Industri gim lokal: Sasar pasar internasional demi cuan lebih besar
A Space for The Unbound, gim indie yang belum resmi dirilis ini baru saja mendapatkan penghargaan bergengsi dari ajang gim internasional, Japan Games Award 2022 yang dihelat pekan lalu. Permainan ini menjadi salah satu pemenang dalam 'Future Category Award', penghargaan yang diberikan kepada gim-gim terbaik yang baru akan dirilis. Bersanding dengan gim terkemuka lainnya seperti Final Fantasy XVI, Atelier Ryza 3, hingga Street Fighter 6.
Pencapaian ini jelas patut dibanggakan, pasalnya kategori ini begitu penting bagi banyak publisher gim, khususnya dari Jepang. Bagaimana tidak, sejak bertahun-tahun lalu gim yang masuk dalam daftar pemenang 'Future Category Award' menjadi indikator antusiasme penggemar permainan negeri sakura terhadap gim.
"Kami sangat bangga dan terhormat dapat menerima penghargaan untuk A Space for The Unbound di Japan Game Award 2022. Pemenang 'Future Category', yang diantisipasi oleh peserta online dan offline Tokyo Game Show tahun ini," kata CEO Chorus Worldwide Game Shintaro Kanaoya, mengutip channel Youtube Tokyo Game Show, Kamis (22/9).
A Space for The Unbound, merupakan gim indie pertama yang berhasil menyabet penghargaan ini. Biasanya, gim kategori AAA -gim kelas atas dengan kualitas jempolan dan dibuat menggunakan biaya besar-, yang memenangkan kategori penghargaan ini.
Sementara itu, penghargaan yang didapatkan oleh gim buatan Toge Production dan Mojiken ini, lanjut Shintaro, menandakan bahwa kualitas gim Indonesia sebenarnya tak kalah dari gim dunia. Hal itu lah yang membuatnya tak ragu untuk menjembatani gim-gim Indonesia untuk masuk ke pasar Jepang.
"Game Indonesia sangat menjanjikan. Itulah mengapa kami menjadi pendukung besar game indie," imbuh pendiri developer gim yang nantinya bakal merilis A Space for The Unbound di Jepang, dalam keterangannya, Minggu (18/9).
Kerja sama perilisan gim lokal oleh Chorus Worldwide Game di Jepang bukan pertama kali ini saja. Sebelumnya, Shintaro juga telah merilis gim video racikan Toge Production yang berjudul Coffee Talk serta permainan puzzle petualangan When The Past Was Around on Steam buatan Toge Production bersama Mojiken.
Sebenarnya, bukan tiga gim ini saja yang sudah dilirik penggemar gim dunia. Sebelumnya, video gim DreadOut yang diproduksi oleh Digital Happiness pun telah mendapat pengakuan internasional. Bahkan, permainan yang kini sudah memiliki 2 judul ini telah dirilis di platform distribusi gim raksasa dunia sejak tahun 2014 silam. Bersama dengan gim-gim lokal lain seperti Coffee Talk (2020), Escape from Naraka yang dibuat Headup (2021), hingga Pamali: Indonesia Folklore Horror oleh StoryTale Studio (2018).
Pengembang gim lokal | Penerbit gim lokal |
Agate International | LYTO Online Entertainment Co. |
Toge Production | Megaxus |
Mojiken | Melon by Telkom Indonesia |
Konsumen besar
Dari industri gim, Indonesia memang masih jauh tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara produsen permainan seperti Jepang, Tiongkok, serta Amerika Serikat. Namun setidaknya, selama satu dekade terakhir developer-developer gim lokal terus menunjukkan peningkatan. Ini sekaligus membuktikan bahwa permainan asal Indonesia tak kalah dengan permainan buatan produsen gim kondang dunia atau setidaknya bisa berjaya di negeri sendiri.
"Karena sampai saat ini konsumsi gim masyarakat Indonesia paling banyak masih digunakan untuk gim impor," ujar Presiden Asosiasi Game Indonesia (AGI) Cipto Adiguno, kepada Alinea.id, Kamis (22/9).
Dari catatannya, masyarakat Indonesia membelanjakan uang senilai US$2 miliar per tahun untuk gim. Dari jumlah tersebut, hanya US$2 juta saja yang dibelanjakan untuk gim lokal.
Hal ini pun diamini oleh Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Semuel A. Pangarepan. Menurutnya, industri gim lokal saat ini baru menguasai 2% dari pasar gim tanah air.
"Padahal industri gim kita memiliki potensi yang sangat besar," katanya, saat dihubungi Alinea.id, Jumat (24/9).
Potensi besar ini terlihat dari kinerja industri gim yang menggembirakan. Ketika sektor-sektor industri lain berjatuhan karena hantaman pandemi Covid-19, gim menjadi salah salah satu industri yang tetap bertahan, bahkan dapat berkembang.
