Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan, perekonomian Indonesia semakin baik, meskipun telah melewati masa sulit seperti pandemi Covid-19.
Menurutnya, Indonesia pada 2014 hingga 2015 masih masuk menjadi negara “fragile five” atau lima negara di dunia yang rentan terpuruk. Ini terlihat pada masa itu, Indonesia mengalami taper tantrum atau kondisi gejolak ekonomi saat bank sentral Amerika Serikat (AS) memperketat kebijakan moneternya. Meski begitu, tantangan saat ini semakin berbeda terutama penyelesaian melalui kebijakan pemerintah sebelumnya.
“Pada taper tantrum itu, defisit transaksi berjalan kita berada di angka US$27,5 miliar di 2014, kemudian di 2015 jadi US$17,5 miliar. Kalau kita lihat lebih detail lagi, di 2014 neraca dagang kita masih defisit US$2,2 miliar. Oleh sebab itu saya sampaikan pada para menteri agar kita harus berani merubah reformasi struktural kita agar terhindar dari hal yang membahayakan ekonomi makro,” ujar presiden dalam pidatonya di acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023, Rabu (21/12).
Jokowi juga menyampaikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 akan menyentuh 2,49% terhadap PDB. Angka ini terpaut jauh dengan prediksi awal yang mencapai 4,5%. Selain itu, katanya juga, neraca transaksi berjalan di kuartal III-2022 surplus US$8,9 miliar atau 0,9% dari PDB.
Kemampuan Indonesia tetap bertahan dalam posisi baik saat ini kata Jokowi tidak terlepas dari keputusan kebijakan yang diambil saat pandemi lalu.
“Mengenai gempuran adanya pandemi, saat itu saya ingat hampir 80% menteri menyarankan saya untuk lockdown termasuk masyarakat juga menyampaikan hal yang saa. Kalau itu kita lakukan saat itu, mungkin ceritanya akan lain saat ini,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga mengakui keberhasilan Indonesia dalam melewati ketidakpastian dan ketidaktahuan saat pandemi Covid-19 berkat koordinasi berbagai sektor.
“Kita berhasil menghadapinya dengan adaptability dan resiliency, kita mengkoordinasikan sektor fiskal, moneter, dan riil. Tentu ini menjadi pembelajaran yang berharga dalam menangani ketidakpastian risiko ke depan,” kata Airlangga.
Meski berhasil, Indonesia juga diwajibkan untuk berwaspada. Airlangga menyampaikan, banyak lembaga internasional telah mengoreksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 mendatang. Dari ADB semula prediksi 5,4% menjadi 5%, lalu IMF dari 5,3% menjadi 5%, dan OECD dari 5,3% hingga 4,7%, yang artinya secara keseluruhan memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional di antara 4,7% hingga 5%.