close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pertumbuhan ekonomi era Presiden Joko Widodo sejak 2014-2018 rerata 5% membuat Indonesia dinilai sulit menjadi negara maju. / Antara Foto
icon caption
Pertumbuhan ekonomi era Presiden Joko Widodo sejak 2014-2018 rerata 5% membuat Indonesia dinilai sulit menjadi negara maju. / Antara Foto
Bisnis
Selasa, 26 Maret 2019 23:27

Indonesia butuh pertumbuhan ekonomi lebih tinggi untuk jadi negara maju

Untuk menjadi negara maju, Indonesia butuh pertumbuhan ekonomi lebih tinggi ketimbang periode 2014-2018 yang rerata 5%.
swipe

Untuk menjadi negara maju, Indonesia butuh pertumbuhan ekonomi lebih tinggi ketimbang periode 2014-2018 yang rerata 5%. 

Staf Ahli Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas/PPN) Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan Indonesia dinilai sulit menjadi negara maju jika pertumbuhan ekonominya stagnan pada rentang 5%. Meski tercatat senantiasa mengalami perbaikan sejak 2014 lalu, namun dalam empat tahun terakhir pertumbuhannya tidak naik melebihi angka tersebut.

"Sekarang rata-rata masih 5%, tidak cukup, kita butuh pertumbuhan yang lebih tinggi secara berkelanjutan agar jadi negara maju," ujarnya dalam acara 100 Ekonom Perempuan Indonesia di Century Park, Jakarta Pusat, Selasa (26/3).

Ia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi perlu lebih tinggi demi bisa menciptakan penambahan lapangan pekerjaan untuk meningkatkan kesejahteraan. Lebih daripada itu, hal yang diinginkan semua orang adalah meningkatkan tingkat pendapatan per kapita masyarakat.

Oleh karenanya, kunci meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, yakni reformasi besar-besaran secara struktural perlu diterapkan. Artinya, struktur ekonomi Indonesia diubah untuk bisa naik level dari kondisi saat ini.

Perubahan struktural itu utamanya dimulai dari transformasi kualitas sumber daya manusia (SDM) saat ini. Tanpa adanya peningkatan kualitas SDM, sulit bagi Indonesia untuk meningkatkan laju perekonomian.

Selain itu ialah dengan reformasi lewat diversifikasi komoditas ekspor dari produk komoditas menjadi yang berbasiskan manufaktur. Sebab, komoditas mentah tidak bisa terus menerus dipertahankan, dibutuhkan nilai tambah dari produk-produk domestik yang diekspor ke sejumlah negara. 

"Kita tahu Korea Selatan melakukan industrialisasi dan reformasi struktural kurang lebih 20 tahun, dari situ mereka langsung bisa pindah dari low income jadi high income. Begitu juga dengan Chile, negara dengan pertumbuhan tinggi, meski butuh waktu lebih 50 tahun tapi akhirnya mereka berhasil naik dari low income menjadi high income economy, artinya reformasi struktural itu penting," katanya.

Terakhir, yakni transformasi dari segi teknologi untuk sektor-sektor penopang perekonomian.

"Arab Saudi punya Vision 2030, China punya Made in China 2025, India punya Make in India. Indonesia? Kita sudah melakukan dengan pembangunan infrastruktur yang masif. Kita sudah membenahi iklim usaha dengan deregulasi dan perizinan hingga pemberian inisiatif. Ini tidak cukup, kita harus terus lakukan reformasi struktural," tuturnya.

Seperti diketahui, target pertumbuhan ekonomi di era pemerintahan Joko Widodo ialah sebesar 7%. Target itu tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Namun, selama empat tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi hanya berada di kisaran 5%.

img
Soraya Novika
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan