Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Amerika Serikat (AS) semakin besar dialokasikan untuk anggaran kesehatan. Anggaran yang besar itu demi kepentingan rakyat melalui belanja wajib (mandatory spending).
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menjelaskan, AS menganut ekonomi liberal. Akan tetapi, dedengkot demokrasi dunia itu ternyata membela kepentingan rakyat.
Anthony menegaskan, 62% belanja negara bagian di AS pada 2023 dialokasikan untuk berbagai program wajib untuk warga, baik perlindungan sosial maupun belanja kesehatan. Sementara itu, utang Indonesia semakin besar, yang sebagian besar digunakan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur yang menguntungkan oligarki. Ironisnya, proyek-proyek itu kemudian dikorupsi pula.
Ia menyontohkan dengan pembangunan proyek base tranceiver station (BTS) oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (BAKTI Kominfo) atas nama daerah tertinggal, terpencil, dan terluar (3T) yang dikorupsi. Dari alokasi anggaran Rp10 triliun, sekitar Rp8,3 triliun diduga dikorupsi.
Juga proyek-proyek di daerah untuk kaum miskin, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), kereta cepat, dan masih banyak lainnya. Dampaknya, kata Anthony, beban bunga semakin besar.
Ironisnya, sambungnya, mandatory spending dihilangkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan, yang disahkan DPR menjadi undang-undang pada 11 Juli 2023. Ini membuat anggaran sektor kesehatan akan terpangkas.
"Anggaran kesehatan menjadi semakin lebih rendah dari beban bunga pinjaman: Jadilah [Indonesia] negara gagal sistemik, meminjam istilah Sekjen PBB, Antonia Guterres," kata Anthony Budiawan kepada Alinea.id, Senin (17/7).
Dunia, kata Anthony, patut meniru AS untuk mengatasi masalah sektor kesehatan. Meskipun menjadi negara kapitalis liberal, "Negeri Paman Sam" mengalokasikan anggaran kesehatan yang tinggi dan terus meningkat.
Sebaliknya, anggaran kesehatan Indonesia cenderung menurun. Dengan UU Kesehatan yang baru disahkan, kata dia, anggaran kesehatan akan semakin terpuruk dus rakyat tambah menderita.
Empat komponen
Di tempat terpisah, Rektor Universitas Paramadina, Profesor Didik J. Rachbini, menuturkan, ada 4 komponen manakala negara dikatakan gagal secara sistemik akibat dari bunga pinjaman.
Pertama, utang di setiap negara yang dipicu ekspansi anggaran. Di negara yang tingkat kolusi, korupsi, dan nepotismenya (KKN) tinggi, biasanya berhubungan dengan proyek.
Kedua, proyek-proyek yang berpotensi KKN, kata dia, terutama yang ada kaitan dengan politik dominan. Akibatnya, utang sangat berlebihan dan menjerat APBN.
Ketiga, utang yang sebagian besar disebabkan praktik korupsi skala besar, yang dibungkus kebijakan. Ini merupakan state capture corruption yang sulit ditangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena menyatu dengan politik.
Keempat, kata dia, di Indonesia anggaran untuk Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hanya Rp85 triliun, sedangkan anggaran membayar bunga utang Rp441 triliun atau 500% lebih tinggi.