Pemerintah berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tahun depan, dengan tujuan mengejar target pajak pada 2022.
Menanggapi hal itu, peneliti Center of Industry, Trade, and Investment (CITI) Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, kenaikan PPN ini akan meningkatkan biaya produksi dan konsumsi. Apabila terjadi kenaikan harga barang seperti saat pandemi ini, maka akan menyulitkan daya beli.
"Daya beli melemah, permintaan barang dan jasa akan turun. Ini akan berdampak di sektor usaha, sektor usaha akan menurunkan utilisasi dan penjualannya, sehingga akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja," kata Heri, dalam diskusi virtual Indef, Selasa (11/5).
Dia melanjutkan, apabila penyerapan tenaga kerja turun, pendapatan akan menurun dan konsumsi menurun, sehingga akan menghambat pemulihan ekonomi dan membuat pendapatan negara tidak optimal.
Heri membuat skenario kenaikan PPN 12,5%. Dari skenario tersebut, kenaikan PPN akan memberikan dampak ke makro ekonomi, seperti turunnya upah nominal 5,86% karena penyerapan tenaga kerja dikurangi. Selain itu, kenaikan PPN akan membuat konsumsi dan pendapatan masyarakat turun, dan menyebabkan terjadinya deflasi.
Kemudian dari sisi rumah tangga, pendapatan masyarakat akan turun hampir di semua kelompok rumah tangga, baik di desa maupun kota. Lalu, dampak ke penyerapan tenaga kerja di sebagian sektor mengalami pertumbuhan negatif, dan outputnya juga tumbuh negatif.
"Sehingga kenaikan PPN, single tarif, akan menyebabkan penurunan daya saing industri, karena akan menyebabkan biaya produksi meningkat," tuturnya.
Adapun secara makro, kenaikan PPN akan menyebabkan penurunan daya beli di tengah rendahnya daya beli masyarakat di masa pascapandemi. Semakin melemahnya daya beli masyarakat, maka akan berdampak pula pada penurunan penjualan dan utilisasi industri.
"Lebih spesifik lagi, seiring kenaikan PPN, industri akan memerlukan modal kerja tambahan. Pascapandemi, pihak perbankan akan menurunkan plafon kredit bagi beberapa industri, sehingga modal kerja sulit diperoleh," ucapnya.
Sulitnya perolehan modal kerja akan semakin menekan tingkat utilisasi industri. Dalam keadaan rendahnya tingkat utilisasi, Heri menilai kenaikan PPN tidak akan memberikan manfaat bagi pemerintah.