Mengutip laporan Peta Ekosistem Industri Game Indonesia tahun 2021 yang dirilis Kementerian Kominfo dan Niko Partners, pendapatan segmen gim Indonesia dalam platform mobile dan fisik mencapai US$1.074 miliar. Pendapatan ini didapatkan dari jumlah pemain gim yang sangat besar, yakni lebih dari 170 juta orang.
Sedangkan pada 2020, menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), industri gim lokal berhasil menyumbang Rp24,88 triliun atau 2,19% dari total produk domestik bruto (PDB) nasional.
Sementara berdasar catatan lembaga survei dunia Statista, pendapatan industri gim lokal pada tahun lalu mencapai US$838,90 juta, naik dari tahun sebelumnya yang sebesar US$642,78 juta. Di tahun ini, pendapatan dari segmen permainan diperkirakan dapat mencapai US$943,62 juta. Tidak hanya itu, angka ini juga dinilai akan terus tumbuh hingga sebesar US$1.341,11 pada 2026 mendatang.
"Angka ini merupakan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan," imbuhnya.
Potensi ini tak lain didorong oleh peningkatan jumlah pengguna ponsel pintar atau smartphone. Berdasarkan laporan dari perusahaan riset Data Reportal, jumlah perangkat seluler yang terkoneksi di Indonesia mencapai 370,1 juta. Jumlah tersebut meningkat 13 juta atau 3,6% dari periode yang sama di tahun sebelumnya.
Di saat yang sama, platform terpopuler untuk bermain gim mulai bermunculan seiring dengan meningkatnya penggemar gim di Indonesia. Potensi besar ini juga disebabkan oleh perkembangan internet di tanah air. Dari data We Are Social, tercatat ada sebanyak 204,7 juta pengguna internet di Indonesia pada awal tahun ini.
Belum lagi, dari sisi kualitas gim Indonesia sudah berkembang cukup baik. “Meskipun dari sisi aplikasi, gim kita memang masih belum begitu banyak,” ujar Pengamat gawai dari Gatorade Lucky Sebastian, kepada Alinea.id, Senin (19/9).
Di samping potensi perkembangan industri gim nasional, Indonesia juga memiliki pangsa gim tak kalah besar. Pada tahun 2021 misalnya, Indonesia menduduki peringkat ke 16 sebagai pangsa pasar permainan terbesar di Asia Tenggara dan menduduki peringkat ke 17 dunia. Tercatat, sebanyak 52 juta penduduknya merupakan gamer alias pemain gim.
Tantangan pasar terbesar
Secara rinci, berdasarkan data AGI, Indonesia merupakan pasar gim terbesar nomor satu untuk mobile dan kedua pada platform PC di Asia Tenggara. Dengan total pendapatan hingga US$1,7 miliar atau sekitar Rp25,3 triliun setiap tahun.
Sementara itu, dari Laporan Niko Partners dan Kementerian Kominfo, pada tahun 2021 ada sebanyak 121,7 juta pemain gim mobile dan 53,4 juta pemain gim PC. Jumlah ini diperkirakan akan bertambah hingga 133,8 juta pemain game mobile dan 58,3 juta pemain PC game.
Dari sisi pendapatan, gim mobile pada tahun lalu berhasil meraup pendapatan hingga US$755,5 juta atau sekitar Rp11,2 triliun dan diperkirakan akan mencapai US$968 juta atau sekitar Rp14,3 triliun pada 2030. “Indonesia diprediksi akan menjadi negara dengan ekonomi digital terbesar di dunia. Kita tentu tidak ingin menjadi penonton. Kita bukan hanya user dan konsumen, tapi bisa juga menjadi creator, developer, bahkan publisher game,” katanya.
Di balik semua itu, industri gim lokal masih harus menghadapi tantangan besar yakni berkaitan dengan developer-developer gim dari luar negeri.
Pengamat industri gim Yabes Elia Suryanto menilai pemain gim di Indonesia lebih suka memainkan permainan-permainan gratis atau free to play di gawainya. Padahal, kebanyakan developer dan publisher gim free to play adalah perusahaan asal manca negara yang memiliki modal jumbo.
“Karena untuk membuat game free to play butuh biaya besar. Baik untuk operasional server game sampai biaya marketing-nya,” jelasnya, saat dihubungi Alinea.id, Jumat (23/9).
Biaya produksi gim per tahun
Rp2 miliar – Rp5 miliar | 3,07% |
Rp1 miliar – Rp2 miliar | 10,77% |
Rp500 juta – Rp1 miliar | 12,31% |
Rp200 juta – Rp 500 juta | 7,69% |
Rp50 juta – Rp200 juta | 15,38% |
Rp10 juta – Rp50 juta | 21,54% |
< Rp10 juta | 29,23% |
Sumber: Peta Ekosistem Industri Gim Indonesia 2020 oleh Kominfo, LIPI dan AGI
Belum lagi, Indonesia juga belum bisa terbebas dari adanya gim-gim bajakan. Apalagi pemain dari gim bajakan, lanjut Yabes cukup besar serta diperkirakan masih akan tetap ada.
