Di tengah polemik impor yang masih panas, Indonesia ternyata siap mengekspor beras dan jagung pada tahun ini.
Perum Bulog menyatakan sejumlah negara tetangga, khususnya di kawasan Asia Tenggara siap menyerap beras yang akan diekspor Indonesia pada pertengahan tahun ini.
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengungkapkan sudah berkomunikasi dengan tiga negara tujuan ekspor yang siap melakukan pembelian. Meski demikian, ia belum bisa menjelaskan secara detail total beras yang akan diekspor.
"Ada beberapa negara yang kita hubungi dan siap untuk membeli karena mereka butuh. Yang jelas Asean sudah siap," kata pria yang akrab disapa Buwas tersebut pada rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI dan Kementerian Pertanian di Kompleks MPR/DPR Jakarta, Senin (21/1).
Buwas mengatakan ekspor beras dilakukan untuk memaksimalkan penyerapan produksi beras dalam negeri saat panen raya pada bulan April hingga Mei 2019.
"Manakala nanti panen raya jumlahnya besar, dan kita harus menyerap beras sebesar-besarnya untuk kepentingan petani, kita akan melakukan upaya ekspor," kata dia.
Saat ini cadangan beras pemerintah (CBP) yang ada di gudang Bulog mencapai 2,1 juta ton. Sementara itu, target penyerapan beras dalam negeri tahun ini sekitar 1,8 juta ton sampai April 2019.
Di sisi lain, kapasitas gudang Bulog maksimal hanya mencapai 3,6 juta ton beras. Oleh karena itu, ada potensi kelebihan kapasitas sekitar 300.000 ton saat panen raya.
Untuk distribusi di hilir, Buwas mengatakan tahun ini hanya mengalokasikan Bantuan Pangan Nontunai (BNPT) atau sebelumnya disebut Beras Sejahtera (Rastra) sekitar 300.000 ton. Berbeda dengan sebelumnya, alokasi beras untuk bantuan bisa mencapai 1,6 juta-1,7 juta ton.
Oleh karena itu, Bulog pun telah berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian untuk merealisasikan ekspor beras ke sejumlah negara tetangga.
"Masyarakat tidak usah takut bahwa gudang Bulog penuh dan tidak bisa serap. Kita tetap serap nanti akan kita kelola dengan ekspor," ujarnya.
Ekspor jagung
Sementara itu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan Indonesia akan mengekspor jagung dalam dua bulan mendatang atau saat musim panen puncak pada Maret dan April 2019.
"Jagung kapan lagi ekspor, ini baik pertanyaannya, dua bulan ke depan akan ekspor lagi," kata Menteri Amran pada kesempatan yang sama.
Mentan mengatakan Filipina menjadi negara tujuan ekspor jagung hasil produksi dari dalam negeri. Meski begitu, ia belum bisa menyebutkan rincian total jagung yang akan dikirim.
Menurut Amran, rencana ekspor jagung dilakukan untuk menjaga agar harga jagung di tingkat petani tidak jatuh atau anjlok saat musim panen.
Kementan sebelumnya telah menetapkan bahwa harga jagung di tingkat petani tidak boleh berada di bawah harga pokok produksi (HPP), yakni Rp3.150 per kilogram.
Oleh karena itu, Mentan mengatakan ekspor jagung akan dilakukan setelah harga jagung di dalam negeri turun di bawah Rp3.000 per kg.
"Ini sekarang menuju panen raya di Maret sampai April. Jadi harus dipersiapkan dari sekarang tetapi harus dipastikan harga dalam negeri turun dulu di bawah Rp3.000 ya," kata dia.
Sebagai informasi, Kementerian Pertanian berhasil menurunkan impor jagung dari sekitar 3,2 juta ton pada 2014, menjadi 1,1 juta ton pada 2016, kemudian stop impor pada 2017.
Pada Desember 2018, pemerintah membuka impor jagung sebanyak 100.000 ton dan menugaskannya kepada Perum Bulog.
Setelah itu, pada 2 Januari 2019 dalam rapat koodinasi terbatas di Kemenko Perekonomian, pemerintah kembali mengeluarkan izin impor jagung pakan sebanyak 30.000 ton. Melalui penambahan impor jagung, jumlah keseluruhan impor jagung tercatat mencapai 130.000 ton. (Ant).