sumber energi transportasi, listrik, dan industri maupun pemenuhan kebutuhan pasar internasional.
Peneliti Indef Imamuddin Abdullah menilai, defisit perdagangan migas terjadi akibat dari tidak berimbanganya kemampuan produksi migas dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Menurut data yang dipaparkan Indef, produksi minyak pada 2000 hingga 2017 terus menurun. Sementara, jumlah konsusmsi dari 2000 hingga 2017 terus meningkat.
Misalnya saja, pada 2000 Indonesia mampu memproduksi lebih dari 1,4 juta barel per hari dengan konsumsi di bawah 1,2 juta barel per hari. Namun, pada 2003 jumlah konsumsi mulai melebihi jumlah produksi minyak.
Pada 2003, produksi minyak hanya mampu menghasilkan di bawah 1,2 juta barel per hari, sementara konsumsinya di atas 1,2 juta barel per hari.
Hal tersebut semakin parah pada 2017, produksi minyak hanya mampu di level 800.000 barel per hari, sedangkan konsumsinya mencapai di atas 1,6 juta barel per hari.
"Sejak 2003 itu kita ada masalah defisit migas, jadi masalah ke neraca perdagangan, ganggu juga ke keseimbangan primer, lalu ngaruh juga ke rupiah. Sehingga penting cari solusi revitalisasi karena faktor pembangunan penting di Indonesia," kata Imamuddin dalam diskusi Indef di Jakarta, Kamis (21/3).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Indef Berly Martawardaya mengatakan perlu ada solusi bagi sektor migas agar tidak lebih besar pasak daripada tiang untuk produksi dan konsumsi migas.
"Presiden siapapun dalam lima tahun sulit menaikkan produksi hingga dua kali. Konsumsi dalam negeri terus meningkat, terutama karena jumlah mobil dan seperda motor terus meningkat setiap tahunnya," kata Berly.
Untuk itu, kata dia, cadangan migas milik Indonesia diprediksi akan habis dalam 20 tahun lagi. “Dengan cadangan yang ada dan tren konsumsi di masa mendatang itu juga kurang dari 20 tahun akan habis,” kata dia.
Lebih lanjut, kata dia, langkah mencegah habisnya produksi migas dalam negeri, yakni dengan meningkatkan produksi energi baru terbarukan (EBT) hingga impor. Dengan begitu, kebutuhan dalam negeri terus terjaga.
“Opsinya itu meningkatkan produksi, produksi EBT-nya atau punya duit banyak dari sektor lain untuk impor. Sebab konsumsi sulit ditekan,” ucapnya.
Selain itu, ia juga menyinggung soal RUU Migas agar segera diselesaikan. Dengan begitu harapannya investasi di sektor migas bisa meningkat dan mendorong produksi dalam negeri.
“Enggak ada cara lain, migas digenjot, sistem diperkuat untuk investasi baik dari UU migas dan dorong EBT migas enggak cukup,” ujarnya.
Terakhir, terkait subsidi BBM harusnya melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bukan melalui Pertamina.
Dana abadi migas
Sementara itu, pemerintah mencanangkan program dana abadi atau petroleum fund untuk sektor migas. Nantinya, dana yang terkumpul akan digunakan untuk berbagai kegiatan, utamanya di sektor hulu seperti eksplorasi migas.
Anggota Komisi VII DPR RI Tjatur Sapto Edy mengatakan, nantinya dana abadi ini diambil dari hasil ekspor yang dilakukan perusahaan migas di dalam negeri. Namun untuk presantasenya sendiri belum ditentukan. Lalu, Badan Usaha Khusus (BUK) yakni PT Pertamina (Persero) dan SKK Migas yang bakal mengumpulkannya, lalu disetor ke negara.
"Disetor oleh BUK ke pemerintah, biasanya Kementerian Keuangan. Nanti pelaksaannya sendiri itu tidak dimasukkan dalam Undang-undang, tapi pakai Peraturan Menteri (Permen)," kata Tjatur pada kesempatan yang sama.
Lebih lanjut, kata dia, banyak opsi yang dapat dipilih untuk skema pembentukan dana abadi migas tersebut. "Intinya, anggota DPR RI mendukung untuk pembentukan dana abadi ini," kata dia.
Direktur Indef Berly Martawardaya mengatakan pembentukan dana abadi migas ini penting. Sebab, minyak Indonesia diprediksi bakal habis dalam waktu 12 tahun lagi dan gas alam 30 tahun mendatang.
Dengan demikian, kata dia, keberadaan dana abadi ini bisa menggenjot kegiatan eksplorasi migas lebih masif lagi agar cadangan semakin bertambah.
Peneliti Indef Imaduddin Abdullah mengatakan, pihaknya secara teknis mengusulkan dana abadi migas dapat digunakan untuk mencari cadangan migas baru.
"Seperti di Norwegia, konsepnya adalah tahap eksplorasi atau ketika mencari ladang minyak baru ditanggung dana abadi. Dengan begitu, kontraktor merasa ada kepastian," ujar dia.
Selanjutnya, jika sudah produksi, nantinya pajak yang ditanggung investor akan naik karena sudah mudah dieksplorasi. "Nah, bisa jadi diskusi model seperti ini dapat dicontoh Indonesia. Selain itu bisa untuk stabilisasi agar setiap persen yang dihasilkan dari ekspor untuk masuk ke dana abadi. Jadi sovereign wealth fund. Terus berkembang dana abadinya," ucap dia.
Sebagai informasi, konsep dana abadi migas ini sudah diterapkan banyak negara seperti Norwergia dan Timor Leste. Konsep dana abadi migas ini serupa pungutan ekspor dari kelapa sawit yang dilakukan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP KS) maupun Badan Layanan Umum (BLU) di kementerian.
Selanjutnya, ada Direktur Program INDEF Berly Martawardaya yang menyampaikan materi terkait neraca perdagangan migas. pic.twitter.com/jwunF8udg2
— INDEF (@IndefEconomics) March 21, 2019