Siasat industri kopi bertahan di tengah pandemi
Kedai Toko Kopi Tuku di Jalan Cipete Raya, Cilandak, Jakarta Selatan, Minggu (19/4) siang, tampak lengang. Beberapa pelanggan dan pengemudi ojek online (ojol) terlihat menunggu pesanan di depan loket pemesanan yang juga berfungsi sebagai kasir.
Antrean pengunjung dibatasi garis merah untuk menjamin pembatasan jarak fisik (physical distancing). Di samping kedai, deretan motor terparkir rapi. Sesekali, pengunjung turun dari mobil yang parkir di pinggir jalan maupun minimarket samping kedai.
Kebijakan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSSB) membuat kedai ini mengubah pelayanan: hanya melayani pemesanan daring (online) maupun take away (bawa pulang). Pengunjung juga tak dapat masuk ke dalam kedai. Yang tidak berubah adalah jam operasional: tetap dari jam 07.00 - 22.00 setiap harinya.
Kondisi tak jauh berbeda terlihat di kedai Toko Kopi Tuku Pasar Santa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ketika Alinea.id menyambangi kedai, tidak ada pengunjung antre. Dari awal, kedai ini khusus melayani pemesanan daring dan bawa pulang. Sementara pengunjung pasar yang datang hanya berlalu lalang di depan kedai.
Barista Toko Kopi Tuku Pasar Santa, Fajar (27), menjelaskan, semula pelanggan kedai ini didominasi pekerja kantoran di sekitar Pasar Santa. Adanya kebijakan Work From Home (WFH) membuat kedai tak lagi ramai meski di hari kerja.
Sebagi gantinya, kini sebagian besar pengunjung Toko Kopi Tuku Pasar Santa adalah pengemudi ojol. Mereka dapat mengambil pesanannya pada pukul 09.00 - 12.00 dan 15.00 - 19.00. “Sekarang ramai mulai pukul 09.00, pas jam driver (ojol),” ujarnya.
Sebelum pandemi, kedai kopi merupakan salah satu bisnis yang moncer. Kedai tak hanya memanfaatkan kopi sebagai daya tarik, tapi juga atmosfer sebagai tempat berkumpul. Juga, tempat ajang unjuk kebolehan para barista meracik kopi.
Kedai kopi yang menjamur
Dalam hasil riset independen Toffin bersama Majalah MIX Marcomm di akhir 2019 disebutkan, jumlah gerai kopi di Indonesia bertambah signifikan tiga tahun terakhir. Kemunculannya tidak terbendung dan terus tumbuh. Jumlah kedai kopi meningkat pesat dari 1.083 gerai pada 2016 menjadi 2.937 gerai pada Agustus 2019.
Angka tersebut belum termasuk kedai-kedai kopi independen yang modern, kedai kopi tradisional, dan kedai kopi keliling. Tak hanya itu. Penjualan produk Ready to Drink (RTD) Coffee atau kopi siap minum, seperti produk kopi yang dijual di kedai kopi, terus meningkat.
Menurut data Euromonitor, volume penjualan kopi siap minum meningkat dari 50 juta liter pada 2013 menjadi hampir 120 juta liter pada 2018.
Toffin memperkirakan, nilai pasar kedai kopi di Indonesia mencapai Rp4,8 triliun per tahun. Nilai ini didasarkan pada jumlah gerai yang terdata saat ini dengan asumsi penjualan rata-rata 200 cup/hari tiap gerai dengan harga kopi Rp 22.500/cup.
Kopi kini telah menjadi komoditas berharga bagi Indonesia. Minum kopi telah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia, baik menyeduh sendiri di rumah maupun menikmatinya di warung atau kedai kopi.
Menjamurnya kedai kopi turut mendongkrak angka konsumsi kopi Indonesia. Merujuk data International Coffee Organization (ICO), konsumsi kopi masyarakat Indonesia meningkat dari 273.000 ton pada periode 2015/2016 menjadi 293.000 ton pada 2019/2020. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan konsumsi kopi terbanyak kelima setelah Uni Eropa, Amerika Serikat, Brazil, dan Jepang.
Konsumsi kopi di Indonesia diprediksi terus meningkat lantaran konsumsi per kapita saat ini masih rendah, yaitu 0,9 kg/kapita/tahun pada 2018. Angka ini masih lebih rendah, misalnya, jika dibandingkan dengan Vietnam yang tingkat pendapatannya di bawah Indonesia. Konsumsi kopi per kapita Vietnam mencapai 1,5 kilogram.
Di sisi lain, Indonesia juga merupakan negara produsen kopi dengan produksi mencapai angka 588.780 ton pada 2018 atau berada di peringkat empat terbesar setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia.
