Kementerian Perindustrian memasang target pertumbuhan sektor industri agro sebesar 7,10% pada 2019, lebih tinggi dibandingkan capaian tahun lalu sekitar 6,93%. Kinerja sektor industri agro diproyeksi terdongkrak karena akan adanya lonjakan dari permintaan domestik pada momentum pemilihan umum (pemilu), seperti produk makanan dan minuman.
“Di tahun politik ini, ada beberapa sektor yang bakal meraih peluang besar, di antaranya adalah industri makanan dan minuman,” kata Plt Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono dalam keterangan tertulisnya, Minggu (6/1).
Pada kuartal III-2018, industri agro mencatatkan pertumbuhan di angka 7,23% secara tahunan. Itulah sebabnya realisasi pertumbuhan industri agro di 2019 diyakini akan lebih besar dari target 7,10%.
Selama ini, industri agro menjadi sektor andalan dalam memacu kinerja industri pengolahan nonmigas, yang juga turut menopang pertumbuhan ekonomi nasional.
Pertumbuhan tersebut didukung oleh tumbuhnya masing-masing subsektor, seperti industri makanan dan minuman, industri hasil tembakau, industri pengolahan kayu, bambu dan rotan, industri kertas dan berbahan kertas, serta industri furnitur.
Pada semester I-2018, industri agro menyumbang hingga 49,11% dari total produk domestik bruto (PDB) sektor nonmigas. Di periode yang sama, ekspor dari industri agro berkontribusi mencapai US$23,26 miliar atau 26,43% terhadap total ekspor nasional. “Artinya, produk-produk agro kita telah mampu berdaya saing global,” ungkapnya.
Bahkan, investasi di industri agro juga menjadi motor penggerak pertumbuhan sektor manufaktur di Indonesia. Pada semester I-2018, penanaman modal dalam negeri (PMDN) di industri agro mencapai Rp24,32 triliun, sedangkan penanaman modal asing (PMA) menembus angka US$1,1 miliar.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memaparkan kinerja positif dari beberapa subsektor industri agro, antara lain industri pengolahan crude palm oil (CPO), kakao, dan gula.Di industri pengolahan sawit, program implementasi B-20 mendorong pertumbuhan pasar domestik produk hilir sebesar 6,5% serta ekspor produk pangan dan biofuel kelapa sawit tumbuh hingga 7,4%.
“Saat ini, rasio ekspor produk hilir di industri CPO sebesar 80% dibandingkan produk hulu. Investasi mencapai US$1,2 miliar dengan penyerapan tenaga kerja langsung sebanyak 2.000 orang dan 32.000 tenaga kerja tidak langsung,” paparnya. Pada 2019, pasokan biodiesel ditargetkan sebesar 6,1 juta ton yang didukung dengan pabrik biodiesel nasional berkapasitas terpasang mencapai 12,75 juta Kilo Liter.
Sementara itu, industri pengolahan kakao, terjadi peningkatan utilitas menjadi 61% pada 2018 dibanding 2017 sekitar 59%. Selanjutnya, industri pengolahan kakao menikmati surplus hingga US$770 juta dengan peningkatan ekspor cocoa butter sebesar 19% dan cocoa powder 18% pada Januari-September 2018.
Sedangkan, pertumbuhan di industri gula didukung oleh pembangunan tiga pabrik gula baru dengan total investasi mencapai Rp16,16 triliun dan kapasitas hingga 35.000 TCD.Ketiga pabrik gula baru itu adalah Rejoso Manis Indo di Blitar, Muria Sumba Manis di NTT, dan Pratama Nusantara Sakti di Ogan Komering Ilir.
“Kami bertekad untuk terus memacu industri agro di Indonesia agar lebih produktif dan kompetitif, dengan pemanfaatan teknologi terbaru sesuai implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0. Apalagi, industri makanan dan minuman akan menjadi pionir dalam penerapan revolusi industri 4.0,” tegasnya.