Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eisha Maghfiruha Rachbini mengatakan perlunya hilirisasi manufaktur berbasis komoditas guna mendorong ekspor dan memperbaiki neraca perdagangan. Hal itu disampaikan Eisha di sela-sela webinar mengenang 100 hari dan launching buku pemikiran Dr.Enny Sri Hartati, Sabtu (9/10).
"Potensi ekspor perlu dioptimalkan melalui hilirisasi komoditas yang berbasis sumber daya alam bernilai tambah tinggi," ujar Eisha.
Hal tersebut bisa didapatkan dengan meningkatkan nilai tambah komoditas menjadi produk berteknologi tinggi. Salah satu komoditas yang memiliki potensi besar adalah nikel.
Indonesia tercatat menjadi produsen bijih nikel terbesar di dunia pada tahun 2019. Di mana, dari 2,67 juta ton produksi nikel di seluruh dunia, Indonesia telah memproduksi sekitar 30% atau 800.000 ton.
"Pemerintah sekarang gencar mendorong komoditas nikel di hilir untuk industri baterai lithium dan mobil listrik," ujarnya.
Lainnya, komoditas kelapa sawit dan karet untuk industri farmasi dan alat kesehatan. Potensi industri farmasi dan alat kesehatan disebut tumbuh 361% dari 2015 hingga 2021.
"Hilirisasi komoditas ini untuk memenuhi kebutuhan penduduk sekaligus menurunkan ketergantungan pada bahan baku impor pada industri farmasi dan alat kesehatan," katanya.
Di sisi lain, menurut Eisha, dibutuhkan investasi yang besar untuk mendukung peningkatan nilai tambah komoditas. Selain itu juga perlunya kebijakan dan regulasi yang mendukung percepatan investasi agar dapat melakukan hilirisasi di sektor manufaktur.