Pemerintah Indonesia dan Prancis sepakat memperkuat kerja sama bilateral di bidang kelautan dan perikanan sebagai upaya menjaga keberlanjutan ekosistem laut dan peningkatan pembangunan, khususnya di wilayah pesisir. Hal ini ditandai dengan penandatanganan tiga naskah kerja sama melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan kedua negara.
Tiga kesepakatan kerja sama yang dimaksud meliputi Letter of Intent (LOI) atau Peryataan Kehendak tentang Pembentukan Dialog Maritim Bilateral, Joint Statement atau Pernyataan Bersama tentang Pengembangan Program Kerja Sama Kelautan dan Perikanan, serta LOI tentang Pembangunan Pelabuhan Ramah Lingkungan di Indonesia.
Pembangunan Pelabuhan Ramah Lingkungan sendiri pada tahap awal akan berlangsung di Belawan, Bitung, Kendari, dan Cilacap.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan, penguatan kerja sama ini merupakan implementasi dari kemitraan strategis kedua negara yang mencakup pola kesepakatan kerja sama maritim yang telah dideklarasikan oleh Presiden Joko Widodo dan Presiden Prancis Hollande di Jakarta pada 2017.
"Indonesia dan Prancis merupakan negara sahabat yang memiliki kedekatan secara historis. Kerja sama sektor kelautan dan perikanan kali ini, sekaligus untuk memperkuat implementasi kerja sama maritim yang sudah dideklarasikan pada 2017," katanya Selasa (8/6).
Trenggono memaparkan, Indonesia dan Prancis merupakan mitra strategis perdagangan. Pada 2020 ekspor Indonesia ke Prancis mencapai 7.680 ton dengan nilai US$31,87 juta.
Dia berharap Menteri Kelautan Prancis Annick Girardin dapat membantu peningkatan volume ekspor produk perikanan Indonesia dan membantu menyuarakan penerapan pembebasan tarif awal (early harvest) atas lebih dari 500 produk perikanan Indonesia ke Uni Eropa.
"Jika dimungkinkan pembebasan lebih dari 500 jenis produk perikanan tersebut dapat dilaksanakan terlebih dahulu tanpa harus menunggu selesainya perundingan lain dalam Indoneasia-EU CEPA," ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut, Trenggono turut menyampaikan komitmen Pemerintah Indonesia dalam memberantas praktik illegal fishing yang menjadi masalah global.
Sepanjang 2021 saja, sudah 104 kapal penangkap ikan baik kapal ikan asing maupun yang berbendera Indonesia ditindak lantaran melakukan pelanggaran seperti illegal fishing dan destructive fishing.
Dia pun menegaskan Indonesia memegang prinsip ekonomi biru dalam mengelola sektor kelautan dan perikanan. Langkah yang diambil diantaranya selain pengetatan pengawasan di laut, yakni melakukan restorasi mangrove dan mengembangkan sektor budi daya berkelanjutan.
"Tanggung jawab kami selain menjaga kesehatan laut, juga bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya yang tinggal di pesisir. Kami juga mencoba terus memicu, mengembangkan budi daya perikanan yang mengacu pada hasil riset dan kearifan lokal," ucapnya.
Sementara itu, Menteri Kelautan Prancis Annick Girardin berharap kerja sama bilateral antara Indonesia dan Prancis, khususnya di sektor kelautan dan perikanan bisa semakin berkembangkan ke depannya.
Sedangkan untuk kerja sama yang baru dan tengah berlangsung, diharapkannya dapat membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya yang tinggal di wilayah pesisir dan anak buah kapal (ABK).
Selain itu, Annick juga mengajak Pemerintah Indonesia untuk sama-sama menyuarakan pentingnya menjaga kelestarian ekosistem laut. Untuk itu, dia mengapresiasi langkah Indonesia dalam memberantas illegal fishing dan kegiatan lain yang berorientasi pada upaya menjaga ekologi.
"Saya tertarik tentang aksi penanganan ilegal fishing di Indonesia. Saya yakin antara Prancis dan Indonesia bisa berbagi informasi untuk melawan illegal fishing," ujarnya.
Sebagai informasi, kesepakatan kali ini menambah deretan kerja sama di bidang kelautan dan perikanan antara Pemerintah Indonesia dengan Prancis.
Sebelumnya Prancis terlibat dalam peningkatan kapasitas Balai Riset Observasi Laut (BROL) Perancak, Bali sebagai pusat monitoring kelautan dan perikanan (APEC Ocean and Fisheries Information Center) dan membangun alat pemantauan global untuk sampah laut (global monitoring tools for marine debris) menggunakan pemancar (tagging transmitter).
Kemudian kerja sama di bidang Riset Pengelolaan Berkelanjutan Alat Pengumpul Ikan dan Perikanan Tuna Tropis di Indonesia dan Samudera Hindia (Sustainable Management of Fish Agregating Devices and Tropical Tuna Fisheries in Indonesia and in the Indian Ocean) antara Badan Riset Perancis (IRD) dan Pusat Riset Perikanan. Kerja sama ini berlangsung hingga tahun 2023.
Selanjutnya kerja sama terkait penanganan peningkatan populasi alga yang berbahaya (harmful algae bloom) yang menyebabkan kematian ikan-ikan pelagis di Teluk Lampung antara Direktorat Jenderal Perikanan Budi daya dengan IRD hingga 2022.