Peneliti Institute for Development Economics and Finance (INDEF) Muhammad Zulfikar Rakhmat menyatakan membludaknya tenaga kerja asal China ke Indonesia merupakan fenomena biasa. Terlepas dari siapapun pemimpinnya, Indonesia akan terus kebanjiran pekerja China.
Saat ini, menurut data Kementerian Ketenagakerjaan, jumlah tenaga kerja China di Indonesia mencapai 26.000 orang.
“China begitu adanya, China menggunakan pekerjanya sendiri saat investasi di luar negeri, jadi bukan karena pemerintahan Jokowi atau pemerintahan siapapun," ujar Zulfikar di Jakarta, Kamis (7/2).
Menurutnya, hal itu merupakan bagian dari 'soft power' pemerintah China. Berbeda dari pendekatan pemerintahan Amerika Serikat yang cenderung memakai 'hard power' dalam menjalin kerja sama dengan negara lain.
"Sebab, pertama, menurut mereka akan lebih mudah bekerja dengan rekan sebangsa dengan bahasa yang sama dalam level manajerial dan direksinya. Kedua, bagi China, menyebar orang China adalah simbol kekuatan (soft power) mereka," terangnya.
Isu pekerja China ini menurut Zulfikar juga terjadi di berbagai negara dan kerap kali timbul penolakan. Namun, China cenderung tak pernah mempedulikan penolakan tersebut.
"Ini budaya mereka membawa pekerja. China gak akan berhenti membawa pekerjanya," tambahnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan sejak 2016 lalu, pemerintahan Presiden Xi Jinping memang gencar berinvestasi di sektor infrastruktur di luar negaranya, termasuk di Indonesia. Proyek ambisius itu dinamai 'The Belt and Road Initiative'.
Proyek itu didasari oleh melambatnya tren pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu tersebut sehingga China masif membangun berbagai proyek infrastruktur. Proyek itu berfokus pada konektivitas dan kerja sama antara negara-negara Eurasia dengan China. Strategi tersebut menegaskan tekad China untuk mengambil peran lebih besar dalam jaringan perdagangan global.
"Ini proyek terbesar China di bawah Jinping, rencana utamanya bangun rel kereta api, jalan raya dimulai dari China, Asia, Turki dan Eropa, belt adalah jalur laut, pembangunan port, pelabuhan, dan jembatan. Jakarta menempati posisi strategis bagi China, sehingga infrastruktur meningkat drastis," tutur dia.
Contoh beberapa proyek infrastruktur strategis China di Indonesia, yaitu proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, pabrik baja di Morowali oleh Tsing San Group, proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air di Kalimantan dan proyek Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika yang didanai oleh Asian Investment Infrastructure Bank (AIIB).
Dari sisi penanaman modal asing (PMA) di Indonesia, China menempati urutan ketiga terbesar ('top three') dengan nilai proyek China di Indonesia mencapai US$87 miliar.