Pendiri sekaligus peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Didik J. Rachbini, mengkritisi kebijakan publik yang dibuat pemerintah terkait utang negara. Solusi utang saat ini bagi negara berkembang menjadi isu penting, karena menurut Didik, erat kaitannya dengan demokrasi serta control check and balance dalam pengambilan keputusan kebijakan publik.
Didik menyebut, politikus, pemerintah daerah, hingga pusat secara teoritis memiliki karakter dasar maximizing budget atau budget maximizer yang hanya bisa dikontrol oleh check and balances demokrasi. Ini dilakukan agar politisi bisa dipilih kembali oleh rakyat dan berupaya memiliki banyak program.
Menurutnya, hal itu berbeda dengan pengusaha yang memiliki karakter dasar minimizing budget.
“Kalau pengusaha itu minimizing budget yang dikontrol oleh market mechanism supaya ada profit dan perusahaannya berjalan,” ujar Didik dalam acara Advancing Debt and Economic Justice Through G20 Dialogue, Kamis (14/7).
Ia melihat, keputusan pengambilan utang pada 2020 yang dilakukan pemerintah saat pandemi telah menambah besar defisit negara hingga dua sampai tiga kali lipat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal itu menunjukkan perilaku dasar budget maximize.
“Yang terjadi sangat besar dan efisiensi tidak diutamakan hingga meninggalkan utang sangat besar. Hal ini perlu dikritisi karena semua lapisan pemerintah melakukan budgeting maximize yang sangat kuat. Dalam krisis Covid-19, banyak pejabat dan departemen pemerintahan melakukan kegiatan sangat banyak dan pergi kesana sini,” ujar Didik.
Lebih lanjut Didik menyimpulkan, hal ini terjadi lantaran pemerintahan saat ini terlalu kuat karena didominasi partai-partai. Pasalnya, 80% partai memang dikuasai pemerintah.
“Ini membuat tidak ada check and balance di DPR, yang ada hanya media. Ini sangat penting padahal untuk mengendalikan utang negara,” tuturnya.