Pandemi Covid-19 membuat kedai kopi sepi. Pandemi telah memaksa semua orang bertahan di rumah selama sebulan terakhir. Wabah ini telah berdampak pada seluruh kegiatan usaha, termasuk kedai kopi yang tengah booming di Tanah Air.
Teknologi digital kunci bertahan
Toko Kopi Tuku tak luput dari imbas pandemi Covid-19. Tak ingin terpuruk, pengelola memasang strategi baru di tengah wabah yang belum tahu kapan akan usai. Kopi lokal yang viral karena dikunjungi Presiden Jokowi pada 2017 silam ini kini fokus pada penjualan online.
Pendiri Toko Kopi Tuku Andanu Prasetyo mengakui, penjualan kopinya menurun drastis semenjak Maret lalu. Pengunjung yang datang ke kedai kopi semakin menciut karena imbauan WFH dan pembatasan sosial akibat pandemi Coronavirus.
“Setelah terjadi penurunan sales (penjualan) cukup signifikan, bisnisnya sendiri kemungkinan terancam. Ujung-ujungnya bisa berdampak ke pegawai dan pembelian biji kopi dari petani,” tutur pria yang akrab disapa Tyo ini kepada Alinea.id, Jumat (17/4).
Karenanya, ia mengubah strategi bisnis dengan lebih fokus melakukan penjualan kopi secara daring, salah satunya melalui marketplace Tokopedia. Beberapa produk dijualnya secara daring, seperti kopi siap minum (cup dan literan), kopi bubuk, biji kopi, kudapan, serta berbagai aksesoris khas Toko Kopi Tuku.
“Tentu dengan adanya physical distancing ini, teknologi digital jadi aspek penting bagi kita untuk mendekatkan ke konsumen,” ujarnya.
Pemanfaatan platform daring telah membuahkan hasil yang sangat baik bagi Toko Kopi Tuku. Penjualan laris manis, bahkan terjadi perluasan jangkauan pelanggan yang kini mencakup seluruh Indonesia. Produknya konsisten habis dalam hitungan menit. Puluhan ribu botol kopi literan terjual per minggunya.
Proporsi penjualan daring Toko Kopi Tuku meningkat dari 30% menjadi 70%. Tyo yakin, strategi yang dilakukan ini menjadi angin segar bagi seluruh tim Toko Kopi Tuku. Dia optimistis kedai yang dimilikinya mampu bertahan di tengah badai Covid-19.
“Kalau tren (penjualan) secara online dipertahankan seperti ini, pasti bisa (melampaui) turunnya penjualan akibat Covid-19. Kami tahu efek dari digital adalah pesanan bisa masuk sangat cepat. Kami tak bisa menyangka permintaan konsumen, yang terpenting kecepatan kami merespons permintaan (konsumen) dengan stok yang ada. Alhamdulillah responsnya tetap positif,” ungkapnya.
Tyo bukanlah seorang pecandu kopi. Pergumulannya dengan kopi dimulai ketika melakukan riset dalam rangka tugas kampus. “Waktu itu kami menyusun business plan Komodo Coffee,” ungkap lulusan Universitas Prasetya Mulya tersebut.
Kemudian dia membuka cafe Toodz House pada 2010. Keinginan untuk membuka bisnis khusus kopi terwujud ketika dia mendirikan Toko Kopi Tuku pada 2015. Lagi-lagi, Tyo melakukan riset di dalam maupun luar negeri terkait kopi.
“That’s why, supaya lebih banyak tahu rasa kopi apa yang disukai oleh masyarakat sekitar,” ungkapnya.
Kini, Toko Kopi Tuku memiliki 11 gerai yang tersebar di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Kedainya menjual berbagai macam produk, yakni kopi siap minum, bubuk kopi, biji kopi, dan aksesoris khas Toko Kopi Tuku.
Dia menekankan, kedainya tak hanya ingin membuat kopi yang enak dan murah, tapi juga turut memperhatikan cerita di balik proses pembuatannya.
“Kalau kami mengetahui treatment terhadap produksi kopinya enggak bagus, misalnya menebang hutan, maka kami hindari,” ujarnya.
Dua Coffee adalah contoh lain dari bisnis kopi lokal yang memilih memaksimalkan bisnis secara daring lewat Tokopedia sejak pandemi Covid-19. Co-Founder Dua Coffee Omar Karim Prawiranegara menilai beralih fokus untuk berjualan daring di masa ini adalah sebuah keniscayaan.
