Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan industri makanan dan logam dasar menjadi penyumbang terbesar dalam investasi ke Indonesia.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan kedua industri tersebut di Indonesia cukup menjanjikan bagi investor.
“Kami melihat Indonesia masih menjadi negara tujuan utama bagi para investor untuk mengembangkan usahanya," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto lewat keterangannya di Jakarta, Kamis (1/8).
Merujuk data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), industri makanan sebagai salah satu kontributor besar pada penanaman modal dalam negeri (PMDN) dengan nilai mencapai Rp21,26 triliun.
Sementara, dalam kelompok penanaman modal asing (PMA), industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya menyetor sebesar US$1,46 miliar.
Lebih lanjut, Airlangga menyatakan Indonesia dinilai sebagai salah satu negara yang demokratis, bahkan di tingkat ASEAN, ekonominya cukup stabil selama 20 tahun terakhir ini.
"Jadi, dengan kondisi ekonomi dan sosial, plus situasi regional yang mendukung saat ini, maka sekarang adalah waktu yang tepat untuk melakukan ekspansi,” ujarnya.
Menurut Airlangga, pengembangan industri makanan dan minuman di Indonesia memiliki potensi pertumbuhan signfikan karena didukung sumber daya alam melimpah dan permintaan domestik yang besar.
Oleh karenanya, sejumlah produsen masih percaya diri dan optimistis untuk meningkatkan investasi dan berekspansi guna memenuhi permintaan pasar, baik di domestik maupun ekspor.
Sementara itu, Airlangga menyampaikan, pihaknya fokus menjalankan kebijakan hilirisasi industri, salah satunya di sektor logam. Implementasinya, pembangunan pabrik smelter di dalam negeri berjalan cukup baik, terutama yang berbasis logam.
“Apalagi Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan industri smelter berbasis logam karena termasuk dari 10 besar negara di dunia dengan cadangan bauksit, nikel, dan tembaga yang melimpah,” tuturnya.
Untuk pengembangan industri berbasis mineral logam khususnya pengolahan bahan baku bijih nikel, saat ini difokuskan di kawasan timur Indonesia. Misalnya, di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah, Kawasan Industri Bantaeng, Sulawesi Selatan dan Kawasan Industri Konawe, Sulawesi Tenggara.
Airlangga meyakini, kinerja industri manufaktur masih positif pada semester II-2019 seiring dengan peningkatan investasi belakangan ini. Apalagi, pemerintah baru saja menerbitkan kebijakan yang dapat memacu daya saing industri nasional.
Regulasi itu adalah Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019, yang mengatur pemberian insentif super tax deduction sebesar 200% bagi perusahaan yang melakukan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu dan 300% bagi perusahaan melakukan kegiatan penelitian di Indonesia. (Ant)