Ihwal permodalan, dalam kesempatan lain Ketua Umum Asosiasi Game Indonesia (AGI) Cipto Adiguno mengungkapkan, bahwa industri yang digelutinya itu sering kali masih kesulitan dalam mengakses permodalan.
Dengan skala Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), akhirnya banyak membuat pelaku industri gim yang mengandalkan permodalan dari dana pribadi maupun keluarga.“Karena tidak memiliki jaminan, pelaku industri gim juga sulit mendapatkan pinjaman usaha dari bank,” ungkapnya, kepada Alinea.id beberapa waktu lalu.
Sedangkan sumber dana yang berasal dari perusahaan modal ventura hanya bisa didapatkan ketika ukuran perusahaan sudah cukup besar. Untuk mengatasi hal ini, developer-developer gim pun banyak mengikuti program pengiriman delegasi developer game ke luar negeri yang dijembatani oleh pemerintah.
Dengan cara ini, kata VP Consumer Product Agate International ini, setidaknya gim-gim yang dibawa ke ajang pameran seperti yang diikuti Toge Production dan Mojiken dapat membantu gim Indonesia dapat dikenal oleh penggemar permainan dunia. Bahkan developer dari gim yang mengikuti pameran tersebut bisa mendapatkan kesepakatan bisnis dari investor gim atau publisher gim besar.
“Program pengiriman delegasi ke luar negeri secara stabil berhasil menghasilkan transaksi bisnis bernilai miliaran rupiah inilah yang kemudian dapat membantu permodalan kami untuk terus mengembangkan game,” imbuhnya.
Pilih pasar luar negeri
Di sisi lain, dengan minat besar masyarakat pada permainan free to play juga membuat para pengembang gim lebih memilih memasarkan permainannya ke luar negeri. Hal ini, menurut Cipto bukan berarti buruk, karena para developer gim lebih memilih untuk mengenalkan dan membesarkan gim lokal di kancah internasional.
“Tapi tentu saja dengan pasar dalam negeri tetap digarap,” kata dia.
Keputusan ini, salah satunya diambil oleh GameChanger Studio, pengembang gim video yang sudah mejeng di Steam seperti My Lovely Daughter, My Lovely Wife, Goblock’s Impossible Medley, dan Escander. CEO GameChanger Studio Riris Manurung bilang, sasaran utama dari gim-gim buatannya itu adalah penggemar gim dari Amerika Serikat, China dan negara-negara di Eropa. Meskipun pihaknya juga masih akan terus berusaha agar bisa masuk ke pasar dalam negeri.
Tak bisa dipungkiri, jika berfokus pada pasar lokal, pendapatan yang bakal didapatnya tak akan besar. Itulah sebabnya untuk menjaring pendapatan maksimal, dirinya justru berfokus pada distribusi gim di pasar internasional.
“Biasanya, developer yang membidik pasar lokal rata-rata menjaring pendapatan dari iklan. Konsumen Indonesia banyak, jika berhasil memviralkan game yang dibuatnya, pemasang iklan akan berdatangan,” jelas Riris.
Sementara itu, pada kesempatan lain Pengamat gawai dari Gatorade Lucky Sebastian mengungkapkan, tantangan lain yang harus dihadapi industri gim Indonesia adalah kurangnya talenta digital untuk mengembangkan gim lokal. Belum lagi, infrastruktur juga masih menjadi kendala pengembangan gim tanah air.
“Orang main game kan kebanyakan butuh internet. Sedangkan kecepatan internet kita masih sangat kurang, bahkan belum merata ketersediaannya,” jelas dia.
Karenanya, untuk mengembangkan industri gim lokal, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Semuel A. Pangarepan mengungkapkan bahwa saat ini pemerintah tengah melakukan berbagai cara, salah satunya dengan memfasilitasi developer gim Indonesia untuk ikut serta dalam pameran-pameran gim dunia, seperti Tokyo Game Show, Gamescom, dan masih banyak lainnya.
Dengan langkah ini, dia menilai, satu per satu permainan asal Indonesia bersanding di ajang pameran tersebut sehingga dapat semakin dikenal oleh dunia. Di saat yang sama, developer gim lokal juga berpotensi untuk mendatangkan investasi dari pemodal asing.
Untuk meningkatkan kualitas developer gim, Kementerian Kominfo bersama AGI pun telah menggagas Indonesia Game Developer Exchange (IGDX). “Dengan beberapa cara ini, kami berharap dapat menjadikan developer game tuan rumah di negeri sendiri,” tukas Semuel.