Bahkan, Omar menambahkan, penjualan lewat daring kini menjadi tulang punggung bisnisnya. Menurutnya, sekitar 80% penjualan di kedainya datang dari pemesanan daring di Tokopedia. Lewat Tokopedia, Dua Coffee menjual beragam produk seperti biji kopi, kopi bubuk, hingga kopi botol ukuran satu liter.
Selain itu, Dua Coffee juga berinovasi dengan menghadirkan produk makanan, seperti makanan beku, makanan siap saji, dan camilan.
Berjibaku selamatkan industri kopi
Pandemi Covid-19 yang memukul kedai kopi ikut berimbas terhadap penghasilan petani kopi. Tak ada lagi pesanan biji kopi untuk kebutuhan bahan baku. Padahal, produksi biji kopi lokal terus berjalan. Panen biji kopi terjadi dua kali setahun: April dan Oktober.
Harga jual biji kopi akhirnya ikut melorot. Beberapa petani kopi di Aceh mengeluhkan penurunan harga jual hingga 50%. Harga yang sebelumnya dibanderol Rp10.000 per bambu (harga jual basah) kini menjadi hanya Rp5.800.
Pengusaha biji kopi harus memutar otak agar selamat dari corona. Menjajakan produk secara daring pun dilakukan demi kelangsungan usaha.
Bawadi Coffee adalah salah satu contoh pelaku usaha yang sukses memasarkan kopi jenis Arabica Gayo secara daring. Produknya telah diekspor ke Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, Tiongkok, India, Australia, dan Kanada. Industri kecil dan menengah (IKM) ini melibatkan mitra petani kopi di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, Aceh.
Begitu juga dengan Kiwari Farmers, IKM kopi asal Bandung yang sejak tahun 2013 telah merasakan manfaat penjualan secara daring. Permintaan biji kopi dari penjualan daring berdatangan, baik dari dalam maupun luar negeri meski dalam jumlah yang masih terbatas.
CEO Kiwari Farmers Irfan Rahadian menyatakan, penjualan daring biasanya sekitar 20%, sementara 80% sisanya masih mengandalkan restoran dan toko. "Di saat pandemi ini, restoran dan toko sudah tutup sementara. Kami hanya bisa menjual melalui daring, meskipun jumlah permintaannya juga menurun,” ujar dia.
Dua pelaku usaha kopi itu juga ikut dalam kampanye #SatuDalamKopi. Kampanye ini dilakukan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dengan menggandeng Tokopedia.
Para penggiat kopi, dari pengolah biji kopi hingga kreator minuman kopi, juga turut berkontribusi. Jalinan kerja sama ini dilakukan demi memajukan kopi Nusantara sekaligus membuat roda perekonomian tetap bergerak di tengah pandemi.
Kampanye #SatuDalamKopi diadakan pada 20-26 April 2020 di Tokopedia. Inisiatif ini melibatkan hampir 1.000 pelaku industri kopi dari berbagai penjuru wilayah di Indonesia. Tak hanya pelaku industri kopi, para pecinta kopi juga bisa ikut berpartisipasi dalam menyemarakkan kampanye sepekan tersebut.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Wishnutama Kusubandio mengatakan di situasi seperti sekarang ini semua pihak harus dapat menciptakan ekosistem yang kondusif untuk mendukung industri kopi lokal. Tujuannya agar produk lokal dapat menjadi pemimpin di pasarnya sendiri.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menambahkan, saat ini terdapat 1.204 IKM pelaku usaha kopi yang mengolah biji kopi lokal dari para petani di berbagai daerah di Indonesia. Kampanye #SatuDalamKopi disebut sebagai contoh nyata di mana semua pihak dapat ambil bagian untuk mendorong pemasaran produk kopi lokal melalui kafe dan warung kopi.
“Pada gilirannya akan berdampak pada geliat industri kopi di daerah dan seluruh rantai penawarannya sehingga kegiatan ekonomi tetap berjalan di tengah pandemi,” ujarnya.
CEO dan Founder Tokopedia, William Tanuwijaya mengakui ada inisiatif bersama antara pemerintah dan pelaku industri kopi lokal. Langkah ini sekaligus untuk memastikan lapangan pekerjaan tetap terjaga dan roda perekonomian tetap berputar.
Menurut William, kopi memiliki potensi ekonomi yang luar biasa, terutama sebagai salah satu alternatif produk lokal dalam berwirausaha.
"Dengan dukungan dari hulu ke hilir, kami berharap momentum kampanye ini bisa dimanfaatkan oleh seluruh pegiat industri kopi, mulai dari petani hingga pemilik merek kopi lokal, untuk dapat terus tumbuh dan berkembang pesat bahkan hingga menjadi brand kebanggaan Indonesia yang mendunia nantinya,” ujar William.