Program Making Indonesia 4.0 diklaim dapat meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing, sehingga mampu berkontribusi lebih besar terhadap roda perekonomian nasional.
“Making Indonesia 4.0 adalah strategi menuju industri 4.0 dengan transformasi digital manufaktur. Tujuannya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan daya saing industri nasional,” jelas Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (20/6).
Selain itu, Making Indonesia 4.0 dijadikan sebagai peta jalan untuk mempercepat pembangunan sektor industri yang berdaya saing global. Tujuannya untuk mewujudkan Indonesia berada dalam jajaran 10 negara yang memiliki ekonomi terbesar di dunia pada 2030.
Melalui Making Indonesia 4.0 diyakini juga akan meningkatkan ekspor netto sebesar 10% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), peningkatan produktivitas dua kali lipat terhadap biaya, serta pengeluaran untuk riset dan pengembangan sebesar 2% dari PDB.
“Bahkan, implementasi Making Indonesia 4.0 akan membuka peluang lapangan kerja dengan keahlian baru di sektor industri dan jasa pendukung industri, yang didukung dengan momentum bonus demografi,” ujar Menperin.
Saat program ini ditetapkan pada 2018, Kemenperin telah menentukan lima sektor prioritas yang didorong untuk menjadi fokus dari pengembangan Making Indonesia 4.0. Kelima sektor tersebut adalah industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, otomotif, kimia, dan elektronika.
Pemilihan kelima sektor industri itu didasarkan pada berbagai faktor penting. Misalnya, berdasarkan catatan Kemenperin bahwa industri-industri tersebut telah berkontribusi sebesar 70% terhadap PDB nasional. Selain itu, sektor-sektor industri yang ditetapkan menjadi prioritas juga mewakili 65% ekspor industri serta menyerap sekitar 60% tenaga kerja industri.
Dalam perkembangannya, Kemenperin menambahkan sektor industri alat kesehatan dan industri farmasi. “Masuknya industri alat kesehatan dan farmasi ke dalam prioritas pengembangan Making Indonesia 4.0 merupakan salah satu upaya Kemenperin untuk dapat segera mewujudkan Indonesia yang mandiri di sektor kesehatan,” tambah Agus.
Kemandirian Indonesia di sektor industri alat kesehatan dan farmasi merupakan hal yang penting, terlebih dalam kondisi kedaruratan kesehatan seperti saat ini. Sektor industri alat kesehatan dan farmasi masuk dalam kategori high demand di tengah Pandemi Covid-19, di saat sektor lain terdampak berat.
Industri alat kesehatan dan farmasi perlu didorong untuk dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri secara mandiri. Kemandirian di sektor industri alat kesehatan dan farmasi diharapkan berkontribusi dalam program pengurangan angka impor impor hingga 35% pada akhir tahun 2022.
“Inovasi dan penerapan industri 4.0 di sektor industri alat kesehatan dan farmasi dapat meningkatkan produktivitas,” ujar Agus.
Oleh karena itu, kata Agus, Kemenperin terus berupaya meningkatkan daya saing sektor industri alat kesehatan dan farmasi dengan mendorong transformasi teknologi berbasis digital. Pemanfaatan teknologi digital ini nantinya akan dimulai dari tahapan produksi hingga distribusi kepada konsumen.