“Suatu negara, bisa dikatakan berhasil kalau bisa memenuhi pangan untuk rakyat, energi, dan air tanpa impor,” kata calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto saat debat Pilpres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2).
Pernyataan Prabowo itu belakangan ramai menjadi diskusi di ranah publik. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono merupakan salah satu orang yang mengomentari pernyataan Prabowo. Menurutnya, Indonesia tak pernah impor air, karena sumber daya air dalam negeri melimpah.
Memang impor
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) Rachmat Hidayat mengatakan jika impor air tidak mungkin dilakukan dalam bentuk biasa. Ia berujar, bila berbicara tentang impor air, bicara pula air yang nyata dan air maya.
“Kalau air nyata itu impornya sangat kecil dan bisa diabaikan secara volume,” kata Rachmat saat dihubungi ketika dihubungi reporter Alinea.id, Rabu (27/2).
Rachmat mengatakan, impor air nyata biasanya dilakukan dalam bentuk minuman, seperti minuman keras yang memang harus diimpor karena produksi di Indonesia terbilang kecil. Kemudian, ada impor air mineral alami yang dijual di restoran mahal dan hotel mewah.
“Itu memang harus diimpor karena air tersebut hanya diproduksi oleh negara-negara tertentu saja,” ujarnya.
Sedangkan air maya, kata Rachmat, merupakan air yang dibutuhkan untuk komoditas. Misalnya, sebut Rachmat, saat Indonesia mengimpor gandum. Ada sekitar 3.400 liter air yang diimpor per kilogram benih gandum.
Sebab, dari benih hingga menjadi gandum dibutuhkan 3.400 liter air untuk satu kilogram gandum. “Sekarang pertanyaannya, kita impor air apa sih? Selain dua itu tadi, tidak mungkin dilakukan karena sangat berat,” katanya.
Sementara itu, menurut ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara, berpijak dari data statistik perdagangan internasional United Nation (UN) Commodity Trade (Comtrade) dan Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia memang mengimpor air.
“Dari kedua data tersebut, Indonesia sudah mengimpor air sejak 2010,” kata Bhima saat dihubungi, Selasa (26/2).
Bhima mengatakan, impor air mineral sah-sah saja, mengingat pasarnya kecil. Hanya di kalangan menengah ke atas. Dalam konteks tersebut, lanjut Bhima, konsep swasembada air yang ditawarkan Prabowo menjadi kurang relevan.
“Kecuali impor air karena Indonesia kekeringan, itu baru bermasalah. Data impornya kan tidak bilang begitu,” ujar Bhima.
Namun, menurut Bhima, Indonesia paling banyak mengimpor air mineral alami dari Prancis, dengan merek Evian.
Di dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 78 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Air Mineral, Air Mineral, Air Demineral, Air Mineral Alami, dan Air Minum Embun Secara Wajib dijelaskan bahwa air mineral alami merupakan air minum yang diperoleh langsung dari sumber air alami atau dibor dari sumur dalam, dengan proses terkendali yang menghindari pencemaran atau pengaruh luar atas sifat kimia, fisika, dan mikrobiologi air mineral alami.
Rachmat menuturkan, air mineral alami sulit diproduksi di negara beriklim tropis, seperti Indonesia. Kalau air minum dalam kemasan (AMDK), menurut Rachmat, prosesnya air diambil dari sumbernya, disaring, dan dihilangkan bakteri dan penyakit-penyakitnya, kemudian dimasukan ke dalam kemasan (botol). Sementara air mineral alami hanya membutuhkan proses penyaringan saja lalu dibotolkan.
“Jadi sumber airnya memang harus benar-benar bersih,” tutur Rachmat.
Dari data UN Comtrade pada 2017 Indonesia mengimpor air sebanyak 3.168 ton dari 19 negara. Impor sebanyak 3.168 ton tersebut memiliki nilai US$2.423 juta.
Air yang dimaksud di dalam data perdagangan tersebut adalah air dalam golongan kode HS 2201. Golongan kode itu digunakan untuk menandakan air yang tak diberi pemanis, es, dan salju. Air tersebut termasuk air mineral alami, AMDK, es, dan salju.
Lebih banyak ekspor
Prancis menjadi negara asal air mineral alami impor terbanyak yang masuk ke Indonesia. Jumlahnya, 1.294 ton. Di urutan kedua ada Italia, dengan jumlah 760 ton, dan Korea Selatan di urutan ketiga dengan 666 ton.
(Sumber: UN Comtrade)
(Sumber: UN Comtrade)
Selain mengimpor, Indonesia juga mengekspor air. Bila merujuk data dari Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor tahun 2018 yang dipublikasi BPS, Indonesia mengekspor air dan air mineral ke 34 negara. Volume air yang diekspor Indonesia sebanyak 105.028 ton, dengan nilai US$18.799 juta.
Masih mengacu data dari BPS, Timor Leste, Filipina, dan Singapura menjadi negara target ekspor terbesar air mineral dari Indonesia. Pada 2018, Indonesia mengekspor sebanyak 49.836 ton air kemasan ke Filipina, 38.129 ton ke Timor Leste, dan 12.729 ton ke Singapura.
Lalu, berdasarkan data kumulatif dari UN Comtrade, dalam periode 2013 hingga 2017, Indonesia tercatat mengimpor air sebanyak 15.106 ton. Jumlah ini berbanding jauh dengan ekspor air Indonesia pada periode yang sama, yakni sebanyak 305.176 ton.
Berdasarkan data dari BPS, Rachmat mengatakan nilai ekspor air Indonesia masih lebih besar jumlahnya ketimbang impor. “Secara nilai, impor kita US$1, ekspor kita US$10,” ucap Rachmat.
Di sisi lain, melihat perbandingan tadi, Bhima mengatakan impor air mineral tak berpengaruh terhadap laju inflasi secara signifikan. Rachmat pun optimis, industri air minum akan tumbuh mencapai dua digit pada 2019, setelah tahun lalu mengalami pertumbuhan sebesar 9%.